Diselingkuhi sedih? Sudah tidak jaman! Angkat kepalamu, gadis, mari kita balas dendam.
Betari diselingkuhi oleh kekasih yang dia pacari selama tiga tahun. Alih-alih menangis, dia merencanakan balas dendam. Mantan pacarnya punya ayah duda yang usianya masih cukup muda. Tampan, mapan, dan kelihatannya lebih bertanggungjawab. Jadi, Betari pikir, kalau dia tidak dapat anaknya, dia akan coba merebut ayahnya.
Namun ditengah misi balas dendamnya, Betari justru dikejutkan oleh semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keterangan Manis Andara
Seakan omongannya tidak didengar, Nando malah menyaksikan Andara begitu sibuk mengurusi Betari yang baru dibawa pulang dari rumah sakit. Sejak baru masuk rumah saja, perempuan itu sudah menyambutnya bagai tamu agung yang tidak boleh diperlakukan sembarangan. Andara lari-larian ke sana kemari, seakan lupa kalau di perutnya sedang ada seorang bayi.
“Jangan kebanyakan gerak.” Nando gatal menegur setelah terlalu lama diam. Kali ini ia memeluk sekantong permen cokelat import yang minggu lalu dia minta Nando belikan melalui jastip online. Katanya dia mau berbagi permen cokelat itu kepada Betari.
“Hehe, kata dokter nggak apa dibawa gerak, biar dede bayinya sehat.” Andara ngeles, Nando hanya bisa menghela napas pasrah.
Andara melangkah riang sambil bersenandung. Dari depan pintu kamar Betari dan Melvis, dia sudah bisa melihat kondisi Betari yang sedang duduk bersandar di kasur. Melvis duduk di kursi di sisi ranjang. Keduanya tampak saling pandang penuh cinta dan kasih sayang.
“Mama, aku bawa permen cokelat buat Mama!” Ia berseru senang.
Melvis dan Betari menoleh, sama-sama kelihatan bingung waktu kembali saling pandang.
“Mama nggak suka manis, tapi kalau lagi keram begini suka tiba-tiba craving for some sweets, kan.” Sekonyong-konyong Andara duduk di tepi ranjang dekat kaki Betari. Permen cokelatnya dilimpahkan begitu saja ke atas kasur, hanya agar tangannya bisa bebas memijat kaki ibu mertuanya itu.
“Pa, Papa udah sediain heat patch belum? Mama biasa pakai yang merek X buat bantu redain nyeri.” Andara sibuk sendiri—berisik, seperti burung beo yang baru belajar kosakata baru.
“Belum. Tadi sama dokter udah dikasih tablet tambah darah sama pereda nyeri, Papa pikir cukup.” Melvis menanggapi sehabis saling pandang lagi dengan Betari.
Andara menggeleng rusuh. “Nggak cukup, Pa. Mama butuh heat patch juga.” Air mukanya tampak serius. Bersungguh-sungguh bagai prajurit yang sedang berjuang melindungi istana dari serangan musuh.
“Kalau gitu Papa beli sekarang.” Melvis bangkit dari kursi dan melirik ke arah Betari. Dia masih bisa menangkap gerakan menggeleng yang dilakukan oleh perempuan itu walaupun samar.
“Iya, Pa.” Andara makin bersemangat memijat kaki Betari. “Oh, iya, sekalian menstrual pad merek A, Pa. Stok aja yang banyak.”
"Jangan banyak-banyak, secukupnya aja. Mana tahu bulan depan Mama hamil adik ipar kamu." Kelewat jengah, akhirnya Betari bersuara setelah sebelumnya hanya diam mengamati akting Andara.
Andara mendecih dalam hati.
Sementara itu Melvis manggut-manggut saja. Dia lalu bergerak menuju pintu. Namun, ketika sampai di ambangnya, Melvis berhenti dan berbalik. “An,” panggilnya.
Andara yang sedang sibuk melayani Betari menoleh cepat. “Ya, Pa?” tanyanya dengan mata berbinar.
“Papa takut lupa dan salah beli, jadi bisa nggak kamu temenin Papa ke supermarket?”
Sudut-sudut bibir Andara praktis terangkat. “Boleh, Pa,” jawabnya senang.
Memang ini yang dia mau.
Andara menjauhkan tangannya dari kaki Betari dan bergerak lincah menghampiri Melvis. Dia bahkan berjalan mendahului mertuanya itu, tampak terlalu bersemangat—seperti anak kecil yang dijanjikan pergi liburan.
Sementara Melvis, lelaki itu menoleh lagi pada Betari sebelum mantap mengambil langkah pergi. Pikirannya kembali carut-marut. Sikap peduli Andara dan pengetahuannya terhadap apa saja yang Betari butuhkan—yang tidak dibantah sama sekali oleh Betari—kembali membuatnya takut. Secara tidak langsung, tindakan Andara telah mengonfirmasi kedekatan keduanya di masa lalu.
Maka kali ini, Melvis akan mencari tahu lebih lanjut.
...*****...
Semuanya berjalan mulus sesuai keinginan. Andara tak kuasa menahan senyum kala Melvis membawanya ke supermarket yang lebih jauh alih-alih memilih yang paling dekat. Dia tahu lelaki itu sengaja. Ingin mengulur-ulur waktu untuk mengorek informasi darinya. Karena itu, dia juga sudah menyiapkan semua jawabanya akan skenario yang sudah dia buat bisa berjalan sempurna.
Di setengah perjalanan kembali dari supermarket, Melvis masih diam. Andara hanya menemukan lelaki itu sesekali melirik ke arahnya, seolah ingin bicara tapi tak berani memulai.
“Pa,” Akhirnya karena terlalu antusias, Andara memutuskan melempar umpan.
Melvis menoleh sekilas sambil menjawab panggilan, lalu kembali fokus pada jalanan.
“Andara titip Betari, ya.”
Andara tak kuasa menahan gejolak senang di hatinya saat merasakan laju mobil mulai berkurang. Umpannya dimakan, Melvis semakin terlihat penasaran.
“Hubungan kami memang udah nggak baik sejak Nando putus sama Betari, tapi biar bagaimana pun, Betari itu tetap sahabat terbaik yang Andara punya. Kami udah lewatin banyak hal sama-sama, Pa. Nggak gampang untuk lupain kenangannya gitu aja.”
Selagi bicara, memori dari masa lalunya bersama Betari muncul satu persatu di kepalanya. Memang benar apa yang dia bilang. Kenangan yang tersimpan dari persahabatan belasan tahun yang mereka jalin tidak akan begitu saja luntur dimakan waktu. Andara masih tetap akan ingat bahwa dia dan Betari adalah dua sisi koin yang berbeda, dan hanya ada satu yang bisa menjadi pusat sekali waktunya.
Dalam ingatan Andara, masih tersimpan apik bagaimana dunia sekitar memperlakukannya selama dirinya menjalin pertemanan dengan Betari. Dia tidak akan lupa ketika orang-orang memandang takjub hanya pada Betari meski mereka tampil menggunakan item fashion yang sama. Pujiannya hanya akan terus mengalir pada Betari, sedangkan Andara menerima sisanya hanya karena orang-orang itu merasa tidak enak untuk mengabaikan keberadaannya.
Di lain waktu, Andara pernah begitu berbunga-bunga karena kakak tingkat paling hits di kampusnya secara rutin mengirim pesan. Mengajak jalan, mentraktir makan, memberi hadiah-hadiah menarik yang memang dia suka. Untuk sejenak, dia pikir dia sedang jatuh cinta dan dicintai secara ugal-ugalan. Sampai sebuah fakta menyakitkan menghantam dadanya dan membuatnya tersadar; dia hanyalah bayang-bayang yang mengikuti Betari ke mana pun perempuan itu pergi.
Hati Andara patah satu kali, dan lukanya abadi bahkan sampai saat ini. Meskipun Betari tidak menerima cinta kakak tingkat itu dan lebih memilih persahabatan mereka, Andara tetap merasa tersakiti. Andara hanya tidak mengerti, mengapa dia harus hidup di belakang Betari, kalau mereka bisa saja menjadi teman yang setara, atau bahkan dia yang memimpin di depan?
“Nando bilang Betari deketin Papa buat balas dendam, menurut kamu gimana? Kalau kamu memang sahabat baiknya, mungkin kamu bisa kasih Papa pencerahan.” Suara Melvis mengudara di tengah-tengah atmosfer yang berubah semakin pekat.
Andara hanya tersenyum simpul. “Soal itu, Andara nggak tahu. Betari yang punya jawabannya, Papa harus tanya langsung ke dia.” Pandangannya sejenak tampak menerawang, lalu ketika mobil mulai merayap mendekati lampu merah, dia melanjutkan, “Tapi apa pun jawaban yang Betari kasih, Andara harap Papa bisa menyelesaikannya dengan tenang. Andara nggak mau ada yang tersakiti, entah itu Papa ataupun Betari.”
Dan ucapan Andara serupa teka-teki baru yang justru membuat pikiran Melvis semakin bercabang. Di sisa perjalanan yang masih harus ditempuh, Melvis mengeluarkan usaha ekstra untuk sekadar tetap fokus menyetir. Sementara perasaannya berantakan, seperti habis diacak-acak dan dia tidak tahu harus mulai dari mana membereskannya.
.
.
Bersambung.
Betari yang bisa menguasai dirinya sendiri.
Om Durenku-Melvis yang bijak dalam menghadapi masalah dan bersikap adil meski itu ke anak sendiri..
dan perubahan positif Nando Andara...
aku menantikan karya luar biasamu yang lain kak.. semamgat berkarya😘😘🥰🥰❤️❤️❤️❤️
di tunggu cerita2 lain na...