Tujuh belas tahun lalu, satu perjanjian berdarah mengikat dua keluarga dalam kutukan. Nadira dan Fellisya menandatangani kontrak dengan darahnya sendiri, dan sejak itu, kebahagiaan jadi hal yang mustahil diwariskan.
Kini, Keandra dan Kallista tumbuh dengan luka yang mereka tak pahami. Namun saat rahasia lama terkuak, mereka sadar… bukan cinta yang mengikat keluarga mereka, melainkan dosa yang belum ditebus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Ungu_07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab:20 Kesibukan Di Cafe
Cafe malam itu lebih ramai dari biasanya. Musik live dari panggung kecil bikin suasana hangat dan riuh. Aroma kopi dan makanan ringan memenuhi ruangan.
Lista dan Cakra tampil tenang di atas panggung kecil cafe itu. Alka sibuk nganter dan bikin pesenan buat pelanggan. Sementara Athar sama sibuknya dengan Alka, sibuk ke dapur, ke pelanggan dan ke meja kasir untuk nyatet pesanan. Kadang juga marah-marah sendiri.
"Hidup kok jadi tukang fotocopy gini. Bolak balik, bolak-balik..."
Alka yang denger cuma nyengir sambil bawa nampan.
"Silahkan ya, Kak!"
Alka tersenyum ramah, lalu bergegas lagi menuju dapur. Pelanggan baru masih terus berdatangan. Membuat Alka dan Athar khawatir, bukan karena mereka keteteran. Tapi karena takut kursinya tak cukup.
Suara motor kembali terdengar memasuki parkiran. Kali ini bukan pelanggan, tapi Liona. Ia buru-buru masuk, langsung ngambil buku menu dan bantuin tanpa nanya.
"Silahkan, mau pesan apa?" kata Liona, sambil menyerahkan buku menu itu.
Customer itu mencatat pesanannya, setelah selesai, Liona langsung berlari masuk ke dalam dapur.
"Nih pesanan meja nomor lima." Liona menyerahkan catatan pesanan customer. "Ada yang udah beres belum, biar gue antar." katanya.
Alka yang tengah menggoreng kentang seketika bengong. "Liona, kamu ngapain datang?"
"Udah biarin, mau bantuin dia." sahut Athar yang berdiri di belakangnya.
"Tapi..."
"Udah buruan." sahut Athar sambil menyiapkan roti bakar dan rice mango. Pesanan yang barusan Liona bawa.
"Itu selesai belum, Ka?" tanyanya sambil berdiri samping Alka.
"Belum, lo handle dulu ini deh. Gue mau bikin minumannya." Alka mundur, berlari ke tempat khusus pembuatan minuman.
Liona langsung mengambil alih dengan semangat. Hawa panas dapur, membuat pelipisnya basah karena keringat.
"Na, meja nomor delapan belas udah beres nih." kata Athar yang menyelesaikan pesanan sebelumnya.
"Oke, gue angkat kentangnya dulu. Takut gosong." Liona langsung meraih nampan yang sudah di siapkan Athar. Ia berjalan cepat mengantar makanan.
Semua kesibukan mereka handle bertiga, sementara dua orang di atas panggung, suaranya sudah mulai serak.
Tapi untungnya cafe perlahan mulai agak reda. Tak ada lagi pelanggan yang datang, tak ada lagi pesanan yang masuk.
Dari atas panggung sana musik perlahan di hentikan.
"Guys, gue turun dulu. Suaranya udah serak kayak ember kekecilan." teriak Cakra pada pelanggan yang dari tadi ikut bernyanyi.
"Makasihhh semuaa! Kami break dulu ya!" kata Lista, ia tersenyum sambil melambaikan tangan, lalu turun dari panggung.
Suara penonton langsung riuh, di iringi dengan tepuk tangan dari mereka.
Keduanya langsung duduk lemas di kursi. Cakra ngambil minuman, Lista masih sedikit ngos-ngosan.
"Kering banget tenggorokan gue." kata Cakra sambil membuka tutup botol.
"Lo mah mending, duduk doang. Gue di sini... lari ke dapur, meja kasir, ke pelanggan. Lebih capek dari lo." sahut Athar, nada suaranya sedikit ngegas, tapi ada tawa di wajahnya.
"Lo pikir nyanyi nggak capek, harus jaga suara di bagian nada tingginya." celetuk Lista, menatap tajam Athar.
Alka menggebrak meja pelan. "Udahh, semuanya juga capek! Kalian pikir gue nggak capek."
"NGGAK!!" jawab Lista, Cakra dan Athar bareng.
Mulut Alka seketika terbuka. "Kalian... nggak lihat kerja keras gue." Alka nunjuk dirinya sendiri. "Jahatt! Kalian jahat!!" lanjutnya sambil nunjuk mereka satu per satu.
Tawa mereka langsung pecah, melihat ekspresi Alka yang sungguh di buat menyedihkan.
"Sabarr... ada gue kok yang lihat." Liona nepuk pelan bahunya.
Alka noleh cepat, senyumnya langsung lebar. Ia menaikkan alisnya beberapa kali.
"Btw, kalian mau lanjut nyanyi kapan?" tanya Liona, matanya tertuju pada Lista dan Cakra.
"Nanti aja, masih pengen istirahat gue." jawab Cakra sambil menyandarkan kepalanya.
"Lo aja sana yang gantiin." sahut Lista sambil nendang sepatunya pelan.
"Makanya gue nanya. Gue naik ya!" Liona bangun dari duduknya, merapikan rambut dan pakaiannya.
Alka mendongak, menatapnya. "Serius, Na?"
Liona mengangguk sambil tersenyum. "Lo mau ikutan juga?"
"Nggak ah, capek!" tolak Alka, tatapannya kembali jatuh ke atas meja.
Liona berjalan cepat menuju panggung. Senyumnya lebar.
Setibanya di atas panggung, Liona meraih mic. "Selamat malam semua, saya Liona, mohon ijinkan untuk menemani waktu santai kalian, dengan menampilkan sedikit kemampuan dance saya!" suara Liona menggema di dalam cafe.
Suara riuh customer dan tepuk tangan langsung menyambutnya hangat.
"Boleh banget!!"
"Boleh, Kakk."
"Huuu..."
Liona mulai menyalakan lagu yang sudah ia pilih. Begitu lagu di putar, tubuh Liona perlahan mulai bergerak. Hentakkan setiap iramanya cukup bagus, energik, ekspresif, kedipan lampu panggung seolah mengikuti gerakannya.
Alka menatapnya kagum, matanya berbinar, senyum di wajahnya lebar, sampai mulutnya terbuka.
"Gila... keren banget. Lionaa..."
Athar noleh arah Alka, nyikut bahunya. "Mulut lo mangap tuh. Tutup dikit napa."
Alka buru-buru nutup mulut sambil nyengir malu. "Ganggu aja lo."
Perlahan musik dan gerakan Liona berhenti. Orang-orang tepuk tangan lebih heboh dari tampilan nyanyi tadi.
"Makasih semua!" teriaknya, sebelum akhir ya ia berlari kecil turun dari atas panggung.
Napasnya masih ngos-ngosan. Tanpa mikir panjang, Alka refleks langsung memeluknya. "Liooo! Lo keren banget sumpah! Gue suka banget!"
Liona tertawa, pipinya merah nahan malu. "Gue tahu lo pasti suka. Tapi lepasin dulu, gue nggak bisa napas."
Alka langsung melepaskan pelukannya. Wajahnya nyengir kaku. "Sorry!"
Liona hanya menggeleng sambil menahan senyum. Perasaannya salah tingkah.
"Ciee..." goda Lista, sambil nunjuk ke arahnya.
"Apaansi, lagian Alka cuma refleks."
Athar memalingkan wajahnya, mual setengah iri. "Idih idih, reflek bapakmu."
"Berisik. Iri lo ya." Alka menatapnya sambil menaikkan alis.
Athar ngangkat bahu cepat. "Kagak, ngapain gue iri. Udah-udah, lanjut tuh beresin piring kotor."
"Beresin dulu hati lo yang kotor tuh, julid mulu perasaan." celetuk Alka sambil nyengir lebar.
"Sembarangan banget mulut, lo." Athar nunjuk wajah Alka.
Cakra menatapnya bergantian, ia menghela napas dalam. "Udahh, kenapa jadi adu mulut."
Athar senyum tipis, lalu berjalan menuju meja kasir. Sedangkan Alka dan Cakra berjalan menuju meja-meja yang sudah kosong, yang hanya menyisakan piring dan gelas kotor.
Liona masih diam di tempat, matanya mengikuti langkah Alka, bibirnya melengkung tanpa sadar. Tapi tak lama, senyum itu memudar setelah ia sadar, Lista tengah memperhatikannya.