Anthony Chavez, ibunya Barbara, istrinya Dorothy dan kedua anak lelakinya Ethan Chavez dan Fred Chavez, ditemukan polisi sudah tidak bernyawa dengan tubuh lebam kebiruan di dalam kamar. Keempat jenazah itu saling bertumpuk di atas tempat tidur. Di dalam tubuh mereka terdapat kandungan sianida yang cukup mematikan. Dari hasil otopsi menyatakan bahwa mereka telah meninggal dunia lebih dari 12 jam sebelumnya. Sedangkan putri bungsu Anthony, Patricia Chavez yang masih berusia 8 bulan hilang tidak diketahui keberadaannya. Apakah motif dari pembunuhan satu keluarga ini? Siapakah pelakunya? Dan Bagaimanakah nasib Patricia Chavez, anak bungsu Anthony? Temukan jawabnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Menuju Minnesota
Satu jam kemudian, dengan menggunakan pesawat Sun Country Airline, Jylan Jackson dan istrinya Alyssa Conley terbang menuju Minnesota. Jadwal keberangkatan yang mendadak, membuat mereka kesulitan untuk mendapatkan penerbangan langsung tanpa transit. Seharusnya jika mereka memperoleh tiket penerbangan nonstop, waktu yang mereka butuhkan hanya sekitar 3 jam 39 menit. Sedangkan mereka hanya bisa memperoleh tiket penerbangan dengan sekali transit di Los Angeles, sehingga waktu yang mereka butuhkan lebih lama untuk sampai ke Minnesota sekitar 7 jam 53 menit.
Selama di dalam pesawat, Jylan tak lepas menggenggam erat tangan istrinya. Sesekali ia mengecup punggung tangan Alyssa kemudian mengusapnya lembut. Wajah cantik Alyssa saat itu sedang dihiasi dengan kabut mendung kedukaan. Mata bengkak dan sembab masih membekas di wajahnya. Pandangan matanya tak lepas menatap angkasa luas melalui jendela pesawat yang berbentuk oval itu.
Seorang pramugari datang dengan membawa airline food untuk para penumpang. Dua buah box berwarna kuning ukuran panjang 56 cm, lebar 23 cm dan tinggi 36 cm, diberikan pramugari cantik itu pada Jylan dan Alyssa. Pria 38 tahun yang memang sedang merasakan lapar, segera membuka box makanan miliknya. Sementara sang istri sama sekali terlihat tidak tertarik untuk menyentuhnya.
Di dalam box itu terdapat makanan berat berupa spaghetti sapi panggang, salad, vanilla ice cream, muffin coklat, segelas minuman beralkohol, dua botol air mineral dan beberapa bungkus makanan ringan.
Aroma khas spaghetti sapi panggang yang di lengkapi potongan kentang panggang disiram saus teriyaki menambah rasa lapar semakin menjadi-jadi.
Jylan mencoba menu utama yang disediakan pihak maskapai itu. Ia memegang lurus garpu dengan arah mata garpu ke bawah dan dengan posisi gagang yang tegak lurus. Kemudian mengambil spaghetti, mulai dari bagian pinggir piring. Setelah itu, menarik spaghetti dengan cara memutar garpu sesuai arah jarum jam dan tanpa memutus jalinan pasta yang berbentuk panjang, tipis, dan padat itu. Selanjutnya ia mengangkat dan memberikan spaghetti pada istrinya.
"Sayang, cobalah ini. Sepertinya cukup enak."
Alyssa yang mendengar Jylan memanggil namanya, menolehkan wajahnya.
" Aaa.... " Garpu berisi lilitan spaghetti di tangan Jylan menggantung di udara.
Alyssa menggelengkan kepalanya. Menolak suapan dari sang suami.
"Ayolah sayang, sedikit saja." Ucap Jylan dengan tatapan memohon.
Dengan terpaksa Alyssa membuka mulutnya. Membiarkan spaghetti sapi panggang itu menjamah rongga mulutnya. Jylan tersenyum melihat keberhasilannya membujuk sang istri untuk makan.
"Enak?"
Alyssa menganggukkan kepalanya.
"Kalau begitu, makan ya? " Jylan membuka airline food milik Alyssa, kemudian mengambil garpu yang disediakan di dalam box.
"Kau mau Aku suapkan?"
"Tidak. Biar Aku saja."
"Baiklah. Mari kita makan bersama. Ini ambillah." Jylan memberikan garpu yang ia ambil tadi dari dalam box pada Alyssa.
"Terima kasih sayang." Alyssa mengambil garpu miliknya dari tangan Jylan. Ia kemudian memutar spaghetti dan memasukkan ke dalam mulutnya.
Sesaat mereka larut dalam hening menikmati santap malam di atas ketinggian 35.000 kaki.
"Bulan ini, bulan kematian putri kita. Hampir 11 tahun yang lalu Quinn berpulang. Mungkin ini maksud Tuhan kenapa sampai sekarang kita belum dikaruniai buah hati lagi. Tuhan ingin kita merawat dan menjaga putri Sean." Ucap Alyssa lirih, memecah kesunyian di antara mereka.
Jylan mengangkat wajahnya. Ia terdiam mendengar perkataan istrinya itu seraya mengunyah pelan makanan yang ada dalam mulutnya. Alyssa kemudian melanjutkan perkataanya.
"Sayang, aku ingin kita merawat dan membesarkan putri Sean. Apakah kau tidak keberatan?"
Dengan tersenyum Jylan menjawab keinginan Alyssa itu sembari mengusap lembut pipi istrinya itu.
" Tentu saja tidak sayang. Aku tidak keberatan sama sekali."
Seulas senyum cerah terbit dari wajah sembab Alyssa...
.
.
Hampir 8 jam kemudian mereka tiba di Minnesota. Begitu menginjakkan kaki di kota kembar itu, mereka langsung menuju kantor Departemen Kepolisian Minneapolis, Minnesota.
^^^Minnesota adalah sebuah negara bagian di wilayah Upper Midwestern Amerika Serikat. Ini adalah negara bagian AS terbesar ke 12 dan terpadat ke 22, dengan lebih dari 5,75 juta penduduk. Minnesota dikenal sebagai "Negeri 10.000 Danau" karena memiliki lebih dari 14.000 perairan tawar yang masing-masing mencakup setidaknya sepuluh hektar, kira-kira sepertiga wilayah negara bagian ini berhutan, sebagian besar sisanya adalah padang rumput dan lahan pertanian. Lebih dari 60% penduduk Minnesota (sekitar 3,7 juta jiwa) tinggal di Minneapolis–Saint Paul, yang dikenal sebagai "Kota Kembar", pusat politik, ekonomi, dan budaya. Wilayah metropolitan terbesar ke 16 di negara bagian Amerika Serikat terdiri dari metropolitan kecil dan mikropolitan meliputi Duluth, Mankato, Moorhead, Rochester, dan St. Cloud^^^
Kapten Matthew Langer langsung turun tangan menemui Jylan dan Alyssa begitu mendapat informasi tentang kedatangan keluarga Conley.
"Selamat malam. Aku Kapten Matthew Langer. Ini Letnan Troy Oswald dan Letnan Andre Sayegh." Sambut Matthew sembari memperkenalkan anak buahnya.
"Selamat malam, Komandan. Aku Jylan Jackson dan ini istriku, Alyssa Conley." Jylan menyambut uluran tangan ketiga perwira kepolisian tersebut seraya memperkenalkan diri dan istrinya.
"Nyonya Alyssa adik kandung mendiang Sean Conley? " Tanya Matthew.
"Iya benar, Komandan." Jawab Jylan.
"Apa kabar, Nyonya?" Tanya Matthew sambil mengulurkan tangannya.
"Baik. Seperti yang Anda lihat Komandan." Alyssa berusaha tersenyum.
"Kami senang sekali mendengar keluarga Conley akhirnya datang. Begitu mendapat kabar kedatangan kalian, aku dan timku segera menuju ke sini." Ucap Matthew ramah.
" Maafkan kalau kedatangan kami tidak pada waktu yang tepat. Tadi pagi kami baru mendapatkan berita kematian Sean dari media. Mengetahui kabar ini, kami menuju ke sini secepat yang kami bisa." Ucap Jylan membuka kata.
"Tidak masalah, Tuan. Kami justru sangat senang sekali, anda berinisiatif untuk datang."
"Maksud kedatangan kami adalah ingin mengetahui secara langsung bagaimana hasil penyelidikan atas kematian saudara kami, Sean Conley." Tanya Jylan kemudian.
"Letnan Troy, bisa jelaskan hasil investigasi yang telah kita lakukan beberapa hari lalu?" Perintah Kapten Matthew.
"Siap Komandan. Jadi begini Tuan. Seperti yang pernah kami rilis ke media, berdasarkan hasil investigasi olah tempat kejadian perkara oleh Tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Departemen Kepolisian Minneapolis, kebakaran yang terjadi di kediaman mendiang Sean Conley berasal dari laboratorium bawah tanah milik korban. Pemicunya adalah akibat ledakan tabung pemadam api ringan yang ada di dalam laboratorium sehingga menimbulkan reaksi antara bahan-bahan kimia yang terdapat di sana."
"Ledakan tabung pemadam api ringan? Kenapa tabung itu bisa meledak?" Tanya Jylan. "Setahuku APAR bisa meledak jika telah mengalami kadaluarsa sehingga menimbulkan luka di dalam tabung akibat serbuk kimia yang dibiarkan terlalu lama. Kedua ledakan APAR disebabkan oleh suhu di dalam laboratorium memicu suhu tabung APAR melebihi 49°C atau turun sampai minus 44°C."
"Itu yang sampai saat ini menjadi tanda tanya bagi kami, Tuan. Melihat hal itu semua, apakah sekelas mendiang Sean Conley melakukan kecerobohan dengan membiarkan kedua hal itu terjadi?" Ujar Troy.
.
.
.