(Area orang dewasa🌶️)
Hidup Viola Amaral berubah drastis ketika sebuah kontrak mengikatnya pada kehidupan seorang jenderal berpengaruh. Bukan pernikahan impian, melainkan perjanjian rahasia yang mengasingkannya dari dunia luar. Di tengah kesepian dan tuntutan peran yang harus ia mainkan, benih-benih perasaan tak terduga mulai tumbuh. Namun, bisakah ia mempercayai hati seorang pria yang terbiasa dengan kekuasaan dan rahasia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon medusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
...Baru saja kaki Viola menginjakkan langkah pertama di dalam pintu utama mansion, suara ponsel sontak menginterupsinya. Dengan sigap, Viola membuka tas dan meraih ponsel yang ternyata berdering dari ibunya, Nyonya Adelia....
"Halo, Ma," sapa Viola lembut, senyumnya mengembang seraya melangkah menuju tangga.
"Nak, ini sudah jam berapa?" tanya Nyonya Adelia dari seberang sana.
"Jam enam sore, Ma. Memangnya ada apa?" Viola mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan ibunya.
"Sedang apa kamu?" tanya Nyonya Adelia, terdengar sedikit meninggi.
"Emm... lagi santai, Ma," jawab Viola berbohong.
"Astaga, Nak! Kamu ini sudah menikah, kenapa malah bersantai? Mana masakan untuk suamimu? Sambut dia dengan baik!" Nada suara Nyonya Adelia meninggi, tampak heran dengan sikap putrinya yang seolah melupakan statusnya sebagai seorang istri.
"Tapi, Ma-"
"Tidak ada tapi-tapian!" potong Nyonya Adelia dengan tegas. "Sekarang juga kamu ke dapur dan masak untuk suamimu. Mama tidak mau tahu!"
"Baiklah, Ma. Aku mandi sebentar ya," ujar Viola mencoba mengulur waktu.
"Tidak ada mandi-mandi! Kamu itu mau masak, bukan mau pergi ke mal! Cepat sana ke dapur, Mama temani lewat video call," titah Nyonya Adelia tanpa kompromi.
...Mau tak mau, Viola bergegas masuk ke kamar, mengganti pakaiannya dengan baju santai, lalu keluar sambil menuruni tangga dengan ponsel yang sudah terhubung ke video call dengan ibunya....
...Viola memasuki dapur dengan helaan napas pasrah. Setelah tiga puluh menit bergelut dengan berbagai bahan dan peralatan, dan panggilan video berakhir setelah memastikan Viola selesai memasak. Aroma harum masakan mulai memenuhi ruangan. Akhirnya, hidangan makan malam yang tampak lezat tersaji di atas meja....
"Wah... apakah Nyonya muda sendiri yang memasak semua ini?" Mata salah satu pelayan berbinar-binar menatap hasil karya Viola yang sungguh menggugah selera.
"Iya, Bi. Ini untuk Tuan... eh, maksudku untuk suamiku. Tolong sajikan padanya ya, dan jangan katakan kalau aku yang memasaknya," pinta Viola lirih, sadar betul akan kebencian Revan terhadap dirinya.
"Baik, Nyonya," jawab pelayan itu sambil mengangguk mengerti.
...Segera pergi dari sana masuk ke dalam kamar. Sementara itu, di luar mansion, Revan baru saja tiba. Seragam tentaranya yang gagah tampak sedikit kusut setelah seharian bertugas. Begitu melangkah masuk, indra penciumannya langsung disergap aroma masakan yang begitu menggoda, membuat perutnya seketika berkeroncongan....
"Bi!" seru Revan memanggil kepala pelayan.
Kepala pelayan segera menghampirinya, berdiri tegak dengan kepala tertunduk di hadapan sang tuan rumah.
"Iya, Tuan," sahutnya patuh.
"Siapa yang memasak semua ini?" tanya Revan, matanya menunjuk ke arah meja makan yang penuh dengan hidangan lezat.
"Itu..." Kepala pelayan tampak kebingungan, mencari jawaban yang tepat. Namun, tanpa sengaja, matanya menangkap isyarat dari pelayan yang tadi menegur Viola. Pelayan itu memberikan kode agar kepala pelayan mengaku dia sebagai pembuatnya. "Anu... itu masakan pelayan baru kita, Tuan," jawab kepala pelayan dengan nada sedikit gugup.
"Baiklah, cepat sajikan. Perutku sudah keroncongan sedari tadi," perintah Revan seraya berjalan menuju meja makan dan mendudukkan diri di kursi.
...Dengan sigap, kepala pelayan menghidangkan masakan itu di hadapan Revan. Tanpa menunggu lebih lama, Revan melahap hidangan Viola dengan lahap. Dua piring nasi dan lauk tandas dalam sekejap. Ia bahkan bersendawa kecil, pertanda betapa kenyangnya ia. Kepala pelayan diam-diam merasa lega melihat tuannya makan dengan begitu nikmat....
"Bi," ujar Revan tiba-tiba, bangkit dari duduknya. "Besok suruh pelayan itu lagi yang memasak. Aku suka masakannya." Tanpa menunggu jawaban, Revan berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan kepala pelayan yang saling bertukar pandang penuh arti dengan pelayan lainnya.
...Begitu Revan lenyap di balik pintu kamarnya, kepala pelayan dengan cepat menghampiri pelayan yang memberikan kode tadi, langsung mencengkeram lengannya erat....
"Ikut saya!" ucapnya tajam tanpa menunggu jawaban, menyeret pelayan itu menuju pintu dapur yang mengarah ke belakang mansion.
"Astaga... Bi, pelan-pelan!" rintih pelayan itu, mencoba melepaskan diri.
...Kepala pelayan menghentikan langkahnya, melepaskan cengkeramannya, dan berbalik menghadap pelayan itu dengan tatapan penuh kecurigaan....
"Siapa yang memasak makan malam tadi?" tanyanya dengan nada rendah.
"Anu..." Pelayan itu tampak gelisah, matanya bergerak ke sana kemari sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mencari-cari alasan.
"Hei! Kenapa malah melamun? Cepat jawab!" Kepala pelayan mulai kehilangan kesabarannya, merasa jengah dengan tingkah pelayan yang bertele-tele.
"Tapi... Bibi janji tidak akan marah?" pinta pelayan itu dengan wajah memelas dan suara lirih.
"Iya, saya janji! Sekarang katakan yang sebenarnya!" jawab kepala pelayan, berusaha menahan diri.
"Itu... Nyonya muda yang memasak makan malam tadi. Beliau juga meminta saya untuk tidak memberitahu Tuan," jelas pelayan itu akhirnya, menundukkan kepalanya karena takut.
"Sungguh?" Mata kepala pelayan tiba-tiba berbinar cerah, sebuah senyuman kecil tersungging di bibirnya. Melihat perubahan ekspresi kepala pelayan yang drastis, pelayan yang tadinya ketakutan perlahan mengangkat kepalanya, menatap kepala pelayan dengan dahi berkerut, bingung.
"Tapi... Bibi tidak marah?" tanya pelayan itu dengan nada masih ragu.
"Marah?! Untuk apa saya marah? Ini justru kabar baik! Saya harus segera melaporkannya kepada Nyonya besar," seru kepala pelayan dengan antusias. Tanpa membuang waktu, ia berbalik dan melangkah cepat sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya, segera melakukan panggilan.
...Sementara itu, pelayan yang baru saja memberikan pengakuan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, merasa bingung dengan perubahan sikap kepala pelayan yang begitu drastis. Tadinya ia sudah bersiap-siap untuk dimarahi habis-habisan, namun yang terjadi justru di luar dugaannya....
(Bersambung)
...*BONUS*...
(Visual Bobby)