Shiratsuka mendecak, lalu membaca salah satu bagian esai yang ditulis Naruto dengan suara pelan tetapi jelas:
"Manusia yang mengejar kebahagiaan adalah manusia yang mengejar fatamorgana. Mereka berlari tanpa arah, berharap menemukan oase yang mereka ciptakan sendiri. Namun, ketika sampai di sana, mereka menyadari bahwa mereka hanya haus, bukan karena kurangnya air, tetapi karena terlalu banyak berharap."
Dia menurunkan kertas itu, menatap Naruto dengan mata tajam. "Jujur saja, kau benar-benar percaya ini?"
Naruto akhirnya berbicara, suaranya datar namun tidak terkesan defensif. "Ya. Kebahagiaan hanyalah efek samping dari bagaimana kita menjalani hidup, bukan sesuatu yang harus kita kejar secara membabi buta."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyudi0596, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Saat nama Reina dipanggil, suasana berubah menjadi semakin tegang. Semua mata tertuju padanya, Ace dari SMA Sobu, satu-satunya harapan tim untuk meraih kemenangan.
Di seberangnya, lawannya dari SMA Seiseki sudah duduk dengan ekspresi penuh percaya diri. Ryuji Kamisaka, pria bertubuh tegap dengan sorot mata tajam, dikenal sebagai "Penyerang Mutlak". Julukan itu bukan sekadar nama kosong—dia tidak pernah membiarkan lawan mengambil kendali permainan.
Sebelum Reina maju ke papan, Naruto berdiri di sisinya. "Dengar baik-baik, Reina. Lawanmu hanya tahu satu hal: menang. Dia selalu menekan tanpa henti, mencoba membuat lawannya kewalahan."
Reina mengangguk pelan. "Lalu bagaimana cara menghadapinya?"
Naruto menyeringai. "Jangan biarkan dia mendapat titik fokus penyerangan. Paksa dia berpikir lebih lama dengan memberi banyak opsi, buat dia ragu, dan semakin lama pertarungan berjalan, semakin besar peluangmu menang."
Reina menghembuskan napas dalam-dalam, menghilangkan keraguan yang tersisa. Ini adalah pertandingan terakhir.
—
Pertarungan Dimulai
Langkah pertama… Langkah kedua…
Ryuji langsung menunjukkan taringnya, membuka permainan dengan serangan agresif. Seperti yang sudah diprediksi, dia tidak menunggu atau membangun pertahanan, hanya terus menekan dan menyerang.
Namun, Reina tidak terpancing.
Langkah ke-10…
Alih-alih mencoba bertahan dengan pertahanan kokoh, Reina mulai membuka beberapa jalur permainan sekaligus.
Dia membuat pertukaran bidak yang tidak perlu, menciptakan celah di papan yang tampaknya berbahaya. Namun, sebenarnya semua itu adalah jebakan psikologis. Dia memberikan terlalu banyak pilihan bagi Ryuji.
Dan seperti yang sudah Naruto katakan—Penyerang Mutlak membutuhkan satu fokus untuk menyerang, bukan banyak.
—Langkah ke-25…
Keraguan mulai muncul di wajah Ryuji.
Dia mulai ragu-ragu sebelum melangkah. Terlalu banyak jalan yang bisa diambil, dan dia tidak yakin mana yang paling menguntungkan.
Reina tidak buru-buru menyerang balik.
Dia tetap tenang, membiarkan tekanan perlahan berbalik kepada lawannya. Setiap kali Ryuji mencoba menyerang, Reina selalu memiliki jawaban.
—Langkah ke-40…
Naruto tersenyum kecil. Strateginya berhasil.
Ryuji mulai kehilangan momentumnya.
Gaya bermainnya yang selalu agresif mulai berantakan karena kehilangan kepastian. Dia tidak lagi yakin harus menyerang dari mana, sementara Reina terus menambah tekanan dengan pilihan-pilihan yang semakin membingungkan.
—Langkah ke-55…
Reina melihat kesempatan.
Sebuah kesalahan kecil dari Ryuji menjadi jalan masuk untuk serangan balik.
Dan tanpa ragu, Reina menerkam.
—Langkah ke-60…
"Shōgi-mate."
Reina menang.
Sesaat, hening.
Lalu…
Sorak-sorai meledak dari sisi SMA Sobu!
Hiratsuka sensei terbelalak, hampir tidak percaya dengan apa yang terjadi. Sementara itu, Reina duduk diam beberapa detik, menyadari bahwa dia telah mengalahkan Ace dari SMA Seiseki.
SMA Sobu adalah JUARA TURNAMEN SHOGI!
Reina bangkit dari kursinya, menatap Naruto dengan senyum puas. Naruto membalasnya dengan anggukan kecil. Mereka berhasil.
Mereka bukan hanya mencapai target 16 besar—mereka telah melampaui semua ekspektasi dan menciptakan sejarah baru.
Saat suara moderator mengumumkan hasil pertandingan, suasana di sekitar tim SMA Sobu terasa seperti terhenti sejenak. Mereka menang.
Mereka benar-benar menang.
Namun, anehnya, tidak ada yang langsung bersorak atau berteriak. Keempat anggota klub Shogi hanya berdiri di tempat mereka, seolah otak mereka masih mencoba memahami kenyataan ini.
Ini bukan target mereka.
Sejak awal, mereka hanya mengincar 16 besar—mungkin, kalau beruntung, bisa mencapai 8 besar. Namun kini, mereka telah melampaui semua batasan, melawan segala prediksi, dan menjadi juara.
Hiratsuka sensei sendiri masih membeku, ekspresinya penuh keterkejutan yang langka. Sementara di kejauhan, beberapa penonton yang sebelumnya mengabaikan SMA Sobu kini berbisik-bisik, sebagian besar terkejut bahwa tim yang biasanya gugur di awal kini menjadi yang terbaik.
Tiba-tiba, tangisan lirih terdengar.
Semua orang menoleh ke arah Yuuto.
Pemuda itu menunduk, bahunya gemetar. Air mata mengalir di pipinya, dan dia menggigit bibirnya, berusaha menahan isakannya.
"Aku… Aku masih tidak percaya," suaranya bergetar, "Kita benar-benar menang… Kita benar-benar menang…!"
Tangannya mengepal, lalu dengan suara yang lebih keras, dia menangis sejadi-jadinya.
Seakan itu menjadi pemicu, Sayaka langsung berteriak penuh emosi, "KITA JUARA!!!"
Dia mengguncang bahu Reina yang masih dalam keadaan setengah kaget. Reina sendiri butuh beberapa detik sebelum akhirnya tertawa kecil, matanya sedikit berkaca-kaca.
"Kita… benar-benar melakukannya…" katanya sambil menatap tangannya sendiri, masih gemetar setelah pertandingan terakhir.
Takahashi, yang biasanya pendiam, langsung mengangkat kedua tangannya ke udara dan berteriak keras, sesuatu yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. "SMA SOBU JUARA!!!"
Kegembiraan meledak.
Mereka berempat berpelukan satu sama lain, tertawa, menangis, berteriak, meluapkan segala perasaan yang mereka tahan selama ini. Mereka telah melalui perjalanan panjang, jatuh bangun bersama, dan kini mereka berada di puncak.
Naruto, yang menyaksikan semuanya dari dekat, hanya tersenyum kecil.
Dia tidak ikut berteriak, tidak ikut menangis. Tapi dia merasa lebih bangga daripada siapa pun.
Mereka bukan lagi anak-anak yang hanya ingin bermain shogi.
Mereka adalah juara.
Di tengah euforia kemenangan, suara langkah yang mantap terdengar mendekat. Shindo Renji, kapten tim SMA Seiseki, berdiri di depan Naruto dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Naruto, yang menyadari kedatangannya, menyeringai kecil, tangannya masih terlipat di dada. "Kukira kau akan langsung pulang, Renji."
Renji menghela napas, menyapu rambutnya ke belakang, lalu menatap langsung ke mata Naruto. "Tidak mungkin aku pergi begitu saja setelah kekalahan seperti ini."
Dia menoleh ke tim SMA Sobu, yang masih larut dalam kegembiraan mereka. Mereka bukanlah sekolah unggulan, bukan tim yang masuk daftar prediksi juara. Namun, merekalah yang berdiri sebagai pemenang.
"Aku harus mengakui," lanjut Renji, "anak-anakmu bertarung dengan luar biasa. Aku masih tidak percaya… yang menghentikanku bukanlah SMA unggulan, tapi sekolah yang bahkan tidak diperhitungkan."
Naruto terkekeh, matanya bersinar penuh kepuasan. "Dan itu yang membuat kemenangan ini lebih manis, bukan?"
Renji mengangguk pelan. "Kau benar. Ini pelajaran berharga bagi kami." Dia mengulurkan tangan ke Naruto, ekspresinya kembali serius. "Selamat. Kau benar-benar melatih mereka dengan baik."
Naruto menerima uluran tangan itu, genggaman mereka erat, penuh respek antara dua rival lama.
"Aku hanya memberi mereka jalan," kata Naruto, "sisanya adalah hasil dari kerja keras mereka sendiri."
Renji mendengus kecil, lalu tersenyum tipis. "Jangan merendah, Naruto. Aku tahu betul bagaimana murid-muridmu bisa berkembang. Sama seperti dulu, kau selalu punya cara untuk membuat orang di sekitarmu menjadi lebih kuat."
Naruto tak membantah, hanya tersenyum.
Saat Renji perlahan melangkah mundur untuk kembali ke timnya, dia sempat menoleh sekali lagi dan berkata, "Jangan kira aku akan kalah lagi lain kali. Aku akan memastikan Seiseki kembali lebih kuat."
Naruto menyeringai, "Aku harap begitu. Karena lain kali, kami akan lebih kuat juga."
Dengan itu, mereka berpisah. Namun, ini bukanlah akhir.
Ini hanya awal dari perjalanan panjang SMA Sobu sebagai juara baru.
makanya jangan ngintip, jadi iri kan tuh