Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.
"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Raja Klono Melawan Barong.
#Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi
Paginya, Dodi melanjutkan perjalanannya dan sampai di perbatasan Kambil Etan.
Di gerbang benteng militer, Dodi menjalani pemeriksaan. Dia menyerahkan surat tugas dari Ormas Tukang.
##
"Wamena-wamena!"
"Roooaaarrr!"
Barong dan Supa melompat untuk melancarkan serang ke Klono dan Ganong.
Klono memanjangkan dan mengayunkan pecutnya. Ujung pecut di kibaskan ke tanah dan membuat suara gemuruh.
Gelombang kejutannya membuat Barong dan Supa tertahan dan berhenti untuk menahan serangan.
...****************...
Gelombang suaranya menyebar ke semua penjuru.
"Suara apa itu? Apa akan terjadi hujan?"
Para Jathilan dan Warok yang sedang bertarung dengan prajurit, Akik mereka terlepas.
"Heh?"
"Loh?"
"Apa akhirnya mereka berhenti kesurupan?"
Tingkah mereka berubah menjadi seperti Yudha yang berusaha melepas topeng dan akhirnya di kendalikan oleh topeng.
Mereka mengambil Akik dan langsung pergi.
"Kejar mereka!"
"Hoorraaa!"
Semua prajurit mengejar Jathilan dan Warok yang lari dari pertarungan.
...****************...
Di kegelapan, ada sepasang mata yang memperhatikan pertarungan mereka berempat.
"Danc**. Sosok asli yang ada di cerita Reog malah muncul."
"Rencana ku untuk menguasai gunung Liman jadi berantakan. Heeeeehh, kenapa rencanaku selalu tidak berjalan mulus?"
"Aaahh, terserahlah. Aku lihat dulu pertarungan mereka, baru aku pikirkan rencana lain."
...****************...
Supa merasakan ada listrik yang mengalir di tubuhnya. Listrik itu membuat tubuh Supa bergetar dan spontan melepas tombak dan perisainya.
"Aku ambil ini."
Ganong memanfaatkan kesempatan untuk merampas senjata Supa.
"Woii!" Supa berteriak geram karena hanya bisa melihat senjatanya di rampas.
"Heh!" Ekspresi nya berubah menjadi sumringah karena terpikir sesuatu.
"Ingin mencuri senjataku? Coba saja."
Supa berpindah tempat ke belakang Yudha.
"Apa?"
"Senjataku tidak akan bisa di curi. Karena kami saring terikat."
"Cok! Turun kau!"
"Tidak mau! Sepertinya kau sudah bukan Yudha, soalnya dia tidak mengumpat. Ini membuatku jadi tidak harus merasa bersalah karena harus memukulimu."
Supa menarik kepalanya ke belakang dan menghantamkan keningnya ke kepal belakang Yudha.
"Aaarrggghhh!"
Hentakan yang cukup keras di area yang krusial membuat Ganongan terhuyung dan tumbang.
"Loh? Sekali serang langsung ambruk. Tadi sok keras, ternyata lemas. Istrimu marah kalu kau cepat lemas."
Supa mengambil kembali tombak dan perisainya.
"Hmm? Suara apa itu?"
Supa memandang ke arah derak suara. Ternyata itu Jathilan dan Warok yang berlari ke arah mereka.
"Weh, Weh, makin rame!"
...****************...
Barong kembali melancarkan serangan. Gelombang kejut tadi hanya menghambatnya sementara. Dia kembali kambali bangkit dan terus menyerang dengan pukulan dan tendangannya.
Klono unggul dengan memiliki pecut di tangannya. Dia terus mengayunkan dan mengibaskan nya untuk menangkis serangan Barong.
"Cih! Bertarung lah dengan tangan kosong, Cok!" ucap Barong jengkel karena seranganya selalu di tepis.
"Haha, mengelus tanda tak mampu. Akui saja kalau kau lemah," ejek Klono.
Karena serangan nya selalu di tepis, Barong akhirnya menangkap pecut itu. Listrik menjalar keseluruh tubuhnya. Dia meringis menahan sengatan listrik.
Bulu merak yang terkena aliran listrik menjadi bersinar dan malah menyerap listrik itu.
"Apa?" Klono sontak terkejut.
"Hehe, Merak ku sangat suka listrik mu."
Klono mencoba menarik pecutnya dengan kuat, tapi Barong terus menggenggamnya bahkan menguatkan cengkeraman nya.
"𑆯𑆫𑆵𑆫 𑆮𑆫𑆫𑆢𑆳(Sharīra Vṛddhi) {Penguatan Tubuh}" Barong juga melafalkan Mantra untuk membantu menguatkan tubuhnya.
Listrik pun terus mengalir ke bulu Merak dan seluruh tubuhnya.
"Eeerrrggghh. Hiyaah ... Hiyaah ... Hiyaah."
Karena tak kuat melawan cengkeraman Barong, akhirnya Klono menggunakan rambutnya untuk terus membuat listrik statis, berharap Merak dan Barong akan terlalu banyak menyerap listrik dan meledak.
Barong yang merasa sudah cukup banyak menyerap listrik, segera melepaskan pecut dan mengeluarkan ledakan energi.
Klono pun terpental jauh.
"Haaahh ... Haaahh ... Haaahh."
Barong merasa tubuhnya mengalami perubahan. Tubuhnya penuh dengan kekuatan.
"Hahaha ... Hahahahaha!" Dia tertawa terbahak-bahak kegirangan karena tubuhnya mengalami peningkatan yang signifikan.
...****************...
"Weh, dia malah tambah kuat."
"Isssh, orang-orang ini sangat mengganggu."
Supa melawan gerombolan Jathilan dan Warok sendirian. Dia merasa kesal karena mereka tiada habisnya.
Memang menjengkelkan melawan musuh yang lemah tapi banyak.
"Seeraaang!" Para prajurit berteriak menyerbu Jathilan dan Warok.
"Lumpuhkan dan lepas topeng mereka! Jangan sampai menyakiti mereka!"
"Woooohh!"
"Nah, akhirnya. Figuran datang."
...****************...
"Apa? Dia semakin bertambah kuat lagi?"
"Bagaimana cara kita mengalahkannya?"
Ganang dan Ateng yang mengejar Barong, menyaksikan pertarungan mereka. Keduanya jatuh mental dan merasa tidak kuat lagi untuk bertarung melihat lawannya bertambah kuat.
"Para perwira yang lebih kuat dari kita saja tumbang semua melawan Raja Klono. Apalagi sekarang Barongan bertambah kuat."
"Habislah kita."
...****************...
"Haha, terima kasih karena telah membantuku meningkatkan kekuatan."
Tidak banyak perubahan yang terjadi pada tubuh Barong, hanya kekuatannya yang meningkat. Tapi ini sudah cukup baginya. Penampilan tidak menentukan kekuatan seseorang.
Yang berbeda hanya di bagian tengah bulu Merak, tertulis huruf Pallwa dengan corak listrik dan bulu yang bersinar.
Klono bangkit dan berlutut dengan bersusah payah. Dia terlalu banyak menggunakan Aji miliknya untuk menciptakan listrik statis.
Listrik di pecutnya juga mulai redup. Ganong di tundukkan dan pasukannya di hadang oleh para prajurit. Dia dalam situasi terpojok.
Barong memandang sinis ke Klono. Dia sumringah karena akhirnya dia bisa membalaskan dendamnya.
Dengan langkah tegas dan berat, dia perlahan mendekat ke Klono yang sudah batuk dar**. Dia melihat dari bawah matanya sebagai bentuk merendahkan.
Dengan perasaan geram, Klono hanya bisa memandang Barong dengan tatapan sinis. Matanya penuh amarah, tapi apalah daya, dia sekarang berada di bawah.
"Apa kau akan membunuhku?" tanya Klono dengan suara parau. Tapi Barong tidak menjawab dan hanya menatapnya.
"Aku sudah tidak tertarik dengan Songgo Langit. Lagi pula, dia sudah mati. Kalau pun dia hidup, itu sudah bukan dia lagi."
"Aku tidak faham kenapa kita bisa bangkit. Yang aku fahami, ini adalah sisa dari ingatan kita di masa lalu. Bahkan saat pertama kali aku terbangun, yang aku pikirkan pertama kali adalah membalas dendam kepadamu."
"Mungkin ada orang yang masih menyimpan ingatan kita dan membangkitkan nya."
"Apapun itu, aku tidak peduli. Yang penting, sekarang aku bisa hidup lagi. Walau bukan dengan tubuh asliku."
Setelah mengucapkan apa yang dia ingin, Barong melangkah pergi meninggalkan Klono yang masih berlutut.
"Kenapa kau tidak membunuhku? Apa kau sudah kehilangan hasrat untuk balas dendam?"
Barong berhenti berjalan. Dia memalingkan wajahnya ke samping dan melihat Klono dari ujung matanya.
"Membunuhmu? Kenapa harus? Itu bukan tubuhmu. Kau hanya numpang ingatan saja."
"Lagi pula, membuat orang yang ku benci berlutut kepada ku, itu sudah cukup."
Barong pun kembali melangkah pergi dan menghilang di kegelapan.
Supa menghampiri Klono yang sedang duduk bersila.
"Hei, bagaimana cara menyadarkan temanku?" Supa menunjuk Yudha yang terkapar di tanah.
"Lepas saja topeng nya. Mungkin itulah yang membuat kami bisa hidup lagi. Topeng itu menyimpan ingatan kami saat masih hidup," jelas Klono.
"Ooo, cukup mudah." Supa meninggalkan Klono dan berniat membuka topeng Yudha.
Saat akan menyentuh topengnya, tiba-tiba Yudha terbangun dan dia reflek memukul Yudha.
"Aaaaaaa!"
Merasakan pukulan di pipinya, Yudha segera melepas topengnya. Dia melihat Supa yang masih dalam kondisi mengepal.
"Apa yang kau lakukan?" ucap Supa jengkel.
"Aku niatnya ingin menyadarkanmu. Tapi karena kau sudah sadar, aku tidak jadi melakukannya."
"Terus kenapa kau malah meninjuku?"
"Ku kira kau terbangun dan masih kesurupan, ternyata sudah sadar. Maaf atas pukulan ku, tanganku terpeleset."
"Duhh, kepala belakangku sakit lagi," keluh Yudha merasa kepala belakangnya berdenyut.
Klono lewat di depan Supa Dan Yudha. Dia berjalan menghampiri pasukannya yang masih bertarung dengan prajurit penjaga perbatasan.
"Berhenti!"
Semua Jathilan dan Warok pun berhenti bertarung dan segera menghadap ke Klono. Mereka bertekuk lutut memberi hormat.
"Kalian, lepas topeng mereka."
Para prajurit bingung apakah mereka harus melakukannya atau tidak. Mereka saling pandang dan bertanya-tanya.
"Apa kalian tidak dengar. Lepas topeng mereka!" ucap Ganang memberi perintah.
Semua prajurit langsung menjalankan perintah dan melepas semua topeng mereka.
"Sisanya bantu amankan perwira dan kapten yang kalah melawan Raja Klono," sambung Ateng.
"Maafkan aku karena sudah membuat teman kalian terluka," ucap Klono dengan perasaan bersalah.
"Tidak perlu minta maaf. Kau melakukannya juga bukan karena keinginan mu. Kau saat itu sedang di kendalikan," balas Ateng.
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Tetap dalam tubuh itu atau kembali istirahat?" tanya Yudha yang sudah tau situasinya dari Supa, walau mungkin ceritanya agak melenceng.
"Aku akan kembali istirahat. Aku adalah orang masa lalu. Tidak mungkin mengambil kesempatan hidup orang masa kini, yang mungkin belum sempat merasakan nikmatnya hidup."
"Dan juga, tidak baik mengambil tubuh orang lain. Dia pasti punya keinginan yang belum terpenuhi dalam hidupnya," balas Klono.
"Terus, bagaimana dengan Barong? Siapa yang mau menghentikan dia?" tanya Supa merasa Klono seperti lari dari tanggung jawab.
"Cari saja orang yang mengendalikan kami. Pasti dia tidak jauh dari sini," balas Klono.
"Kalau begitu, semoga kau beristirahat dengan tenang," ucap Ateng mengharapkan hal baik.
"Ya. Dan jangan mengambil alih tubuh orang lagi. Mereka hanya membuat pentas seni karena kekaguman mereka pada kalian di masa lalu," ucap Yudha.
"Kapten, semua orang yang terluka dan pemain yang kesurupan sudah di amankan."
"Oke. Pinjam kereta warga sini dan bawa mereka semua kemarkas. Kita rawat mereka di sana," perintah Ganang.
"Baik kapten!"
"Oke. Terima kasih semuanya," ucap Klono sebagai salam perpisahan.
Dia memejamkan matanya dan kesadarannya menghilang. Tubuh itu terhuyung dan di tahan oleh Ateng.
Yudha melepaskan topengnya dengan hati-hati. Setelah itu dia memasukkannya ke dalam tasnya.
"Hei, itu pencurian. Kau akan kami tangkap," ucap Ateng dengan nada bercanda.
"Akan aku beli," balas Yudha.
"Ayo Supa! Kita kembali ke kereta. Pasti pak kusir sudah menunggu," ajak Yudha.
"Terus, kita tidak cari dalang di balik kejadian ini?" tanya Supa.
"Itu bukan urusan kita. Biarkan pihak berwajib yang mengurusnya," balas Yudha sambil melangkah kembali.
"Haaahhh. Perjalanan yang membosankan lagi," keluh Supa. Dia masih ingin bertarung dan belum puas dengan pertarungan tadi.
"Apa kau tidak lelah? Lebih baik istirahat saja. Siapa tau di tengah perjalanan nanti ketemu hal yang serupa."
"Apa itu mungkin terjadi?" matanya Supa bersemangat sambil mengejar Yudha.
"Mungkin. Tapi jangan berharap."
"Yaaaahh, tidak seru."
"Apa kau tidak ingin ketenangan? ..."
...****************...
"Yang masih pingsan, angkat mereka ke kereta. Yang sudah terbangun beri mereka jamu untuk pemulihan," perintah Ganang.
"Bagaimana kondisinya?" tanya seorang perwira yang telah sadar.
"Siap. Kondisi sudah aman terkendali. Semua orang yang terluka sudah di tangani. Mereka akan di bawa ke markas," lapor Ganang.
"Oke. Ceritakan kejadiannya saat di markas nanti. Aku sudah cukup lelah."
"Siap. Laksanakan."
Perwira pergi ke kereta dengan langkah tertatih-tatih.
"Tunggu! Apakah orang ini sudah ma**?" tanya Ganang yang melihat dua prajurit membawa tandu. Orang yang di bawanya tertutupi kain putih.
"Iya. Kami menemukannya bersandar di bawah pohon. Saat kami cek, dia sudah tak bernyawa."
Ganang membuka kain dan melihat jasad itu. Pakaiannya serba hitam dan memakai kain yang di putar di kepala, membentuk seperti blangkon.
"Apa mungkin dia pemain alat musik? Pakaiannya tidak seperti penari Reog."
Prajurit hanya menggelengkan kepala.
"Ya sudah. Amankan saja."
"Cepat bantu para perwira ...."
...****************...
Tiga pasang mata memandangi prajurit yang membawa jasad itu. Mereka bersembunyi di belakang rumah yang letaknya cukup jauh dari lapangan.
"Dukun tidak akan punya tempat untuk hidup."
...****************...
Barong berjalan dengan pelan di antara pepohonan. Dia berjalan mengikuti jalan setapak yang berada di gunung.
Tak lama berjalan, dia sampai di tempat yang banyak batu besar. Tempat itu cukup menyeramkan, dengan banyak akar menjalar di setiap batu.
Dia menelusuri sekitar batu dan menemukan batu yang berbentuk seperti kursi. Dia menghampirinya dan duduk disana.
Matanya memejam dan tubuhnya berubah menjadi manusia.
"Ku pasrahkan semua padamu."