NovelToon NovelToon
Dia Juga Anakku

Dia Juga Anakku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Duda / Janda / Hamil di luar nikah / Cerai
Popularitas:56.7k
Nilai: 5
Nama Author: Yutantia 10

Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

USAHA TIDAK SIA-SIA

Perut lapar di tengah malam, memang sesuatu yang gak enak banget. Penyebab terbesarnya, tentu karena susah nyari makanan. Dan kalau sudah begitu, alhasil apa yang ada, itu yang dimakan, meski aslinya tidak suka.

Ara menghela nafas panjang saat tak menemukan roti di atas meja makan. Padahal biasanya hampir setiap hari ada, tapi malam ini zonk. Nasibnya sedang tidak baik. Hanya ada pisang di atas meja, buah yang sebenarnya tidak ia sukai, namun mau gimana lagi, ia butuh pengganjal perut agar laparnya hilang dan bisa segera tidur. Namun baru makan beberapa gigitan, ia malah pengen muntah.

Dapur menjadi tujuan Ara berikutnya, setelah tak sanggup menghabiskan sebiji pisang. Mencari makanan di dalam kulkas, dan hanya menemukan apel. Mengambil sebiji apel, mencuci lalu memakannya. Namun tiba-tiba, ia terpikirkan mie instan. Sepertinya semangkuk mie instan kuah, bisa membuatnya kenyang dan rasanya nikmat.

Ara membuka kabinet kitchen set bagian atas. Senyumnya mengembang melihat dua bungkus mie instan disana. Sayangnya bukan kuah, namun goreng. Tak apa, yang penting bisa dimakan, varian goreng, juga tak kalah enak kok, apalagi untuk yang sedang kelaparan seperti dia. Mengambil sebungkus, lalu merebus air. Melihat air yang mulai mendidih, Ara membuka bungkus mie. Namun betapa kagetnya dia, saat ada yang menarik mie di tangannya.

"Gak boleh!" Meru mengambil alih mie tersebut.

"Meru!" Ara melotot. "Ngagetin aja tahu gak," memegang dadanya yang sempat berdetak cepat. Langkah kaki Meru tak terdengar sama sekali, membuat ia tak tahu jika suaminya tersebut menyusul ke dapur. "Aku kira hantu tadi."

"Gak ada hantu seganteng aku."

Ara berdecak, "Mulai deh." Ia menunduk sambil mengusap perut. "Jangan nurunin sifat papa kamu yang satu itu ya, Nak. Gak boleh sombong, karena semua yang kita punya, hanya titipan, termasuk muka ganteng," melirik Meru penuh arti. "Sini mie nya," berusaha mengambil mie di tangan Meru.

"Gak boleh!" Meru meletakkan mie tersebut ke tempat tinggi yang sulit dijangkau Ara. "Gak baik makan mie instan, apalagi wanita hamil kayak kamu. Hal sepele kayak gini, masa gak tahu."

Ara membuang nafas kasar. "Yang penting gak tiap hari. Mie instan termasuk makanan darurat. Dan kelaparan tengah malah, masuk katagori darurat. Jadi sah-sah aja makan mie instan."

"Gak usah cari pembenaran."

"Tapi aku lapar," Ara mengiba.

"Makan yang lain aja."

"Gak ada."

Meru tak percaya, mengecek sendiri isi kulkas, mencari sesuatu disana. Makanan alternatif lain selain mie instan pokoknya. "Ada telur, sayuran, tempe, tahu, dan ikan," ia hanya tahu itu ikan, tapi tak tahu ikan apa lebih spesifiknya.

"Lama kalau harus masak, udah gitu gak ada nasi."

"Orang yang males mikir ya kayak gitu," cibir Meru. "Gak bisa nyari alternatif makanan yang gampang, cepat, dan menyehatkan." Mengambil empat butir telur, menunjukkan pada Ara. "Kan bisa makan telur rebus, lebih sehat."

"Gak suka kalau cuma direbus. Kalau dicampur mie instan, enak," ia tersenyum, membayangkan mie instan campur telur.

Meru tak peduli seberapa enak mie instan campur telur. Berjalan menuju wastafel, mencuci telur tersebut lalu memasukkan ke dalam panji yang airnya sudah mendidih, air yang awalnya untuk merebus mie. "Bereskan, tinggal nunggu beberapa menit," merasa idenya sangat brilian.

"Gak enak telur rebus doang."

Meru mendorong pelan kepala Ara menggunakan telunjuknya. "Ya kalau gak enak, mikir, gimana caranya biar enak. Cocol pakai kecap kek, gula, garam, saus, atau apa aja."

Ara tiba-tiba teringat sesuatu. Sering membuka kulkas, membuat dia lumayan hafal ada apa saja di dalam sana. Seingatnya ada bumbu kacang alias sambel pecel. Yup, ternyata benar, ada sambal kacang di dalam kulkas saat ia cek. Mengambil sambal tersebut, pokcoy, juga sepotong tempe.

"Bantu aku bikin pecel," Ara menunjukkan apa yang ada di tangannya pada Meru.

"Nyari alternatif, ya gak pecel juga Ra," Meru memutar kedua bola matanya malas. "Terlalu lama masak pecel," itu perkiraannya. Dia mana tahu aslinya lama atau tidak. "Kita harus buruan tidur karena besok ujian."

"Cepet kok, asal kita bagi tugas." Ara menyerahkan pokcoy pada Meru. "Kamu potong ini lalu cuci, aku goreng tempe."

"Gak bisa."

"Hal sepele gitu aja gak bisa," ejek Ara, membalas ucapan Meru. "Ya udah aku aja yang ngurusin pokcoy, kamu goreng tempe."

Meru garuk-garuk kepala. "Gak bisa," tersenyum tanpa dosa.

"Apa-apa gak bisa," Ara mendelik kesal. "Terus bisa kamu apa?"

"Banyak, tapi bukan urusan dapur. Aku bisa matematika, fisika, futsal, basket," terus menyebutkan banyak sekali keahliannya, termasuk keahlian bikin cewek kelepek-klepek.

"Udah-udah!" Ara pusing sendiri. Mendengus kesal, lalu mengerjakan semuanya sendiri. Setelah semua matang, menyusun dalam piring lalu menyiram dengan bumbu kacang. Gak pakai nasi jadilah, asal banyak pasti kenyang.

"Baru tahu kalau pecel bisa dimakan tanpa nasi gini," Meru tampak lahap sekali, tak sadar Ara menatapnya kesal sejak tadi.

"Perasaan aku yang lapar, kok kamu yang makannya lebih cepat," protes Ara.

"Ah, masa sih?" Meru malah tak sadar. "Ya udah, aku pelanin."

"Udah mau habis, telat!" sewot Ara.

"Bumil gak boleh ngambekan," Meru terkekeh, mengacak poni Ara.

Selesai makan, mereka langsung tidur mengingat besok ujian. Semoga saja besok tidak ngantuk, karena sekarang sudah hampir jam 1 malam, mereka belum tidur. Meru sudah sempat tidur sebentar, beda dengan Ara yang belum tidur sama sekali.

Hari pertama ujian, Ara berkali-kali menguap karena kantuk. Untungnya ia masih bisa mengerjakan semua soal. Hasil les privat memang tidak kaleng-kaleng, ia mengakui itu. Pantas saja Meru sangat pintar. Pria itu dianugerahi IQ tinggi, ditambah penunjang lain contohnya buku-buku yang lengkap dan les privat, membuatnya bisa terus juara umum.

"Gimana?" pulang sekolah, Meru langsung bertanya pada Ara. Ia sendiri sama sekali tak mendapatkan kesulitan, yang ada justru khawatir dengan Ara.

"Alhamdulillah."

Meru bernafas lega.

Hari-hari berat dan menegangkan, akhirnya usia juga. Hari ini, mereka telah merampungkan semua ujian, hanya tinggal menunggu hasil. Meru sudah bisa santai-santai karena ia sudah diterima di PTN lewat jalur prestasi, sementara Ara masih harus berjuang untuk tes masuk PTN.

"Udah malem, tidur," Meru memperingati Ara yang belajar hingga jam 11 malam. Biasanya jam 10 Ara sudah akan mengakhiri belajarnya, namun malam ini, wanita itu melewati batas jam biasanya.

"Belum ngantuk."

"Bumil gak baik begadang. Lagian siang hari, kamu juga udah belajar." Ara sudah tak datang ke sekolah sama sekali setelah menyelesaikan ujian. Beda dengan Meru, yang kadang masih datang untuk urusan ini itu, termasuk hanya pengen ketemu kawan-kawan.

"Bentar lagi lah, 30 menit lagi."

"Enggak!" Meru tak bisa mentolerir. Ia merasa jika semangat belajar Ara, jauh lebih tinggi saat ini ketimbang mau ujian akhir. Sekepengen itu ia masuk ke PTN. Padahal kalau pun tidak keterima di PTN, masih banyak universitas swasta.

Melihat Meru marah, Ara mau tak mau menuruti kemauan suaminya itu, membereskan laptop dan buku-bukunya, lalu tidur.

"Yeeees!" teriak Ara saat melihat pengumuman SNBT. "Alhamdulillah," mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Air matanya menetes, terharu karena akhirnya ia bisa mewujudkan keinginan orang tuanya.

"Jogja?" Meru kaget saat tahu Ara diterima di universitas yang ada di Jogja.

"Iya, aku bakal kuliah di Jogja, kampus ayahku dulu," Ara memang tak mengatakan soal universitas pilihannya juga prodi yang dia ambil. "Aku bahagia sekali Meru, akhirnya aku bisa mewujudkan impian ayahku. Usahaku belajar mati-matian, tidak sia-sia," sambil menangis bahagia, memeluk Meru dari samping.

1
MACA
skaing pengennya wujudkan impian ayahnya..... belajarnya mati2an. komunikasi mereka masih buruk
Rizky Nila Nurmala
awal bencana dalam rumah tangga.. meru semoga bisa balikan lg sama ara
Chalimah Kuchiki
indah bgt masa2 manten baru kaya harmonis sama keluarga meru, jadi takut bakal ada badai nya sebesar apa ara 😭
Ari Atik
semoga terus terjalin sampai nanti...
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
Hafifah Hafifah
aduh simeru g peka deh lw bumil lagi g bisa tidur
Hafifah Hafifah
gara" cemburu makanya pulang cepet
Ari Atik
semangat
thor...
masih ngikut..
Ari Atik
wkwk. .
ngakak jgaa gara2 rujak .
Ari Atik
next...
masih ngikut..
Ari Atik
lanjut..
Ari Atik
awalnya mewek...

eh akhirnya senyum2..
Ari Atik
dan sah...

teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
Ari Atik
menjelang sah
Ari Atik
aduh...
berat deh klau punya ipar kyak imel
Ari Atik
enaknya kalau punya martua yg baik...
Ari Atik
ikut sakit jdi rara...
Ari Atik
ara......
semeru.....
Ari Atik
good..../Good/
Ari Atik
I LIKE .....
Ari Atik
lanjut...
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!