Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 Hati Luluh
"Mama! apa yang dikatakan Papa barusan, apa sekarang dia sudah mulai membela anak itu dan bisa-bisanya menyalahkan kita berdua. Sudah jelas-jelas yang bersalah dalam hal ini adalah Zahra," ucap Tasya.
"Mama juga tidak mengerti apa maksud Papa kamu tiba-tiba saja seenaknya menceramahi kita berdua," ucap Shakira dengan kesal.
"Ma, aku tidak akan pernah membiarkan Zahra tetap bersama dengan Naldy. Apapun caranya hubungan mereka harus berakhir. Aku tidak peduli Papa sekarang berpihak kepadanya atau Zahra sedang mengandung. Aku mencintainya dan tetap ingin bersama dengan Naldy!" tegas Tasya.
"Kamu tenang saja, sampai kapanpun Mama selalu berpihak kepada kamu dan juga pasti akan membantu kamu. Zahra tidak pantas dengan Naldy," ucap Shakira.
"Ma, Zahra juga menyombongkan dirinya karena dia sudah lulus menjadi Dokter dan merasa sederajat dengan Naldy, dia juga mengejekku stop di situ-situ aja dan sementara karirnya sudah sangat baik dan juga mendapatkan suami yang sederajat dengannya. Aku tidak terima dengan semua perkataannya, aku benar-benar ingin memberinya pelajaran," umpat Tasya.
"Anak itu memang semakin lama semakin berani, bahkan tadi dia berani berbicara saat meminta izin papa kamu untuk menghadiri acara kelulusannya," ucap Shakira juga ikut-ikutan kesal.
"Mama harus berhasil membujuk Papa. Jangan sampai Papa menghadiri acara kelulusannya dan dia akan semakin besar kepala," ucap Tasya.
"Kamu tenang saja. Mama akan pastikan papa kamu lebih memilih Acara Mama dibandingkan anaknya itu dan dengan begitu Zahra akan menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak dipedulikan!" tegas Shakira.
Tasya menganggukkan kepala, dengan wajah kesalnya dan sudah tidak sabar membalas perbuatan Zahra.
******
Zahra terlihat begitu cantik duduk di meja rias. Zahra memakai kebaya syar'i berwarna peach. Bagaimana tidak berpenampilan cantik dan hari ini adalah kelulusan Zahra yang akan dilantik sebagai Dokter setelah mengikuti sumpah Dokter.
Setelah memakai riasan simple, kepala Zahra tunduk melihat ke arah perutnya dan mengusap perut rata itu.
"Nak, Mama tidak pernah membayangkan, jika kamu akan menemani Mama mendapatkan gelar resmi. Kamu akan menjadi saksi bagaimana Mama bersumpah menjadi seorang Dokter, dengan semua tanggung jawab Mama sebagai Dokter. Kamu harus tetap sehat di perut Mama. Kamu akan tetap menjadi kesayangan Mama. Mama akan terus menjaga kamu,"
"Terima kasih sudah hadir di rahim Mama, terima kasih sudah memberikan Mama semangat dan mempunyai alasan untuk bertahan," ucap Zahra dengan mata berkaca-kaca yang tersenyum tipis di wajah.
Tanpa Zahra sadari ternyata Naldy berdiri di depan pintu kamar dan mendengar semua perkataan istrinya. Perkataan itu cukup terharu sedikit. Naldy hanya terdiam ketika kata-kata itu diucapkan sang istri, raut wajahnya tampak pada sesuatu yang tidak bisa dibaca. Mungkinkah dia sudah mulai bersimpatik, merasa memiliki tanggung jawab.
"Naldy!"
Naldy kaget ketika ditegur dan begitu juga dengan Zahra ketika nama suaminya disebut menoleh ke belakang.
"Kamu kenapa berdiri di sini?" tanya Mila.
"Tidak apa-apa," jawab Naldy.
"Zahra kamu sudah selesai?" tanya Mila.
"Sudah," jawab Zahra menganggukkan kepala dan mengambil tasnya kemudian menghampiri Ibu mertuanya dan suaminya yang masih berdiri di depan pintu.
"Naldy, Mama minta sama kamu untuk hari ini ikut bersama Mama dan Papa untuk menghadiri acara kelulusan Zahra. Acara rapat dokter masih bisa kamu hadiri setelah hadir sebentar saja di acara kelulusan Zahra," ucap Mila.
"Baiklah," sahut Naldy akhirnya setuju juga setelah banyak pertimbangan.
Awalnya Naldy memang tidak setuju dan bahkan sudah mengatakan kepada Zahra tidak akan menghadiri acara kelulusan tersebut, tetapi entah mengapa tiba-tiba Naldy setuju dengan perkataan Mila.
Ekspresi Zahra cukup kaget melihat bagaimana ekspresi Zahra ketika suaminya setuju.
"Jika hanya berdiam di sini dan maka hanya membuang waktu. Aku tidak memiliki waktu banyak," ucap Naldy langsung berlalu dari hadapan Mila dan Zahra.
"Ayo Zahra, kita harus pergi," ucap Mila membuat Zahra menganggukkan kepala.
Zahra bersama suami dan ibu mertuanya berada di dalam mobil. Zahra tidak menyangka akhirnya suaminya ikut pada acara kelulusannya. Naldy saat ini sedang menyetir dan sementara dirinya duduk di belakang bersama dengan Mila.
Mungkinkah Naldy sudah mulai simpatik dengan Zahra, karena sebelumnya mendengar pembicaraan Zahra yang berbicara dengan bayinya.
"Papa senang Naldy, kamu akhirnya bisa menghadiri acara kelulusan istri kamu. Ini adalah acara momen penting. Hal ini ada hanya sekali saja. Kamu harus bersyukur karena kamu bagian dari kelulusan Zahra," sahut Sastra.
Naldy tidak menanggapi perkataan sang ayah. Mila sebagai seorang ibu juga terlihat senang, karena bagaimanapun putranya memang harus menghadiri acara penting untuk mau seperti apa alasan Naldy.
Tidak lama mereka sudah tiba di kampus Zahra. Mereka duduk di barisan paling depan untuk melihat proses sumpah dokternya Zahra.
"Jadi kedua orang tua Zahra benar-benar tidak datang," ucap Mila melihat di sekitarnya dan tidak menemukan kedua besarnya itu yang seharusnya jika duduk berdampingan dengan mereka.
"Mungkin masih di jalan," sahut Sastra.
"Masih di jalan bagaimana? Ini acara sudah berlangsung 1 jam, baik ayahnya maupun ibunya tidak ada di tempat ini. Ternyata benar, anak itu memang selalu dibeda-bedakan di dalam rumahnya," ucap Mila dengan mendengus kasar membuat Naldy melihat serius ke arah ibunya itu.
"Mama jangan berpikiran buruk seperti itu. Mana mungkin Zahra dibeda-bedakan di rumahnya. Meski ayahnya menikah lagi dengan ibu Tasya, tetapi yang saya lihat semua baik-baik saja," ucap Sastra.
"Baik-baik saja bagaimana? Apa Papa tidak melihat bagaimana mereka berdua memaksa Zahra untuk bercerai dengan Naldy, hanya karena ingin menikahkan Tasya dengan Naldy. Itu artinya mereka berdua tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Zahra," ucap Mila.
"Sudahlah! kenapa harus membicarakan hal ini. Mama dan Papa tidak perlu memperdebatkan hal-hal yang tidak penting. Zahra sedang gempa Dokter dan lihat saja bagaimana prosesnya. Kalian menyuruhku hadir untuk melihat acara ini dan bukan untuk mendengarkan kalian berdebat," ucap Naldy sedikit begitu kesal.
Mila menghela nafas dan kemudian melihat proses lanjutan bagaimana menantunya yang sekarang sedang gilirannya sumpah Dokter. Walau Mila dikenal sebagai ibu mertua yang cuek, tetapi dari tatapan matanya terlihat begitu bangga. Ternyata keluarga mereka bagian menjadi perjuangan Zahra untuk berada di titik ini dan bahkan Zahra juga sedang mengandung yang mana janin di alam kandungannya juga menjadi saksi keberhasilan ibunya.
Jangan tanya bagaimana ekspresi Naldy yang tidak terbaca, benar-benar datar tidak terlihat terpaksa berada dalam acara tersebut dan tidak terlihat juga bangga dengan istrinya berada di posisi itu.
Setelah Zahra selesai melakukan sumpah Dokter dan akhirnya menjadi Dokter resmi. Zahra tidak lupa mengucapkan syukur, Zahra melihat di sekitar tamu undangan yang menghadiri keluarga mereka. Mata Zahra tertuju pada keluarga suaminya yang ternyata masih tetap berada di sana.
Matanya berkeliling mencari seseorang, wajahnya tampak murung dengan dipenuhi rasa kekecewaan.
"Ternyata benar, Papa benar-benar sudah berubah dan tidak peduli lagi kepada Zahra. Menjadi seorang dokter adalah impian Papa dan Mama, sewaktu Zahra kecil kalian sering mengatakan hal ini kepada Zahra dan ketika Zahra sudah berada di titik ini. Papa bahkan tidak peduli sama sekali, tidak hadir di acara penting ini untuk Zahra," batin Zahra dengan mata berkaca-kaca.
Bersambung....