NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:592
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 25 Lo ... Dzaka kayak gini karena Lo!

"Dzaka hampir tabrakan?"

Raffa melihat dengan jelas Tanvir yang tersentak ketika mendengar suaranya. Bahkan dia melihat dengan jelas wajah Tanvir memucat.

Dengan pasti, Raffa berjalan mendekat ke arah Tanvir. Tatapan tajam dia layangkan pada Tanvir yang masih saja bungkam. Napasnya mulai memburu mencoba menahan amarah yang mulai mencuat ke permukaan.

"Lo punya mulut, kan?" sarkas Raffa seraya berdiri tepat di hadapan Tanvir. "Jawab pertanyaan gue!" ujarnya lagi penuh penekanan.

Tanvir dengan pemikirannya yang masih kalut akibat rentetan kejadian menegangkan yang dia lihat, hanya bisa menunduk dalam. Tak lama satu tetes air jatuh membasahi wajah pucatnya.

Raffa yang emosinya kian menggebu menarik kerah kemeja Tanvir dan sebuah pukulan dia layangkan ke wajah Tanvir.

"Jelasin, Vir! Jelasin ke gue, Dzaka kenapa?!"

Tarikan Raffa di kerah Tanvir semakin kencang, melampiaskan amarah yang ada di dalam dirinya. Inilah Raffa yang sebenarnya. Raffa sebelum bertemu kedua sahabatnya ini--kasar dan mudah tersulut emosi.

Melihat wajah Tanvir semakin memucat, Dimitri yang sejak tadi memilih diam, akhirnya mencoba menyentak tangan Raffa.

Raffa langsung menoleh, melihat seseorang yang menyentak tangannya kasar. Ketika melihat Dimitri lah orangnya, matanya semakin nyalang.

"Tenang dikit bisa gak?" Bukannya merasa terintimidasi, Dimitri balas menatap Raffa tajam.

Raffa memilih mengabaikan Dimitri. "Bukan urusan lo!" tekannya dan kembali menoleh ke arah Tanvir.

Namun, belum sempurna dirinya menoleh, bahunya disentak kasar. Tubuhnya bahkan terhuyung menghantam dinding di sampingnya.

Tatapan dingin dan menusuk milik Raffa menembus tepat ke netra Dimitri yang kini menatapnya datar, namun penuh intimidasi.

"Lo ... gak perlu ikut campur urusan gue!" tegasnya dengan netra yang masih beradu dengan netra hitam pekat milik Dimitri.

"Lo ... gak punya sopan santun ya." Perkataan Dimitri terdengar biasa, tapi berhasil menggores harga diri Raffa. Mereka itu sama; kasar dan emosian.

"Lo gak punya hak untuk menilai gue. Dan ... gue gak butuh penilaian lo!"

Suara mereka yang terdengar dingin membuat suasana di sekitarnya menjadi tidak nyaman. Terlebih mereka masih berada di depan UGD. Orang-orang yang berdiri di sekitar sana mulai berbisik khawatir.

"Stop, Fa!" Tanvir yang berhasil mengendalikan dirinya kini berjalan mendekati Raffa dengan pelan. Mata sayunya menatap nyalang Raffa menegaskan ucapannya.

Tanvir berdiri di depan Raffa dengan wajah datar. "Lo gak berhak nonjok gue cuma karena gue belum kasih lo penjelasan."

Andai Raffa mau memahami keadaannya dan memberi Tanvir waktu untuk menjelaskan semuanya. Tanvir merasa dirinya begitu bodoh terlalu memikirkan perasaan pemuda di hadapannya. Sosok yang dia anggap sahabat baik.

"Lo ... Dzaka kayak gini karena lo!" Tanvir berucap dengan lantang dan tegas seraya menatap netra Raffa dalam.

Rungu Raffa menangkap setiap kata yang diucapkan Tanvir dengan jelas. Karena dia? Dzaka hampir tabrakan karena dirinya? Tapi ... kenapa? Ada apa?

Otak Raffa seolah tak bisa diajak berkompromi. Sehingga rasa sakit menghantam kepalanya, membuatnya merosot ke lantai seraya memegangi kepalanya.

Raffa memukul kepalanya mencoba menghilangkan rasa sakit yang tiba-tiba muncul di kepalanya. Bahkan menarik-narik rambutnya berharap rasa sakit itu benar-benar menghilang. Ada hal yang lebih penting yang harus dia pastikan.

Tanvir yang ikut berjongkok di depan Raffa tampak tak bergeming, hanya memerhatikan Raffa yang meringis kesakitan. Hatinya mulai menyalahkan Raffa atas apa yang harus dia hadapi hari ini.

"Kenapa? Kenapa ... gue?" lirih Raffa.

"Lo masih nanya kenapa?" tanya Tanvir tak habis pikir dengan ketidakpekaan pemuda di hadapannya ini.

Tanvir benar-benar tidak tahan lagi. Mulutnya sudah sangat gatal ingin menyumpah serapah Raffa. Percuma saja memang dia menahan diri sedari awal.

"Dzaka nekat keluar rumah karena khawatir sama lo, bego!"

Entah mengapa, setiap kata yang diucapkan Tanvir tak hanya sampai di rungunya. Setiap kata yang Raffa dengar menusuk ke ruang terdalam hatinya. Tempat di mana dia menyimpan kasih sayang yang begitu besar untuk sahabatnya, Dzaka.

Sahabatnya itu ... dalam kondisi mengkhawatirkan seperti itu bahkan Dzaka masih sempat mengkhawatirkannya? Dzaka? Sahabat baiknya? Dan ini semua karena dirinya?

Ucapan Tanvir berhasil mengalihkan Raffa dari rasa sakit di kepalanya. Membawa Raffa pada keheningan karena rasa sakit luar biasa di hatinya.

"Yang patut lo salahin itu diri lo! Bukan gue!" Suara Tanvir kembali mengisi rungu Raffa yang kosong.

Ya, yang paling bersalah di sini adalah dirinya, bukan Tanvir. Andai Raffa lebih berhati-hati, mungkin dia tidak akan dicurigai dan membahayakan dirinya seperti tadi. Andai dia lebih berhati-hati, dia tak perlu membuat sahabat-sahabatnya mengkhawatirkan keselamatannya. Andai dia lebih berhati-hati, Dzaka tak perlu mengalami semua ini, kan?

Andai dan andai memenuhi kepala Raffa yang masih tenggelam dalam rasa sakit di hatinya. Tatapan kosongnya menyiratkan luka yang begitu dalam. Orang yang paling ingin dia jaga malah berakhir seperti ini karena dirinya? Lantas apa gunanya Raffa?

Sekeras dan sekasar apapun Raffa, hatinya tetaplah rapuh. Dzaka dan Tanvir sudah seperti tonggak kokoh yang membantunya tetap berdiri selama ini. Apa yang sudah dia lakukan? Dia membuat Dzaka terluka dan juga menyakiti Tanvir?

Tubuh Raffa secara tiba-tiba gemetar. Dengan netra yang beralih pada tangannya yang tadi memukul Tanvir, air mata mulai membanjiri pipinya. Bahkan Tanvir yang sejak tadi memerhatikan Raffa tersentak.

"V-Vir ... g-gue ... t-tadi ... m-mukul ... l-lo?" Raffa berucap terbata masih menatap kosong tangannya dengan tubuh gemetar.

"G-gue ... y-yang ... b-bikin ... D-Dzaka ... k-kayak ... g-gini?" lanjutnya masih dengan terbata. "G-gue ... j-jahat ... b-banget ...."

Tanvir mulai merasa khawatir melihat kondisi Raffa. Dia tidak menyangka bahwa respon Raffa akan separah ini.

"Fa! Raffa! Dengerin gue!" Tanvir mencoba mengguncang tubuh gemetar Raffa demi menyadarkan Raffa.

"G-gue ... j-jahat ...." Raffa mengulangi kata itu berkali-kali tanpa terpengaruh oleh suara Tanvir.

Pikirannya benar-benar kalut dan otaknya bak dipenuhi kabut. Kini hanya ada kilas balik kejadian yang baru saja dia lakukan pada Tanvir dan juga ucapan Tanvir bak bisikan yang terus menggema di kepalanya.

Tanvir tak menyerah. Dia bahkan mengguncang tubuh Raffa sedikit lebih keras. Beberapa orang menatap khawatir di kejauhan. Beberapa petugas keamanan di sana juga mendekat.

"Raffa! Dengerin gue! Raffa! Lutfan Raffaza!" Tanvir meneriaki Raffa berharap pemuda itu sadar. Namun, sekeras apapun suara Tanvir, Raffa tidak mendengarnya. Raffa sedang berada di dalam dunianya sendiri. Dunia di mana dia dihakimi karena sudah berbuat sesuatu yang buruk pada sahabat baiknya.

Saat para petugas keamanan hendak mengikis jarak, Dimitri memberi isyarat untuk menjaga jarak. Namun, dia membawa langkahnya mendekat.

"G-gue ... j-jahat ...," lirih Raffa sebelum pandangannya menggelap dan matanya memejam erat. Tubuh tak berdayanya jatuh ke arah Tanvir, membuat Tanvir yang tidak siap terhuyung ke belakang dan terduduk dengan tubuh Raffa bersandar kepadanya.

"B-Bang ...." Lidah Tanvir kelu setelah menyaksikan Dimitri memukul tengkuk Raffa hingga kehilangan kesadaran.

"Kalau dibiarin gak baik buat mentalnya," ujar Dimitri seolah paham dengan tatapan Tanvir.

"Permisi. Biar saya periksa terlebih dahulu." Seorang perawat sudah berjongkok di samping Tanvir memeriksa kondisi Raffa.

Kerutan muncul di kening wanita itu membuat Tanvir semakin khawatir. "Kondisi--" Kalimat perawat itu terputus oleh suara lain yang baru saja muncul dari pintu UGD.

Seorang perawat berdiri gelisah dengan wajah panik dan napas yang tidak beraturan. "Keluarga dari pasien Dzaka?"

1
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!