Takdir mempertemukan Deanda Federer yang hanya seorang gadis miskin dengan seorang Putra Mahkota Alvero Adalvino dari Kerajaan Gracetian. Negara dengan sistem pemerintahan monarki absolut, di mana ucapan Raja adalah hukum mutlak.
Alvero dikenal tampan, cerdas, sekaligus sosok pengusaha hebat, namun juga dikenal keras, arogan, dingin, sekaligus dikenal playboy karena tidak pernah bersama dengan gadis yang sama lebih dari satu bulan. Namun beberapa rumor juga menyebutkan bahwa Alvero seorang gay. Untuk meredam rumor dan mempertahankan posisinya sebagai calon Raja sekaligus untuk dapat membalas dendam, Alvero sengaja menjebak Deanda untuk menikah dengannya.
Bagaimanakah perjalanan cinta mereka? Kenapa harus Deanda yang dipilih oleh Alvero? Dan apakah Deanda bisa menerima Alvero dan jatuh cinta padanya dengan perbedaan status yang begitu jauh? Ikuti perjalanan cinta mereka yang penuh perjuangan sekaligus romantis.
Cerita ini hanya fiksi semata, maaf jika ada kesamaan tokoh, nama, dll
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JE270608, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERTEMUAN DENGAN PANGERAN DION ADALVINO
"Selamat siang Pangeran Dion," Dion yang datang dengan diiringi oleh dua orang pengawalnya tertawa renyah melihat bagaimana para tim keamanan yang menjaga pintu keluar masuk gedung perkantoran Adalvino menyambut kedatangannya dengan sikap hormat.
"Erich!" Begitu Dion melihat sosok Erich yang sedang berdiri di depan meja resepsionis, menanyakan info tentang dokumen yang sedang ditunggu kedatangannya oleh Alvero, Dion langsung memanggil nama Erich yang langsung menoleh dan memberikan salam hormatnya kepada Dion.
"Selamat siang Pangeran Dion," Dion tersenyum dengan tangannya bergerak menandakan dia menerima salam hormat dari Erich sambil matanya melirik ke arah sosok cantik Cleosa yang sedang menerima panggilan telepon.
"Akhirnya besok aku akan mulai bekerja di sini, apa kakakku Alvero sudah memberitahumu?"
"Yang Mulia sudah memberitahukan hal itu kepada saya," Dion tertawa kecil mendengar jawaban Erich.
"Kamu tahu Erich, sudah lama aku menyukai sikapmu yang selalu tanggap terhadap segala situasi. Jika ada kesempatan suatu ketika kamu bisa menjadi pengawal pribadiku," Dion berkata dengan menepuk bahu Erich sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Cleosa yang baru saja menyelesaikan panggilan teleponnya, membuat Cleosa hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan sikap gugup karena rumor yang beredar di antara para pegawai yang mengatakan bahwa Dion merupakan laki-laki tampan yang bukan hanya dikenal playboy, namun dikabarkan sering berbuat mesum dengan memanfaatkan kedudukannya sebagai pangeran Kerajaan Gracetian.
Mendengar kata-kata Dion barusan Erich tetap diam dengan ekspresi datarnya, dengan sikap tubuh tegap sebagai tanda menghormati Dion, namun juga tidak menanggapi kata-kata Dion barusan. Sikap Erich justru membuat Dion tertawa dan menggerak-gerakkan telapak tangannya di depan wajah Erich.
"Kenapa kamu tidak menjawabku? Apa kamu tidak ingin menjadi pengawal pribadiku?"
"Maaf Pangeran Dion, untuk hal itu Pangeran Dion dapat mengajukannya kepada Yang Mulia Putra Mahkota Alvero, selama Yang Mulia Alvero memerintahkan, saya akan mengerjakannya,"
"Ck..., ck..., ck..., benar-benar anjing yang setia kepada tuannya," Dion berkata sambil menggerakkan tubuhnya ke depan, mendekati Cleosa, tidak lagi memperdulikan Erich yang tetap berdiri tegak di tempatnya dengan tangan terkepal.
Kalau saja Yang Mulia Alvero mengijinkan, rasanya ingin sekali aku menghajar wajah Pangeran sialan itu. Sudah sejak lama aku ingin sekali memukul Pangeran yang kata-katanya tidak pernah sopan ini, Erich berkata dalam hati sebelum akhirnya melangkah menjauh dari Dion yang seringkali setiap bertemu Erich memang selalu mengatakan kata-kata yang membuat telinga maupun hatinya menjadi panas dengan sengaja.
Erich baru saja melangkah masuk ke dalam lift untuk menuju kantor Alvero ketika tiba-tiba saja sebuah tangan terulur mencegah pintu lift menutup. Sebentar kemudian tampak sosok Dion yang dengan santainya ikut masuk ke dalam lift setelah pintu lift kembali terbuka. Dengan gerakan tangannya, Dion memerintahkan kedua pengawalnya untuk ikut masuk ke dalam lift, namun dengan gerakan lebih cepat, Erich langsung menghalangi mereka berdua.
"Pangeran Dion, kantor Yang Mulia Alvero bukan tempat yang bisa dikunjungi oleh sembarang orang. Mohon kedua pengawal Pangeran menunggu di tempat lain," Erich berkata dengan tubuh menghalangi kedua pengawal Dion dan kepala sedikit menoleh ke samping untuk memberitahukan kembali kepada Dion tentang aturan yang ada di gedung ini.
"ist..., seperti biasanya, kamu sama saja dengan Kak Alvero, ini dilarang, itu dilarang, seolah semua dunia ada di tangannya," Erich menahan nafasnya agar bisa mengendalikan dirinya menghadapi Dion yang sebenarnya sudah sekian lama begitu membuatnya muak dengan sikap kekanak-kanakan dan sok berkuasanya, seseorang yang baginya tidak pantas untuk dijadikannya sebagai tuan.
"Mohon maaf Pangeran Dion, jika Pageran keberatan dengan apa yang baru saja saya katakan silahkan Pangeran menghubungi Yang Mulia Alvero, jika beliau mengijinkan, saya dengan senang hati akan membiarkan kedua pengawal Pangeran," Dion melirik tajam ke arah Erich.
Mana berani Dion menghubungi Alvero hanya sekedar untuk meminta ijin agar kedua orang pengawalnya diperbolehkan untuk ikut menemaninya ke kantor Alvero, sedangkan hari ini dia datang ke gedung ini tanpa sepengetahuan dan ijin dari Alvero. Apalagi Dion teringat akan mamanya, Eliana saja tidak pernah diijinkan oleh Alvero menginjakkan kakinya ke kantornya, apalagi dua orang pengawalnya. Mengingat itu akhirnya Dion memilih untuk meninggalkan kedua pengawalnya walaupun awalnya dia sengaja ingin mengajak kedua pengawalnya justru agar Erich mendapatkan hadiah kemarahan dari Alvero.
Dion baru saja keluar dari lift bersama Erich ketika dilihatnya sosok seorang gadis cantik yang berjalan di depannya dengan mendorong sebuah meja makanan dorong di depannya. Tanpa bertanya apapun Dion berjalan dengan langkah-langkah cepat mendekati dodok gadis itu, dan dengan santainya tangannya bergerak ke arah bahu gadis itu yang dengan sigap justru langsung menarik tangan Dion dengan tangan kirinya, dan menarik tangan kanan Dion, mengunci kedua tangan Dion dengan tangan kirinya di punggung Dion, sambil mendorong tubuh Dion ke arah dinding yang ada di samping mereka dan menempelkannya ke sana, dengan lengan tangan kanan Deanda bagian bawah langsung mengunci leher Dion dengan siku tangannya menusuk ke arah bahu kanan Dion bagian belakang sehingga tubuh Dion tidak lagi dapat digerakkan.
Melihat itu walaupun Erich hampir saja tidak bisa menahan senyumnya karena untuk pertama kalinya melihat peristiwa bagaimana Dion yang memiliki hobi menggoda dan bersikap mesum kepada para gadis cantik kena batunya, dengan cepat Erich berlari mendekati mereka berdua.
"Nona Deanda..., tolong lepaskan Pangeran Dion," Mendengar Erich menyebutkan bahwa laki-laki yang hampir dihajarnya itu adalah Dion Adalvino, Deanda segera melepaskan kedua tangannya dan mundur dua langkah ke belakang, setelah itu memberikan salam hormat kepada Dion yang langsung menggerakkan tangannya memberi tanda agar Deanda menghentikan salam hormatnya sambil tangan kirinya mengelus-elus bahunya bagian belakang yang terasa sakit akibat tusukan dari siku tangan Deanda barusan.
Sial, gadis cantik yang kelihatannya lemah itu ternyata tenaganya kuat sekali, tulang-tulangku hampir saja dibuatnya patah. Jangan harap aku akan melepasmu dengan mudah, apalagi gadis secantik dan semenarik kamu. Tidak ada gadis yang boleh menolak seorang Dion Adalvino, calon Raja Gracetian di masa depan. Aku pastikan aku akan membuatmu menjadi milikku cepat atau lambat, Dion berkata dalam hati sambil menggerakkan bahu kanannya dengan gerakan memutar ke depan dan belakang untuk mengurangi rasa nyeri akibat tindakan Deanda barusan.
Pangeran Dion, adik tiri Yang Mulia Alvero, laki-laki playboy yang selalu ingin tampil dan mengalahkan kepopuleran Yang Mulia Alvero, selalu menjadi bahan gosip karena sering bertindak mesum terhadap gadis-gadis cantik, Deanda berkata dalam hati sambil kembali merapikan seragam toko roti yang dikenakannya dan mendorong kembali meja makanan dorong yang berisi cupcake hasil karyanya untuk Alvero tanpa perduli dengan tindakannya barusan kepada Dion, seolah tidak ada yang terjadi antara dia dan Dion.
“Erich, sebaiknya kamu segera mengantarkan aku menemui Kak Alvero,” Dion merapikan jas yang dikenakannya yang tampak sedikit kusut akibat tindakan Deanda barusan.
Tanpa menjawab perintah Dion, Erich berjalan menuju pintu kantor Alvero, mengetuk dan langsung membukanya begitu mendengar suara perintah untuk masuk dari Alvero melalui pengeras yang tersambung di bagian luar pintu. Ketika Erich membuka pintu kantor Alvero, Alvero sedang duduk di kursi kebesarannya yang berada di balik meja kerjanya, sibuk membuka lembaran-lembaran file di depannya, dengan Ernest yang berdiri di sampingnya.
Alvero langsung mendongakkan kepalanya begitu mendengar suara langkah lebih dari satu orang dan juga suara roda berjalan yang berasal dari meja dorong Deanda, dan mata Alvero langsung menyipit begitu melihat kehadiran Dion yang seharusnya baru diijinkannya masuk kerja besok pagi, bukan hari ini.
“Kak, aku datang berkunjung ke sini,” Dion berkata sambil menghempaskan tubuhnya ke atas sofa mewah yang ada di kantor Alvero.
“Aku ingin melihat-lihat kondisi tempatku bekerja, dan juga…,” Dion menghentikan kata-katanya ketika dilihatnya sosok Deanda yang mendorong meja makanan dorong ke arah Alvero.
Melihat tindakan Deanda, Dion langsung bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah meja kerja Alvero. Sekilas Dion melirik ke arah Deanda dengan senyum licik di wajahnya, karena sebuah rencana di otaknya tentang Deanda.
“Kak, apa Kakak tahu gadis ini baru saja membuat masalah denganku?” Dion berkata sambil menunjuk ke arah Deanda, dan perkataan Dion sukses membuat Alvero mengernyitkan dahinya, mencoba menebak apa yang sudah terjadi antara Dion dan Deanda sehingga Dion mengatakan kata-katanya barusan.
“Kakak harus menghukum gadis ini karena sudah berani menyerang salah satu anggota keluarga kerajaan. Kakak bisa tanyakan langsung kepada Erich. Dia adalah saksi hidup bahwa gadis ini sudah begitu lancang menyerangku tanpa alasan yang jelas,” Alvero langsung memandang ke arah Erich begitu mendengar perkataan Dion.
Melihat Alvero menatapnya dengan pandangan mata meminta penjelasan atas kata-kata Dion, Erich langsung memberikan kode kepada Ernest agar mengaktifkan earpiece nya agar dia dapat berkomukasi dari jarak jauh dengan Ernest.
“Lihat rekaman cctv 10 menit yang lalu di lokasi depan pintu kantor Yang Mulia Alvero,” Erich berbisik pelan memberikan info kepada Ernest yang langsung mengangguk.
Melihat apa yang dilakukan oleh Erich, dengan cepat Alvero sudah bisa menebak bahwa saat ini Dion dengan sengaja ingin menjebak Deanda dan sedang berusaha mencari kesalahannya. Menyadari Dion sedang merencanakan sesuatu kepada Deanda, Alvero langsung berjalan mendekat ke arah Deanda.
“Apa yang sudah dilakukan salah satu pegawaiku ini kepadamu?” Dion mengernyitkan dahinya mendengar perkataan Alvero.
“Pegawaimu kak? Sepertinya dari seragam yang dikenakannya dia bukan karyawan dari perusahaan Adalvino,” Tanpa memperdulikan pertanyaan dari Dion, Alvero membuka tutup piring saji yang ada di meja makanan dorong di depan Deanda yang sedari tadi memilih untuk diam mendengar pembicaraan antara Dion dan Alvero.
Begitu tudung saji terbuka, bukan hanya mata Alvero yang terbeliak, namun mata Dion yang sedang melirik ke sana ikut terbeliak melihat berbagai macam cupcake dengan warna dan hiasan di atasnya yang membuat orang menelan ludah karena tampilan cupcake itu harus diakui sangat menggiurkan, dari bentuknya orang sudah bisa membayangkan kelezatan cupcake itu.
Tanpa meminta persetujuan dari Alvero, Dion berjalan mendekat ke arah cupcake itu, meraihnya satu dan langsung memakannya. Ekspresi wajah Dion tampak begitu puas saat menikmati cupcake itu. Alvero yang melihat tindakan Dion hanya bisa menarik nafas panjang dengan tatapan mata hazelnya melirik ke arah Deanda yang tetap diam tanpa bereaksi.
“Kak, apa gadis ini yang membuat semua cupcake itu? Bisakah Kakak menyerahkan gadis itu kepadaku sebagai sekretaris pribadiku?” Baik Ernest maupun Erich langsung menahan nafasnya mendengar permintaan Dion kepada Alvero yang mereka tahu pasti tidak akan pernah dikabulkan oleh Alvero.
“Tidak! Dia juru masak pribadiku,” Alvero berkata sambil menatap Dion dalam-dalam dengan tatapan mata yang menunjukkan dia begitu tidak suka mendengar permintaan Dion barusan.