Aira memergoki suaminya selingkuh dengan alasan yang membuat Aira sesak.
Irwan, suaminya selingkuh hanya karena bosan dan tidak mau mempunyai istri gendut sepertinya.
akankah Aira bertahan bersama Irwan atau bangkit dan membalas semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fazilla Shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semua Orang Mulai Bermain Sendiri
Irwan sampai di ruangannya, ia segera menghubungi pihak yayasan agar segera mengirimkan asisten rumah tangga kerumahnya.
Capek juga jika setiap hari harus adu mulut hanya gara-gara asisten rumah tangga. Setelah selesai, Irwan kembali menghubungi anak buahnya, namun hasilnya kembali nihil.
Anak buahnya sama sekali tidak bisa menemukan dimana keberadaan Aira. Hal itu tentu saja membuat Irwan marah kepada anak buahnya itu.
"Kalian tidak becus!" bentak Irwan segera mematikan sambungan teleponnya.
Irwan memijit pelipisnya yang berdenyut. Kepalanya ingin pecah karena masalah satu persatu datang pada hidupnya.
"Aku semakin yakin kalau ada orang yang sengaja melindungi Aira. Tapi siapa? Nggak mungkin di seluruh pelosok kota ini Aira nggak ditemukan. Pasti ada orang yang sengaja menyembunyikan keberadaannya."
"Bagaimana kalau aku nggak bisa menemukan Aira dalam lima hari kedepan? Aku akan sangat malu pada semua karyawan di kantor ini."
"Sepertinya harus aku sendiri yang turun tangan untuk mencari keberadaan Aira. Kalau nanti aku menemukannya, aku akan langsung menyeretnya untuk pulang. Awas aja kamu Aira, kamu nggak akan pernah bisa lari dariku."
Dimejanya, Lisa sedang menggerutu kesal. "Berharap jadi Nyonya besar malah mau dijadiin pembantu. Kalau aku tau si Irwan pelitnya minta ampun, aku nggak bakalan mau jadi istrinya. Pasti dia menikahi aku kayak kemarin karena dia nggak mau ngadain resepsi. Dan bodohnya aku, malah mau aja dinikahi bawah tangan begitu, hah!" gerutu Lisa.
Napasnya memburu, ia sangat menyesal terlalu gegabah saat dulu memutuskan menjebak Irwan dengan kehamilannya yang malah berujung sengsara.
"Apa sebaiknya aku cari aja surat rumah yang ditempati saat ini ya? Setidaknya ada harta yang aku dapatkan dari Mas Irwan, bukan hanya jadi budak nafsunya aja," monolog Lisa.
"Kamu emang sangat pintar sekali Lisa," puji Lisa pada dirinya dengan senyum smirk yang terpatri dibibirnya.
*****
Pagi ini, Aira sudah bersiap dengan sepeda motor barunya. Ia sudah membawa semua baju ganti dan perlengkapan lainnya di dalam jok motor.
"Semangat hari ini, Aira. Badai pasti akan cepat berlalu," ucap Aira pada dirinya sendiri agar bisa semangat untuk menjalani hari yang sangat padat.
Aira segera naik ke atas motornya dan mulai melajukan motornya. Untung saja ia dulu pernah belajar motor, hingga Aira tidak kesulitan saat mengendarainya.
Aira melihat Ainun yang sudah menunggunya di pinggir jalan. "Ayo naik!"
"Makasih ya, Mbak Aira. Lumayan hemat ongkos," sahut Ainun sambil terkekeh.
Aira mulai melajukan motornya dengan pelan. "Tapi mungkin aku hanya bisa memberikan tumpangan pagi aja, Ainun. Karena kalau sore, aku harus ke tempat gym dulu untuk olahraga dan malam pulangnya. Nggak apa-apa kan kalau kamu naik angkutan umum buat pulangnya?" tanya Aira.
"Iya nggak apa-apa Mbak Aira. Masa yang numpang malah nggak mau naik angkutan umum. Tapi ini gratis tanpa dipungut biaya kan?" tanya Ainun.
"Iyalah. Aku nggak mungkin minta uang bensin sama kamu, tenang aja," ucap Aira sambil terkekeh pelan.
Ainun ikutan terkekeh dibelakang Aira. Tidak menyangka jika Aira adalah orang yang sangat baik.
"Kemarin gimana hari pertama kerja bersama Pak Agam, Mbak? Apa beliau marah-marah sama Mbak? Biasanya Pak Agam paling sensitif sama orang yang jelek Mbak. Tapi Mbak Aira nggak jelek kan ya, cuma berisi aja tubuhnya," ucap Ainun.
"Biasa aja kok, Ainun. Pak Agam nggak marah-marah berlebihan, ya namanya juga masih baru, butuh penyesuaian lah. Tapi enjoy aja sih, pekerjaan juga nggak terlalu banyak. Masih bisa aku handle," jawab Aira.
Salahnya sendiri yang bodoh karena cinta dan malah mengorbankan perusahannya untuk Irwan. Padahal kemampuannya jauh di atas Irwan. Hanya karena hasutan Irwan sejak pacaran membuatnya jadi tidak percaya diri untuk langsung terjun memimpin perusahaannya sendiri.
"Mbak Aira hebat banget. Aku juga tau kalau Mbak Aira nggak akan mungkin neko-neko seperti sekretaris sebelumnya," ucap Ainun.
Aira hanya tersenyum tipis. Ia tidak ingin menimpali dan hanya fokus untuk mengemudikan motornya agar tidak menabrak, melihat jalanan yang begitu padat merayap.
Aira dan Ainun akhirnya sampai juga di kantor. Ainun segera turun dari motor dan melepaskan helmnya.
"Akhirnya sampai dengan selamat," ucap Ainun.
"Ternyata lebih enak pake sepeda motor. Bisa kena angin sepoi-sepoi," sahut Aira. Ia segera mengambil tasnya dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kantor.
"Mbak, aku langsung ke sana ya!" ucap Ainun sambil menunjuk ke arah ruangan kebersihan. Tempat dimana para OB berkumpul.
"Iya sana. Aku juga mau langsung kerja, mumpung masih pagi harus semangat," jawab Aira.
Ainun pergi lebih dulu dan Aira juga langsung masuk ke dalam lift. Lift berjalan hingga sampai di lantai 20 dimana tempatnya bekerja.
Aira segera duduk dan mulai merenggangkan ototnya terlebih dahulu sebelum memulai kerja. Aira membuka tasnya, mencari buah yang ia siapkan sebagai sarapan paginya.
"Perut, kamu hari ini harus berkompromi ya. Nggak boleh sampai bilang kelaparan, kita harus bisa membasmi penyakit dan juga lemak yang sudah menumpuk banyak ini!" ucap Aira sambil mengusap perutnya.
Pak Agam yang baru tiba di depan meja Aira hanya melirik sebentar, lalu melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa lagi itu Bos pagi-pagi wajahnya udah begitu aja? Kayaknya dia dulu nggak pernah belajar yang namanya senyum," ucap Aira.
Aira tidak mempermasalahkan dan memilih untuk menutup kotak bekalnya dan kembali fokus bekerja.
Pak Agam yang baru tiba diruangannya, segera duduk di kursi kebesarannya. Ia masih kepikiran sama apa yang Aira katakan.
"Apa aku tanya si gendut itu ya? Bagaimana gejala yang dialami suaminya sampai tiba-tiba meninggal?" tanya Pak Agam pada dirinya.
Pak Agam tidak bisa tidur semalaman karena takut kalau dirinya tiba-tiba saja meninggal karena penyakit yang mematikan itu.
"Tapi si gendut itu sangat cerewet. Kalau aku tanya-tanya banyak hal, pasti dia bakalan curiga kalau aku mengidap penyakit yang sama dengan suaminya yang meninggal itu. Tidak, aku tidak ingin jika reputasiku sampai hancur."
Pak Agam akhirnya membuka laptopnya dan mencoba untuk fokus mengerjakan pekerjaannya hari ini.
"Kita berobat aja, Mas. Kamu lepas aja perusahaan, apa kamu nggak ingin segera sembuh? Toh harta juga nggak akan dibawa mati!"
Pak Agam masih terngiang-ngiang ucapan istrinya yang tadi pagi mengatakan hal itu sebelum ia berangkat kerja.
"Huft, aku pasti bisa fokus bekerja," ucap Pak Agam.
Ia memaksakan dirinya untuk fokus bekerja hari ini. Namun, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Pak Agam istirahat sebentar dengan menjatuhkan kepalanya di atas meja.
Tok ... tok ... tok
"Ya masuk," ucap Pak Agam sedikit keras.