Amanda Theresia, begitu populer seangkatan sekolahnya. Kepopulerannya bukan hal yang istimewa melainkan karena dia terkenal dengan images buruknya. Namun, siapa sangka gadis dengan image buruk itu justru menjalin hubungan dengan laki-laki baik. Begitu berbanding terbalik dengan dirinya. Bagaimana awal dan akhirnya nanti?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Enam tahun berlalu membuat Amanda terlihat berbeda dibanding awal dirinya pindah ke Bandung. Amanda yang dahulu masih seperti anak kecil kini terlihat seperti orang dewasa pada umumnya. Dengan tubuh yang berisi dan wajah yang terlihat fresh dilapisi make up natural semakin membuat dirinya menonjol.
"Tante Rut, Amanda mau ke toko di komplek depan, mau sekalian apa nggak?
"Nitip bumbu rendang sama opor ya Amanda, buat makan ibu dan bapak kamu nanti.
"Oke Tante," seru Amanda lalu segera pergi ke luar dari rumah.
Amanda dan kedua orang tuanya kini tinggal di kota Bandung. Tepatnya ketika Amanda mulai masuk ke dalam bangku perkuliahan. Amanda berhasil masuk ke salah satu universitas terbaik disana.
Selama kehidupan barunya, Amanda sama sekali tidak menjalin hubungan dengan siapapun meskipun banyak laki-laki yang menyatakan cinta padanya. Kekasih terakhirnya adalah Imanuel dan tunangan terakhirnya adalah Gibran.
Amanda sendiri masih bingung dan tidak tahu menahu bagaimana status tunangannya dengan Gibran. Masih berlanjut atau sudah selesai, Amanda tidak pernah bertanya dan kedua orang tuanya juga tidak pernah menyinggung itu.
Pernah beberapa kali Amanda mempunyai niat untuk menghubungi teman-temannya lewat akun sosial media mereka. Namun Amanda kembali berpikir dan menahan diri untuk menepati janji kepada kedua orang tuanya.
Tertekan? Tidak, Amanda tidak merasa tertekan dengan hidupnya sekarang. Amanda merasakan ketenangan dan kedamaian yang ia butuhkan. Bahkan Amanda banyak mengucapkan terima kasih karena kedua orang tuanya mengirimnya ke sini.
...****...
Memejamkan mata menikmati suasana yang sudah lama tidak Amanda rasakan. Suasana kota yang padat penuh kesibukan. Suasana kota yang membuat dirinya harus pergi menjauh untuk kebaikannya. Setelah sekian lama, kini Amanda dapat melihat perubahan yang cukup terlihat di kota penuh kenangan ini. Melangkahkan kaki mengikuti kedua orang tuanya untuk segera meninggalkan bandara dan menuju rumah.
Jantung Amanda berdetak cukup cepat. Entah perasaan apa ini, kenapa, dan apa-apaan ini. Rasanya Amanda takut, ragu, tidak siap, dan penuh kerinduan. Semua rasa itu bercampur aduk seakan memenuhi ruang rasa tanpa terkecuali.
Pikiran Amanda kini dipenuhi dengan segala kenangan dahulu kala dan bagaimana kedepannya. Bagaimana jika Amanda dipertemukan kembali dengan Gibran, teman-temannya, dan dia. Bagaimana Amanda harus menanggapi dan bagaimana Amanda harus memulai.
Delima yang menyadari atas sorot mata kekosongan anaknya pun angkat suara. "Sayang, kita makan di luar apa makan di rumah?" Tanyanya guna menyadarkan lamunan anaknya.
"Hah? Gimana?" Bingung Amanda.
"Mau makan dimana? Makan di rumah aja apa makan di luar?"
"Boleh deh, udah lama juga gak makan diluar."
...****...
"Kapan kita ketemu lagi? Kapan balik ke Jakarta?" tanya seseorang laki-laki gagah, berpenampilan rapi dengan jas yang melekat pas ditubuh penuh ototnya sembari tangan yang memegang foto seorang gadis cantik memandangnya sayu penuh kerinduan.
"Kalo kita ketemu, kamu nggak bakalan lagi aku lepasin. Bakalan aku kunci dikamar biar nggak pergi-pergi lagi ninggalin aku." Lirihnya dengan mata yang masih setia menatap foto berukuran kecil itu.
Tok...Tok...Tok...
"Pak Gibran, 5 menit lagi rapat akan segera dimulai. Semuanya sudah siap dan mari menuju ke ruangan."
...****...
Sementara itu di restoran
"Gimana sayang? Enak, kan?" Tanya Delima pada anaknya yang hanya diam memakan makanannya saja.
"Enak Ma."
"Kamu tahu nggak ini restoran siapa?" tanya Delima yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Amanda.
"Restoran ini miliknya Gibran."
"Gibran?" Delima mengangguk. "Gibran masih stay di Indo?" Kembali mamanya mengangguk ringan, membenarkan pertanyaan putrinya tentang keberadaan Gibran.
"Sudah-sudah, lagi makan nggak baik sambil bicara. Dihabiskan dulu," ucap Alexander yang dituruti oleh keluarga kecilnya.
Selesai menghabiskan makanan masing-masing, keluarga kecil itu tampak sedang berbincang-bincang kecil menikmati santainya sore hari.
"Setelah kamu kembali ke sini, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kan?" Tanya Alexander yang di angguki mengerti oleh Amanda.
"Papa dan mama sudah cukup tua dan harapan kami cuma ada di kamu karena kamu adalah anak satu-satunya."
"Maafin Manda atas semua keburukan yang udah Manda lakukan. Amanda akan berusaha menjadi lebih baik dan membuat kalian bahagia, bahkan bakalan buat kalian menikmati masa tua dengan kebahagiaan yang terus berdatangan."
"Amanda janji nggak bakalan mengulangi kesalahan yang sama. Amanda akan fokus ke papa, mama, dan perusahaan."
"Jangan terlalu larut dalam penyesalan. Yang terpenting kamu sudah berusaha merubah diri dan hidup lebih baik." Perkataan Alexander berhasil membuat mata Amanda berkaca-kaca.
...****...
"Mama, Amanda beneran udah balik?" tanya Gibran penuh semangat.
"Iya." Singkat mamanya menjawab. Gibran tersenyum dan segera berlari ke kamar guna mengganti bajunya dan mengambil kunci mobil untuk segera pergi menuju kediaman Amanda
Ia sangat merindukan tunangannya itu. Tunangan yang sudah enam tahun lamanya tidak pernah bertemu. Dengan perasaan membuncah penuh kegembiraan, senyuman yang sulit terukir kini dengan mudahnya terukir di bibirnya.
Sepanjang perjalanan pun Gibran tak henti-hentinya tersenyum seolah menunjukkan pada semua orang bahwa ia benar-benar sangat bahagia. Kebahagiaan yang sudah ia nantikan, kebahagiaan yang akhirnya datang, kebahagiaan buah dari kesabarannya.
Tok...Tok...Tok...
Gibran mengetuk pintu penuh semangat dengan perasaan yang sudah tidak sabar untuk meluapkan segala kerinduan yang ia pendam.
"Ma, Amanda ada kan?" tanya Gibran ketika pintu dibuka menampakkan mamanya Amanda.
"Masuk saja. Amanda ada di kamar," jawab Delima tersenyum melihat kelakuan Gibran yang saat ini berlari menuju kamar Amanda.
Menggelengkan kepala melihat anak dari sahabatnya masih saja sama. Bahkan tanpa basa-basi langsung berbicara tentang apa yang dituju. Sedikit tidak sopan, namun tidak apa-apa, Delima mengerti akan itu.
"How are you?" tanya Gibran langsung setelah membuka pintu kamar Amanda tanpa permisi sepertinya berhasil membuat sang pemilik kamar terkejut.
"Gibran..." Kaget Amanda. Gibran langsung memeluk tubuh ramping Amanda dengan erat dan mengecupi seluruh bagian wajah Amanda dengan kecupan-kecupan ringan penuh kerinduan.
"I miss you so much baby," ucap Gibran yang berhasil membuat Amanda terpaku, sedang Gibran dengan memandang Amanda penuh kerinduan.
"Maaf ya, aku pergi tanpa pamit pasti bikin kamu khawatir."
"Kamu berhasil buat aku khawatir bangat sama kamu," jawab Gibran lalu kembali mendekap tubuh Amanda.
"Gimana kabar kamu?"
"Sejak kamu gak ada kabar, kabar aku jauh dari kata baik." Perkataan Gibran semakin membuat Amanda merasa bersalah.
"Yang penting sekarang kamu udah balik dan ada didepan aku." Lanjut Gibran yang berhasil membuat Amanda tersenyum.
"Ngomong-ngomong setelah kamu pergi, kamu balik dengan aura yang beda bangat ya." Jujur Gibran yang masih betah memandang wajah Amanda lekat.
"Beda apaan? Yang ada justru kamu yang banyak berubah," ujar Amanda menarik perhatian Gibran.
"Berubah gimana?"
"Sekarang kamu lebih kelihatan dewasa and..." jawab Amanda dengan menggantung perkataannya.
"You look so sexy." Queen membisikkannya dengan suara lirih di telinga Gibran. Gibran menegang sesaat dan salah tingkah. Bahkan ia berusaha menahan kedutan di sudut bibirnya namun tetap saja tidak bisa.
Amanda sendiri tersenyum dengan tingkah dari respon Gibran setelah mendengar ucapannya. Gibran benar-benar terlihat lucu.
"Kamu harus dihukum karena main pergi ajah," ucap Gibran tiba-tiba yang membuat Amanda menyeritkan alisnya tidak terima.
"Apa-apaan? Nggak!! Kenapa aku harus dihukum?"
Mendorong tubuh Amanda ke ranjang dengan sedikit kuat berhasil membuat tubuh Amanda jatuh ke ranjang. Dengan sigap Gibran bergerak guna mengunci tubuh Amanda dibawah kungkungannya.
"Kali ini aku nggak akan pernah lepasin kamu lagi," ucap Gibran lirih dengan tangan yang membelai wajah Amanda dengan lembut.
Tanpa basa-basi lagi, Gibran bergerak cepat memberikan kecupan di bibir Amanda yang perlahan berubah menjadi lumatan kasar yang menuntun.
Tangan Gibran tidak diam dan mulai bergerak menggerayangi tubuh yang semakin terlihat indah hingga kini tangannya berhenti di dua buah gunung kembar yang ukurannya semakin bertambah lebih besar dari terakhir kali ia menyentuhnya.
Tok...Tok...Tok...
"Amanda..." Panggil seseorang wanita bersuara yang sudah tidak asing bagi keduanya.
"Stop it, Gibran...."