NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : Insiden Rem Blong

Reani keluar dari area pengadilan,

Dia baru saja menolak tawaran Breinzo untuk diantar dan menghentikan Doroti yang bersikeras untuk ikut bersama dirinya.

Reani ingin menenangkan dirinya usai persidangan tadi.

Reani memutuskan untuk menyetir sendiri dalam perjalanan pulang ke Mansion nya sendiri.

“Aku ingin sendiri,” katanya singkat.

Mobil hitamnya melaju keluar gerbang dengan kecepatan stabil. Tangannya mantap di setir. Wajahnya tenang—terlalu tenang untuk seseorang yang baru menutup tujuh tahun kebohongan.

Didalam mobil terlalu senyap dan jalanan sore itu cukup lengang.

Reani menarik napas panjang, dadanya terasa ringan.

Lampu merah di kejauhan menyala.

Reani menginjak rem, namun mobil tak kunjung berhenti.

Kakinya menginjak lagi, kali ini lebih dalam.

Namun tak ada hasil, rem mobil nya blo

Alis Reani mengerutkan dan kakinya refleks menginjak rem berulang kali.

Pedal terasa kosong.

“Tidak… tidak…” gumamnya.

Kecepatan mobil tidak berkurang.

Lampu merah semakin dekat.

Mobil lain mulai bergerak menyamping. Klakson bersahutan.

Reani menurunkan gigi mobilnya lalu membanting setir ke kiri, mencari ruang.

Namun jalan terlalu licin,

Terlambat.

Bunyi benturan keras menghantam sisi depan mobil.

Tubuh Reani terhempas ke depan. Sabuk pengaman menahan dadanya kasar. Kepalanya membentur sandaran. Pandangannya buram sesaat.

Suara logam beradu, kaca mobil Reani retak dan dengan cepat asap tipis keluar dari kap mesin.

Mobil berhenti.

Reani sulit untuk bergerak.

Napasnya terasa sesak, tangannya masih mencengkeram setir. Jantungnya berdegup cepat, tak teratur.

“Apa yang barusan terjadi…” bisiknya.

Ia mencoba menggerakkan jari tangan nya lalu kakinya? Sakit, tapi masih terasa.

Kepalanya  berdenyut.

Reani membuka sabuk pengaman perlahan. Bahunya terasa berat saat ia bergerak.

Pintu mobil di luar dibuka seseorang.

“Mbak! Mbak, kamu dengar saya?” suara pria panik terdengar.

Reani menoleh pelan.

Wajah orang-orang terlihat kabur.

“Aku… aku baik,” katanya, tapi suaranya terlalu pelan.

Dunia kembali berputar.

Kepalanya bersandar ke kursi. Mata coklatnya menutup perlahan, Reani kehilangan kesadarannya.

Ponsel di tasnya bergetar.

Satu pesan masuk.

Nama Gerald muncul di layar yang retak.

Sirene ambulans terdengar dari kejauhan, makin dekat, lalu memenuhi udara.

___

Bau antiseptik menyergap begitu Reani membuka mata.

Lampu putih menyilaukan. Suara monitor berdetak pelan di samping ranjang. Lehernya terasa kaku, kepalanya berat, dan ada nyeri tumpul di dada setiap kali ia menarik napas.

“Rea.”

Suara itu rendah.

Reani menoleh pelan.

Gerald berdiri di sisi ranjang. Jasnya masih rapi, tapi rambutnya sedikit berantakan—tidak seperti pria yang selalu tampak terkendali. Tangannya menggenggam sandaran ranjang terlalu erat.

“Kamu sadar,” ucapnya. Bukan pertanyaan.

Reani mengernyit. “Kenapa… kamu di sini?”

Gerald membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Sejenak ia menarik napas, mengatur diri.

“Kamu dibawa ke RS pusat,” katanya akhirnya. “Ambulans mencatat identitasmu.”

Reani menatapnya lurus. “Itu bukan jawaban.”

Gerald terdiam sepersekian detik terlalu lama.

“Bagaimana kamu tahu aku di RS?” tanya Reani lagi. Nadanya lemah, tapi tajam.

Gerald menghela napas. “Dari sekretarisku.”

Reani menyipitkan mata. “Kamu memata-matai aku?”

“Hm—tidak.” Jawaban itu terlalu cepat. “Aku hanya… memastikan kamu baik-baik saja.”

Reani hendak bicara lagi, tapi pintu ruang perawatan terbuka kasar.

“Rea sayang!”

Sisilia masuk hampir berlari. Wajahnya pucat, matanya langsung berkaca-kaca begitu melihat putrinya terbaring dengan perban tipis di pelipis.

“Ya Tuhan… anak Mama…” Sisilia menggenggam tangan Reani erat. “Kok bisa sampai kecelakaan begini, sayang…”

Breinzo menyusul di belakangnya. Wajahnya keras, matanya menyapu seluruh tubuh Reani cepat, memastikan adiknya utuh.

Doroti masuk terakhir. Tidak langsung bicara. Tatapannya justru jatuh ke arah Gerald sejenak, lalu kembali ke Reani.

“Aku nggak apa-apa, Ma,” ucap Reani pelan. “Cuma… kaget.”

“Kaget apanya, kamu hampir—” suara Sisilia patah. Ia menelan napas.

Breinzo akhirnya bicara. “Apa yang terjadi?”

Reani menoleh ke kakaknya. “Rem mobilku blong.”

Ruangan langsung hening.

“Apa?” Doroti mendekat satu langkah. Alisnya terangkat. “Blong?”

“Iya,” Reani mengangguk pelan. “Aku injak rem, nggak ada respon.”

Breinzo mengepalkan tangan. “Mobil kamu itu baru kami beli dua minggu lalu, nggak mungkin kan tiba-tiba blong.”

Doroti tidak duduk, ia berdiri di sisi ranjang, dengan lengan terlipat. Matanya bergerak cepat, penuh perhitungan.

“Blong itu jarang kejadian tanpa sebab,” gumamnya. “Apalagi mobil sekelas itu.”

Sisilia menoleh ke Doroti. “Jangan mulai dengan pikiran buruk.”

“Tante,” Doroti menatap Sisilia serius, “habis sidang yang didalam nya ada perdebatan lali Rea kecelakaan! Halo.... ini bukan waktunya untuk jadi naif.”

Gerald berdiri sedikit menjauh, tapi seluruh perhatiannya tertuju pada Reani. Ia tidak menyela, namun terlihat jelas bahwa rahang pria itu mulai mengeras.

Dokter masuk, memeriksa cepat, menjelaskan bahwa Reani mengalami gegar ringan dan memar di dada serta bahu. Harus observasi semalam.

Setelah dokter pergi, Reani menoleh lagi ke Gerald.

“Kamu datang cepat,” katanya pelan. “Terlalu cepat.”

Gerald bertemu pandang dengannya. Kali ini, ia tidak menghindar.

“Aku sedang diluar kantor.” katanya jujur. “Dan… aku memang meminta kabar tentangmu.”

“Sejak kapan?” tanya Reani.

“Sejak kamu keluar dari pengadilan.”

Ruangan kembali sunyi.

Doroti mendengus pelan. “Nah.”

Sisilia melirik Doroti tajam. “Doroti—”

“Tidak apa-apa, Ma,” potong Reani. Ia menatap Gerald lagi. “Kenapa?”

Gerald diam sesaat. Lalu berkata datar, tapi suaranya turun satu tingkat.

“Karena hari ini berbahaya buatmu.”

Reani menahan napas. “Kamu tahu sesuatu?”

“Aku belum tau,” jawab Gerald. “Tapi mungkin akan segera tau.”

Breinzo melangkah mendekat. “Itu wilayah kami.”

Gerald menoleh padanya. Tatapannya tenang, tapi tidak kendur.

“Apa kamu tau sesuatu,” katanya. “carilah informasi kejadian lengkapnya di wilayah itu.”

Reani memejamkan mata sesaat.

Kepalanya masih berdenyut. Tapi satu hal terasa jelas—

Ini bukan kecelakaan biasa.

____

Malam harinya, lampu kota terlihat kabur dari balik tirai tipis. Reani terbaring diam, infus menggantung di sisi ranjang. Kepalanya masih berat, tapi pikirannya sudah kembali bekerja.

Breinzo berdiri di dekat jendela, menelepon dengan suara ditekan. “Cek bengkel resmi, sekarang! Aku mau laporan lengkap—siapa yang terakhir sentuh mobil itu.”

Ia menutup telepon, lalu menoleh ke Gerald. “Kamu bilang wilayah ini berbahaya, maksudmu apa?”

Gerald tidak langsung menjawab. Ia membuka ponsel, mengetik cepat, lalu mengunci layar kembali.

“Ada tiga kemungkinan,” katanya tenang. “Kelalaian pabrik, sabotase, atau… modifikasi kecil yang tidak terdeteksi servis standar.”

Doroti mengangkat alis. “Modifikasi kecil?”

“Selang rem bisa dilemahkan tanpa terlihat rusak,” jawab Gerald. “Efeknya baru terasa saat kecepatan stabil.”

Sisilia menutup mulutnya dengan tangan. “Itu berarti—”

“Berarti ada yang ingin membuat Rea celaka.” potong Doroti dingin. “Bukan hari lain, tapi hari ini?!”

Reani membuka mata sepenuhnya. “Setelah sidang.”

Doroti menatapnya. “Iya.”

Sunyi kembali turun.

Nama Renata tidak disebut. Nama Anggita tidak disebut. Nama Juna tidak perlu disebut.

Semua orang memikirkannya.

Gerald melangkah mendekat ke ranjang. Tidak terlalu dekat. Cukup agar Reani mendengar tanpa orang lain perlu ikut masuk.

“Mulai malam ini,” katanya, “kamu tidak pulang ke mansion sendirian.”

Reani menatapnya. “Aku tidak suka dikekang.”

“Aku juga,” jawab Gerald cepat. “Makanya aku tidak memerintah, ini permintaan dariku..”

Breinzo menyela, “Kami punya pengamanan sendiri.”

Gerald menoleh. “Dan tetap terjadi.”

Tidak ada bantahan.

Doroti mengangguk pelan. “Untuk sementara, Rea ikut dia.”

Sisilia langsung menoleh. “Doroti!”

“Bukan ikut sebagai wanita,” Doroti menatap Gerald tajam. “Ikut sebagai target.”

Gerald tidak tersinggung. “Aku setuju.”

Reani menarik napas pelan. “Kalian berlebihan.”

Gerald menatapnya lurus. “Kamu hampir mati sore ini.”

Kalimat itu jatuh tanpa emosi. Justru karena itu terasa berat.

Reani memejamkan mata, lalu membukanya kembali. “Berapa lama observasi?”

“Semalam,” jawab Breinzo.

“Besok,” lanjut Doroti, “aku mau lihat rekaman CCTV sepanjang rute kamu. Dari gerbang pengadilan sampai titik tabrakan.”

Gerald mengangguk. “Sudah kuperintahkan.”

Sisilia menatap Gerald tajam. “Sejak kapan kamu sejauh ini?”

Gerald diam sebentar. Lalu menjawab jujur.

“Sejak saya tahu dia sendirian hari ini.”

Reani menoleh ke arahnya. “Kamu bilang kamu belum tahu apa-apa.”

“Aku belum tahu pelakunya,” kata Gerald. “Tapi aku tahu pola.”

Doroti tersenyum tipis. “Aku suka pria yang berpikir cepat.”

Breinzo menatap Gerald lama, lalu mengangguk sekali. “Kalau kamu main-main—”

“Aku tidak pernah main-main soal keselamatan,” potong Gerald.

Reani menghela napas, lelah. “Terserah kalian.”

Gerald meraih selimut, merapikannya sedikit—gerakan kecil, berhati-hati, tidak menyentuh kulitnya.

“Aku di luar,” katanya. “Kalau kamu butuh apa pun.”

Ia berbalik pergi.

Saat pintu menutup, Doroti berbisik pelan ke Reani, “Rea… pria itu tidak datang karena kebetulan.”

Reani menatap langit-langit putih. “Tidak ada yang kebetulan Doroti”

Di luar ruangan, Gerald berdiri diam di lorong rumah sakit.

Ia mengangkat ponsel. Menelepon satu nomor.

“Mulai sekarang,” katanya singkat, “prioritaskan satu nama. Reani Wijaya.”

Reani menutup telpon dengan wajah tenangnya.

bersambung.....

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!