Cinta yang terhalang restu dan rasa cinta yang amat besar pada kekasihnya membuat Alea Queenara Pradipta mau menuruti ide gila dari sang kekasih, Xander Alvaro Bagaskara. Mereka sepakat untuk melakukan hubungan suami istri di luar nikah agar Alea hamil dan orangtua mereka mau merestui hubungan mereka.
Namun di saat Alea benar-benar hamil, tiba-tiba Xander menghilang begitu saja. Bertemu lagi lima tahun kemudian, tetapi Xander telah menikah.
Lalu bagaimana nasib Alea dan anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran Xander dan Dania
Setelah beberapa saat, Dania mendengar suara pintu terbuka, lantas mengalihkan pandangannya, ia melihat Xander baru saja masuk ke ruangan itu. Pandangan mereka bertemu meskipun hanya sesaat, lantaran Xander lebih dulu melihat ke arah lain.
Melihat Xander hanya diam, Dania inisiatif untuk menegurnya lebih dahulu.
"Aku minta maaf untuk tindakanku tadi," ucap Dania setelah lama diam. Pandangannya terus mengarah pada Xander, memerhatikan setiap gerakan kecil pria itu. "Aku hanya merasa iri dengan Alea karena dia memiliki anak darimu," akunya.
Xander masih diam, tidak berminat untuk merespon perkataan Dania. Perkataan Dania hanya dianggap angin lalu oleh Xander.
"Tapi aku sudah memutuskan, aku mau menerima anak itu. Jadi ... kau terima saja saran dari papa untuk mengambil hak asuh anak itu," lanjut Dania.
Xander mulai bereaksi, kali ini pria itu tidak suka dengan perkataan Dania. "Sudah aku katakan sebelumnya untuk jangan menganggu mereka!"
"Tapi ___"
"Kurang jelas?" Xander menukas ujaran Dania. Tatapan mata Xander seketika membuat Dania kehilangan kata-kata yang telah ia susun sebelumnya.
Dania menggeleng, "Baiklah, terserah padamu saja."
Tidak ada lagi pembicaraan, Xander memilih mengambil air yang ada di meja nakas. Dania memerhatikan dengan senyuman yang terukir di wajahnya, tidak sabar menunggu Xander meminumnya. Namun sayang, harapan Dania harus pupus lantaran ponsel Xander berdering, membuat Xander urung meminumnya.
Dania menggerutu di dalam hati, memaki orang yang baru saja menghubungi Xander.
Drrrt ...
Ponsel Xander berdering, layar ponselnya menunjukkan nama Alea. Ekspresi wajahnya berubah, tidak sedingin saat bicara dengan Dania.
Xander lantas pergi ke balkon untuk menerima panggilan itu, masih dengan membawa minumannya. Pria itu berdiri di dekat pembatas, dengan bertumpu pada salah satu sikunya, satu tangannya memegang gelas dan satu tangannya lagi memegang ponsel.
Xander menerima panggilan dari Alea lantas menempelkan benda pipih itu ke dekat telinganya.
"Halo, Alea?" sapa Xander.
"Xander, apa aku mengganggumu?" tanya balik Alea dari seberang sana.
"Tidak apa, aku juga sedang tidak sibuk," balas Xander. "Sekarang katakan ada apa?" suruh Xander.
"Axel bersikeras ingin bicara denganmu," jawab Alea.
"Berikan ponselnya pada Axel," pinta Xander.
"Hmm, baiklah. Tunggu sebentar," ucap Alea dibalas gumaman oleh Xander. "Bicara sama papi."
"Halo, Papi," sapa Axelio.
Suara kecil Axelio membuat senyum xander membingkai di wajahnya.
"Kenapa belum tidur?" tanya Xander.
"Because i miss you," jawan Axelio. "Kapan Papi datang lagi?" tanya balik Axelio.
"Maaf, Axel. Papi sedang banyak pekerjaan," jawab Xander merasa menyesal karena kesibukannya, dirinya tidak sempat untuk menemui Axelio.
"Baiklah," balas Axelio.
Hening mengambil alih pembicaraan itu, beberapa saat kemudian suara Axelio kembali terdengar. "Papi ... bisa sekarang kita video call?" tanya Axelio.
Xander tidak menjawabnya secara langsung, ia diam sembari berpikir, tidak mungkin baginya untuk melakukan video call saat itu, bagaimana jika tiba-tiba Dania muncul dan Axelio melihatnya?
Xander tidak mau jika Axelio mengetahui tentang Dania lantaran beberapa hari sebelumnya Axelio pernah meminta padanya untuk menikahi maminya. Xander tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Axelio nanti jika mengetahui dirinya telah menikah dengan wanita lain.
"Sekarang Papi sedang tidak bisa. Bagaimana jika besok saja," tawar Xander.
"Baiklah," balas Axelio.
Meskipun tidak melihatnya mendengar dari suara sang putra Xander tahu jika dia sangat kecewa.
"Lebih baik sekarang Axel tidur. Besok sekolah, 'kan," bujuk Xander.
Axelio tidak membalas perkataan Xander, justru bocah itu meminta hal lain. "Papi," panggil Axelio.
"Ya, Axel," sahut Xander.
"Weekend ayo kita ke zoo," ajak Axelio. "Axel ingin kita jalan-jalan bertiga. Axel, mami, sama papi juga," pinta Axelio.
"Baiklah nanti Papi atur ulang jadwal Papi." Xander langsung mengiyakan permintaan Axelio lantaran tidak ingin lagi membuat Axelio kecewa.
"Yeay," seru Axelio.
Senyuman Xander semakin merekah ketika mendengar suara Axelio. "Sekarang Axel tidur!" perintah Xander.
"Okey, Papi. See you," salam Axelio.
"See you too," balas Xander.
Setelah itu sambungan telepon berakhir.
Xander memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, ekspresi wajahnya berubah tajam saat melihat air minum yang ada di tangannya, jangan mengira dirinya tidak tahu apa yang sudah dilakukan oleh Dania. Kamarnya sudah Xander pasang kamera pengawas tanpa sepengetahuan Dania, beberapa penjaga di rumah itu juga ada di pihaknya.
Xander lantas membungkuk, membuang air minum itu ke pot bunga yang ada di bagian sudut balkon, tidak sampai habis, Xander sengaja menyisakan air itu sedikit.
"Kau mau main-main denganku? Ayo kita bermain," ucap Xander seraya menatap gelas yang ada di tangannya seolah sedang bicara dengan Dania. Xander kembali ke kamar masih sambil menentang gelas itu.
"Siapa yang menelponmu?" tanya Dania.
"Alea," jawab Xander tanpa rasa bersalah sedikitpun, tidak peduli degan reaksi Dania nantinya.
"Oh," balas Dania.
Meskipun Dania terlihat biasa saja, tetapi di dalam hatinya ada api amarah dan cemburu yang berkobar.
"Boleh jika suatu saat aku dan anakmu bertemu?" tanya Dania. " Aku yakin kami bisa akrab."
"Jangan pernah kau muncul di hadapan anakku. Aku tidak mau dia tahu kau dan aku terikat dalam pernikahan," larang Xander. Ekspresi wajahnya begitu datar.
"Why?" Suara Dania mulai meninggi, tidak terima dengan alasan Xander. "Kita sudah menikah. Anakmu berarti anakku juga, Xander."
"Dia tidak mau dan tidak suka aku menikahi wanita lain," jawab Xander. "Dia hanya mau aku menikah dengan maminya."
"Maksudmu Alea," tanya balik Dania dibalas gumam oleh Xander. "Kau menyakitiku, Xander." Dania turun dari tempat tidur, berdiri sembari menatap tajam ke arah Xander, bukan hanya ada kemarahan, tetapi ada rasa kecewa di raut wajah Dania.
"Sorry," ucap Xander datar.
"Xander, apa kau sama sekali tidak memiliki perasaan?" tanya Dania marah.
"Bukankah kau mengatakan sangat mengenalku, Dania? Kau pastinya tahu seperti apa aku?" balas Xander.
Dania jelas diam, sejujurnya dirinya tidak tahu apapun tentang Xander, terkecuali sikap dinginnya.
"Kau seperti ini pasti pengaruh dari wanita murahan itu. Iya, 'kan?" tuduh Dania.
Raut wajah Xander menggelap mendengar hinaan Dania terhadap Alea, tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras, rasanya seperti ingin melenyapkan wanita yang berdiri berseberangan langsung dengan dirinya.
"Xander, sadarlah! Wanita murahan itu hanya memanfaatkan anaknya agar dia bisa dekat denganmu, dia ingin menghancurkan pernikahan kita," ucap Dania. Suaranya keras karena marah, beruntung kamar itu kedap suara hingga teriakan Dania tidak sampai ke luar dari ruangan itu.
"Sudah cukup bicara omong kosongnya?" tanya Xander. Sikapnya menunjukkan rasa tidak peduli dengan kemarahan yang sedang Dania tunjukkan. "Jika sudah biarkan aku istirahat." Xander memilih keluar dari ruangan itu, ia memilih untuk istirahat di kamar lain.
Sepeninggal Xander, Dania melampiaskan amarahnya dengan membuang bad cover ke lantai, juga beberapa barang yang ada di meja rias.
"Alea!" teriak Dania.
Kini Dania merasa menyesal sudah mempertemukan Xander dengan Alea waktu di acara reuni. Niatnya untuk memamerkan hubungannya dengan Xander pada semua orang termasuk Alea justru kini menjadi bumerang baginya. Hal yang tidak pernah terduga membuat semua hal yang ia rencanakan jauh dari ekspetasinya.
"Ini semua gara-gara anak itu!"
"Aaaaaa!" Dania mengacak-acak rambutnya sendiri.