Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Hilang
"Sekarang kamu punya aku. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu. Kita rayain semua tentang kamu, ya. Apa pun itu. Jadi jangan pernah ngerasa sendiri lagi."
"Aku juga sayang kamu, Syai..."
Kalimat itu berputar di otak Syailendra bersama seluruh memori kebersamaannya dengan Ratu.
Syailendra tidak pernah merasakan sesak seperti ini hanya karena orang asing di hidupnya. Bahkan rasa sakitnya lebih parah dibanding sakit waktu orang tuanya menghinanya.
"Ratu ... kenapa kamu tega lakuin ini ke aku?" lirih Syailendra sambil menatap nanar pigura berisi potret mereka berdua yang Syailendra cetak dan pajang di pinggir meja belajarnya.
Syailendra ambil pigura itu, lantas ia banting ke lantai sampai kacanya pecah berkeping layaknya suasa hatinya saat ini.
"Argh!"
Syailendra mengacak rambutnya frustrasi. Jika orang-orang mengatakan bahwa air mata itu adalah tanda kelemahan lelaki, maka Syailendra akui kali ini dirinya memang lemah. Syailendra tak bisa menahan tangisnya. Bagian tentang Ratu memang semenyakitkan itu untuk ia kenang.
Ratu, gadis itu yang memberikan kepercayaan bahwa ia 'layak' dicintai. Ratu orang pertama yang menganggap nyawanya berharga. Tanpa Ratu, mungkin Syailendra akan selamanya menjadi orang tertutup yang tidak mau mengenal dunia luar.
Dan ... secara tidak langsung, Ratu juga yang membuat Syailendra tahu jika ternyata ia adalah anak selingkuhan ayahnya. Andai Syailendra tidak pernah ikut olimpiade ini, tentu saja mereka semua akan merahasiakan statusnya sampai kapan pun. Berujung ia menjadi manusia bodoh yang terjebak dalam pertanyaan; kenapa aku berbeda?
Syailendra merasakan kakinya melemas. Ia terduduk di lantai memandangi pigura yang telah pecah itu. Ia ambil lembaran foto Ratu itu dengan tangannya yang gemetaran.
"Susah buat aku benci sama kamu, Ratu. Aku nggak bisa," bisik Syailendra bergetar.
Sebanyak apa pun rasa sakit yang ia terima, Syailendra tak akan bisa menepis bahwa Ratu lah yang menjadikannya manusia. Namun yang paling menyakitkan dari itu semua, kenapa harus Ratu orangnya? Kenapa harus Ratu yang mempermainkannya di saat ia sudah seserius itu dengan gadis itu?
Syailendra remat foto Ratu di tangannya erat-erat, lantas ia dekap di dada.
Apa karena kamu tahu aku anak buangan makanya kamu berubah?
Terus gimana aku ke depannya? Kamu tujuan hidup aku. Sekarang aku kehilangan tujuan dan arah hidupku....
Sudah ia bilang sejak awal, jangan pernah masuk ke hidupnya jika ujungnya hanya membuat luka. Hidup Syailendra sudah berantakan sejak awal. Ia tidak percaya pada manusia mana pun. Jadi, harusnya tak perlu berusaha masuk ke hidupnya kalau tujuannya hanya untuk pergi.
"Ternyata kamu nggak ada bedanya sama keluargaku," bisik Syailendra. Air matanya tertelan di sudut bibir.
Rasanya sangat malas ia melanjutkan hidup. Namun saat teringat kata-kata Ratu yang membuangnya seperti sampah, timbul pemikiran baru di benak Syailendra;
"Aku nggak bisa jadi manusia buangan kayak gini selamanya. Aku harus bisa balas kata-kata Ratu. Aku harus bisa tunjukin ke dia suatu hari nanti kalau aku nggak sehina dan seburuk itu!" tekad Syailendra.
Syailendra menarik napas dalam, menyeka air matanya dan memantapkan niat untuk menjadi orang yang lebih baik lagi di masa depan.
Ia tidak bisa menangis lebih lama karena selanjutnya ia harus membiayai hidupnya sendiri.
Biarlah Ratu ia jadikan bagian dari pengalaman pahit yang memotivasinya untuk bangkit.
Syailendra tidak ingin membohongi dirinya, jika ia tidak bisa membenci Ratu sebanyak ia menyayangi gadis itu....
Sebulan kemudian ....
Pergi sekolah dan pulang tepat waktu. Hanya dua itu kegiatan yang Syailendra lakukan selama sebulan belakangan.
Syailendra sudah tidak peduli lagi dengan Ratu. Ia berhenti menanyakan Ratu pada siapa pun, dan juga berhenti mencari Ratu ke kelasnya. Semuanya seusai mau Ratu, yaitu; mereka usai.
Ya. Hidup Syailendra kembali ke setelan pabrik. Monoton layaknya kertas hitam putih. Bedanya, jika dulu Syailendra tertutup, sekarang Syailendra tidak menutup diri jika ada yang mengajaknya berteman. Bahkan di sekolah Syailendra juga bersedia membantu teman-temannya yang kesusahan dalam belajar. Tak jarang Syailendra menerima upah. Baik dalam bentuk uang, atau sekedar traktiran makan.
Di tengah keramaian itu, tetap saja Syailendra merasa sunyi. Kehilangan Ratu membuat Syailendra merasa kehilangan jati dirinya. Ah, sebayak itu pengaruh Ratu di hidupnya....
Maka di sinilah Syailendra berada saat ini. Duduk di balkon kamarnya sambil menatap hamparan langit sore. Televisi ia biarkan menyala di dalam kamar.
Saat sedang asyiknya menatap langit untuk menenangkan pikiran, sayup-sayup suara presenter berita yang sedang tersiar di televisi itu membuat fokus Syailendra teralihkan—
Di duga menggunakan obat-obatan kimia dan bahan yang ilegal. pemilik klinik Dharma Beauty dinyatakan sebagai tersangka.
"Dharma Beauty?" Syailendra berpikir keras. Serasa pernah mendengar nama klinik itu, tapi di mana?
Menjawab penasarannya, Syailendra pun memutar badan dan masuk ke dalam kamar. Tampak di layar potret klinik kecantikan yang diberi garis polisi. Ah, Syailendra baru ingat klinik itu punya siapa.
"Itu klinik orang tua Ratu!" celetuknya.
Bareskrim Mabes Polri kembali mengungkap praktik penggunaan obat-obatan kimia yang dipakai dalam klinik kecantikan. Berlokasi di kota Bandung.
Berawal dari pasien inisial B yang memviralkan bentuk wajahnya sesudah melakukan perawatan di sana. Klinik Dharma Beauty pun diusut oleh polisi setempat, dan setelah ditelusuri ternyata tidak memegang sertifikat izin BPOM. Klinik tersebut adalah klinik ilegal. Setelah melakukan uji laboratorium, tim menemukan sejumlah bahan kimia berbahaya yang dimasukkan ke dalam skincare produksi klinik tersebut.
Atas perbuatan mereka, dokter inisial IA dijerat dengan Pasal 196 dan Pasal 197 UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan sudah diringkus oleh kepolisian tadi malam....
Syailendra terkejut mendengar berita tersebut. Tampak di layar sepasang suami istri yang sedang mengenakan baju tersangka.
Syailendra langsung terpikir nasib Ratu. Walau mereka sudah berakhir, tetap saja mendengar kabar ini membuat Syailendra cemas.
Alhasil Syailendra pun bergegas pergi ke rumah gadis itu untuk memastikan keadaannya tanpa memedulikan penampilannya saat ini.
Butuh waktu 30 menit untuk Syailendra sampai di rumah tersebut.
Dan ternyata .... rumah itu dikepung oleh wartawan. Banyak wartawan yang menunggu di pagar rumah—yang kelihatannya kosong itu.
Detik itu juga jantung Syailendra mencelus ke usus dua belas jari. Ia keluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Ratu, namun sayang, nomor gadis itu sudah tidak aktif. Bahkan Syailendra tidak sadar wa Ratu terakhir kali dilihat minggu lalu.
"Ratu, kamu di mana?" celetuk Syailendra, gusar.
Pagar rumah Ratu digembok. Mobil orang tuanya juga sudah tidak terlihat di bagasi.
"Kayaknya orang rumah ini udah kabur, deh."
"Paling juga nyelamatin diri, takut kita tanya-tanyai."
"Tapi ke mana perginya anak mereka? Mereka punya anak yang masih SMA."
Sayup-sayup suara wartawan itu mengisi pendengaran Syailendra. Tidak mau ikut pusing, Syailendra pun berinisiatif menanyakan kabar Ratu pada tetangganya.
Namun sayang ... tidak satu pun tetangga Ratu yang tahu kabar anak itu.
"Kalau Adeknya nanya apa Ratu masih tinggal di sebelah, kayaknya udah enggak, deh, Dek. Soalnya penangkapan tadi malam itu ngeri banget. Ada suara tembakan juga karena orang tuanya Dek Ratu sempat berencana kabur."
Lutut Syailendra melemas mendengarnya.
"Terus gimana sama Ratu, Bu? Ke mana dia kira-kira?"
"Kalau itu Ibu juga nggak tau. Ibu memang sempat ngelihat Dek Ratu semalam nangis-nangis. Terus dia naik mobil bawa koper gede. Kayaknya kabur, nggak tinggal di sini lagi."
"Makasih informasinya, Bu."
Dan setelahnya Syailendra pun pergi dari sana. Karena tidak mungkin juga ia tunggui Ratu di sana dalam kondisi yang kurang kondusif.
Mungkin Ratu hanya pindah ke tempat lain, tapi besok di sekolah siapa tahu ketemu, pikir Syailendra.
Nyatanya dugaan Syailendra melesat.
Ratu tidak ada di sekolah, baik hari pertama, kedua, bahkan seminggu setelah kejadian penangkapan itu.
Syailendra tidak mendapatkan kabar sedikit pun tentang keberadaan Ratu. Bahkan Sasa dan Heri selaku teman dekat gadis itu pun juga tidak tahu kabar terbaru Ratu.
Saat ini Syailendra berada di kantin bersama Sasa dan Heri. Mereka kebetulan bertemu di kantin saat jam istirahat.
"Gue tuh nggak nyangka Ratu ternyata se-broken home gitu. Awal gue kenal dia emang dia kayanya nggak beres gitu. Tapi karena dia temen pacar gue, ya ... gue akhirnya terima-terima aja dia jadi temen kami," celetuk Heri.
Sasa menyeka air matanya. Gadis itu selalu menangis jika membahas tentang Ratu. Merasa gagal ia jadi sahabat karena tak tahu Ratu punya masalah seserius ini.
"Aku kasihan sama dia. Di mana dia sekarang? Tinggal sama siapa? Terus sekolahnya gimana?"
"Menurut aku dia nggak mungkin balik ke sekolah ini lagi. Semua orang bicarain dia terus seminggu belakangan ini. Bahkan kemarin di gerbang ada yang cetak poster keluarga Ratu gede-gede dan disemprot pakai cat merah. Mereka tuh korban mal praktiknya orang tua Ratu. Mereka kepengen Ratu dikeluarin dari sekolah ini," sahut Heri.
Mendengar hal itu membuat Syailendra tertohok. Ia sendiri tahu seminggu ini nama Ratu menjadi topik utama yang dibahas oleh seluruh siswa—bahkan guru.
Tak jarang juga guru bertanya kepadanya tentang kabar Ratu, karena dulu mereka sangat dekat waktu olimpiade.
Syailendra bingung mau menjawab apa. Ia sendiri sudah lama putus komunikasi dengan Ratu.
"Dia nggak punya Tante atau keluarga lain gitu? Kamu tau nggak?" tanya Syailendra pada Sasa.
Sasa menggeleng. "Aku nggak tau soal itu. Selama ini kami jarang bahas keluarga."
Syailendra mengembuskan napas gusar. Rasanya ia buntu sekali saat ini. Semua orang tak tahu keberadaan Ratu.
Gadis itu hilang bagai ditelan bumi.