Rui Haru tidak sengaja jatuh cinta pada 'teman seangkatannya' setelah insiden tabrakan yang penuh kesalahpahaman.
Masalahnya, yang ia tabrak itu bukan cowok biasa. Itu adalah Zara Ai Kalandra yang sedang menyamar sebagai saudara laki-lakinya, Rayyanza Ai Kalandra.
Rui mengira hatinya sedang goyah pada seorang pria... ia terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak ia pahami. Antara rasa penasaran, kekaguman, dan kebingungan tentang siapa yang sebenarnya telah menyentuh hatinya.
Dapatkah cinta berkembang saat semuanya berakar pada kebohongan? Atau… justru itulah awal dari lingkaran cinta yang tak bisa diputuskan?
Ikutin kisah serunya ya...
Novel ini gabungan dari Sekuel 'Puzzle Teen Love,' 'Aku akan mencintamu suamiku,' dan 'Ellisa Mentari Salsabila' 🤗
subcribe dulu, supaya tidak ketinggalan kisah baru ini. Terima kasih, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama Keroppi
Ray sudah siap. Ransel dan kopernya sudah diletakkan di depan pintu. Ray berdiri sejenak di depan pintu kamar Zara yang masih tertutup rapat. Matanya menatap lekat, berharap bisa menembus pintu kayu itu dan tahu pasti isi hati adiknya.
“Zara... kamu benar-benar membuat aku khawatir. Kamu bahkan lebih berani dari yang aku bayangkan. Tapi apa kamu cukup dewasa untuk semua ini?”
Ingatan itu...
datang pelan, samar, tapi begitu hidup saat ia melihat siluet Zara melompat dari balkon tadi malam. Terdengar suara benturan dan desahan lirih, “Adooyyy…!”Lututnya jelas menghantam lantai.
Ray hanya diam. Tidak bergerak. Emosinya tergambar jelas melalui tangan yang terkepal erat di kedua sisi.
Kini,
Ray menyentuh dadanya pelan. “Zara menangis semalaman. Itu membuat dadaku perih." Rasa yang hanya bisa dimengerti oleh seorang saudara kembar. “Dan itu bukan di kamarnya... tapi bersama seseorang. Bersama Haru.”
Pikiran negatif sempat menggerogoti. Namun, entah mengapa, hatinya kini terasa lebih tenang. Seolah... ada kehadiran lain yang mampu menjinakkan badai dalam diri Zara.
"Apa Haru benar-benar bisa dipercaya? Apa dia orang yang tepat untuk Zara? Apa dia rela melepas semua impiannya demi Zara dan tak akan meninggalkannya?" Pertanyaan-pertanyaan itu belum menemukan jawabannya.
Ketenangan itu... adalah sedikit dari petunjuk yang tak terbantahkan. Meski Ray masih enggan mengakuinya, ia mulai menyadari satu hal:
Zara tidak lagi menangis sendirian.
“Zara belum bangun, Rayn?” pertanyaan Mama memecah lamunannya. "Mama akan membangunkannya kalo begitu."
Deg!
Ray menengok pelan. “Nggak perlu, Ma. Nggak perlu dibangunkan. Zara... nggak perlu ikut.” Karna ia tahu, Zara tak ada di kamarnya. Dan ia tidak ingin membuat Mama dan Papa khawatir.
"Tapi, ini hari yang penting untukmu."
"Nggak papa, Ma. Rayn nggak mau lihat wajah sedih Zara lagi. Itu malah akan mencegahku untuk pergi. Biarkan Zara di kamarnya."
"Um, baiklah."
Dalam Perjalanan ke Bandara Adi Soemarmo (SOC) – Solo. Ray diantar Mama dan Papa. Di dalam mobil, Ray hanya menatap keluar jendela. Langit Solo masih gelap, jam menunjukkan pukul 04:30 pagi. Aroma embun dan kabut tipis menyelimuti jalanan.
Mama menggenggam tangan Ray. “Jaga diri baik-baik di Inggris. Jangan terlalu keras pada dirimu... dan jangan terlalu keras pada Zara. Mama Papa, sangat menyayangi kalian berdua."
"Rayn akan vicall Zara kalo udah sampai di sana."
Mama tertawa kecil, menepuk tangannya. “Zara itu emang suka ngambek, tapi sayang banget sama kamu, Rayn.”
Papa yang sedang menyetir ikut bersuara, “Kamu tuh sayang banget sama adikmu. Kadang kayak lebih dari sayangnya Mama Papa ke dia.”
“Zara itu… belahan jiwaku, Pa. Bukan cuma kembaran.”
Papa mengangguk pelan. “Tapi, Rayn… kalian memang kembar. Tapi Allah nggak menciptakan kalian untuk hidup saling bergantung selamanya. Akan ada masanya kamu harus melepaskan.”
Mama menambahkan, “Suatu hari, Zara akan punya pasangan hidup. Dan kamu juga. Nggak bisa selamanya saling menggenggam, tapi bisa saling mendoakan.”
“Rayn ngerti, Ma, Pa. Makanya, Rayn selalu bersikap dewasa." Sejenak dia mengingat kenangan. "Ray jahat! Ray nyebelin! Aku benci." Kata-kata itu rela dia terima supaya Zara tidak banyak bergantung pada dirinya.
"Tapi masalahnya… Zara tuh yang nggak ngerti-ngerti. Masih suka nempel kayak lem tikus," lanjutnya.
“Itu karena dia nyaman sama kamu."
Ray mengakui, “Rayn cuma ingin dia bahagia. Dengan siapa pun nanti… asal jangan sama cowok aneh.”
“Kamu yang aneh.” Mama dan Papa menjawab hampir bersamaan.
Di Bandara
Setelah semua proses check-in selesai, Ray duduk sendirian di dekat gate. Boarding masih 30 menit lagi. Rasanya menyakitkan daripada dibombardir dengan emosi.
Matanya menerawang.
“Aku ingin kamu tetap adik kecilku, Zara. Tapi kamu bukan anak kecil lagi. Dan aku terlambat menyadari itu.”
SOC (Solo) → CGK (Jakarta)
Penerbangan berjalan tenang. Tapi Ray tidak bisa tidur. Kepalanya hanya terisi suara debat batin, wajah Zara yang menangis... dan suara Haru yang berkata:
“Gue akan hidup bersama dunianya.”
Transit di CGK (Jakarta)
Di Bandara Soekarno-Hatta, Ray punya waktu transit sekitar 6 jam sebelum terbang ke London. Dia menyendiri di kafe dekat terminal internasional. Memandangi pesawat-pesawat yang lepas landas.
“Apa aku terlalu protektif, atau memang Haru tidak bisa kupercaya?”
Dia baru sadar, tidak semua jawaban bisa didapat dengan cepat. Dan tidak semua jawaban harus disuarakan sekarang.
Panggilan boarding terdengar.
Ray berdiri. Menatap boarding pass-nya:
Jakarta → Doha → London Heathrow
Dia menarik napas dalam.
Saatnya terbang. Tapi hati Ray, masih tertinggal.
Di tempat lain,
Haru masih terlelap. Dalam mimpinya, suara tangis Zara menggema. Tangis yang sangat kencang. Tangis saat ia menyatakan cintanya… lalu mengucap, “Tapi aku harus pergi.”
Ia tak menyangka bahwa kata “pergi” bisa menyayat sedalam itu bagi gadis seperti Zara. Seolah dunia Haru, yang selama ini terasa tenang, kini dihantam gelombang kecil penuh air mata yang menyuarakan satu hal:
“Jangan tinggalin aku.”
Dan Haru pun teringat pada ucapan Zara ke Ray malam itu: "Aku nggak akan nangis meski abang pergi ke Inggris!"
Tapi di sini, dalam pelukannya Zara menangis. Terisak. Tak berhenti-henti. Bermenit-menit. Berjam-jam. Menenggelamkan wajahnya dalam dadanya, sesenggukan.
"Ah, begitu berharganya diriku untuknya. Aku… terharu, Zara."
Tangisan itu panjang. Lembut. Menyusup seperti hujan kecil di malam hari. Membekas. Dan Haru pun tahu, irama isakan Zara malam itu akan menetap di ruang hatinya. Tangisan yang justru membuatnya semakin jatuh cinta. Hingga Zara akhirnya tertidur dalam pelukannya.
Namun suara dalam mimpi itu belum usai.
Zara sudah bangun. Gadis itu berada di balkon. Berteriak dramatis dengan mencampur suaranya bersama udara pagi yang sangat dingin.
"Haru sayaaangg sama akuuu!!"
"Tapi dia mau pergiiiii!!"
"Aku nggak maaaauuu!!"
"Aku nggak mau dia pergiii!!"
"Aku sayaaang sama diaaa!!"
"Aku sayaaang sama Haruuuu!!"
Haru dalam tidurnya, jantungnya berdetak seperti genderang perang. "Ahh, membuatku ingin memeluknya lagi..."
Tapi kemudian…
Suasana jadi kacau balau.
"Kyaaa!! Keroppiiii!"
Zara berjingkat-jingkat sambil menunjuk-nunjuk ke arah kakinya sendiri. "Keroppiii lompat! Dia masuk masuk!! Aku harus kejar!!"
"Ke mana?! Ke manaaa dia?!"
"Aik? Keroppi masuk ke celana Haruuuu!!" Teriaknya dramatis sambil berusaha menangkap 'keroppi imajiner' itu. ~kungkok
Haru langsung terbangun dari tidur di sofa, setengah linglung, setengah kaget, dan seratus persen bingung. "Za—Zara?! Ada apa?!"
Zara panik menunjuk bagian bawah tubuh Haru, wajahnya tegang. "Itu!! Keroppi masuk ke celana kamu! Aku lihat dia melompat! Gerak-gerak gitu! Serem!! Dia terperangkap!!"
"APA?!" Haru langsung menegakkan punggungnya.
Hup! Zara langsung menangkupnya.
"Zara, stop! Jangan— jangan pegang itu!!" Dia panik setengah mati. "Ugh!"
Zara nekat ingin menolong, "Berhasil ketangkep. Tapi, tapi gimana ngeluarinnya?!!"
"ZARA ITU BUKAN-- BUKAN KEROPPI!!" teriak Haru sambil melonjak mundur dengan wajah terbakar merah.
Zara cuma diam, lalu…
"Eh?"
"...OH."
Pipinya memerah.
Dan setelah 3 detik hening yang sakral…
"Uwaaa!!! Maaf!! Aku nggak sengajaaa!!" Zara menutup wajahnya dengan bantal.
Haru hanya bisa menatap langit-langit sambil menarik napas panjang. "Kenapa kamu selalu bikin hidupku kayak drama absurd penuh kejutan, Zara. Kamu ingin melihat Keroppi yang sesungguhnya, Hah?!"
"ENGGAAKKKK!!"
../Facepalm/