NovelToon NovelToon
NusaNTara: Sunda Kelapa

NusaNTara: Sunda Kelapa

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Evolusi dan Mutasi / Slice of Life
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Jonda

Perjalanan NusaNTara dan keluarga didunia spiritual. Dunia yang dipenuhi Wayang Kulit dan Hewan Buas yang menemani perjalanan. Mencari tempat-tempat yang indah dan menarik, demi mewujudkan impian masa kecil. Tapi, sebuah tali yang bernama takdir, menarik mereka untuk ikut dalam rangkaian peristiwa besar. Melewati perselisihan, kerusuhan, kelahiran, kehancuran dan pemusnahan. Sampai segolongan menjadi pemilik hak yang menulis sejarah. Apapun itu, pendahulu belum tentu pemilik.

"Yoo Wan, selamat membaca. Walau akan sedikit aneh."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jonda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penangkapan Terdakwa. Pertarungan Balas Dendam.

#Cover Story; Perjalanan Tuan Dodi

Tuan Dodi meninggalkan Candi Sukuh dan melanjutkan perjalanan.

Hari menunjukkan waktu sore. Mereka berhenti di salah satu penginapan di sekitar Candi Cetho.

Banyak kereta lain yang juga mengunjungi penginapan untuk bermalam.

##

**Rumah Nusa

Tara dan Ibunya turun dari kuda dan berniat masuk ke pekarangan rumah, tapi di hentikan dua orang prajurit.

"Gawat! Kalau ada prajurit di sini, berarti pemerintah ikut terlibat. Bibi mu dalam masalah besar."

"Berhenti! Saat ini kami sedang melakukan investigasi terhadap keluarga ini! Kalian tidak boleh masuk!"

Tara ingin menerabas masuk tapi di hentikan Barni.

"Jangan membuat masalah. Kita tunggu mereka keluar."

"Apa kalian ada urusan penting dengan keluarga ini?" tanya Prajurit.

"Bilang saja kunjungan biasa."

"Hanya kunjungan tetangga," balas Tara dengan suara dingin.

"Kalau begitu, kalian pulang saja! Keluarga ini sedang menjalani pemeriksaan dan akan di bawa ke kota," perintah Prajurit.

"Tidak! Kami akan menunggu mereka selesai di periksa," ucap Tara.

"Baiklah. Mohon jangan membuat keributan dan mengganggu proses investigasi."

Mereka pun hanya bisa menunggu di luar dan berharap tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan kepada Nusa dan Bu Winda.

Bu Windi terlihat gelisah dan hawatir dengan kakaknya. Dia takut kalau kakaknya akan di tangkap dan di penjara.

"Tenang dan jangan gegabah," ucap Barni pada Tara yang nafasnya berat dan emosi yang meluap.

Tak lama kemudian, beberapa Pegawai Ormas Tukang keluar bersama dengan Bu Winda dan Mbah Mul. Dua prajurit di belakang membawa kurungan yang berisi Rinson berukuran kecil.

Tara mencari-cari Nusa tapi tidak melihatnya.

"Kakak!" teriak Bu Windi.

Bu Winda melihat adiknya yang memasang wajah hawatir berada di luar pagar.

"Dasar adik bodoh. Kenapa kau malah memanggil ku kakak?" batin Bu Winda dengan wajah kesal.

"Apakah dia adikmu?" tanya Detektif yang melihat Bu Windi barusan memanggil Bu Winda.

"Iya," jawab Bu Winda dengan perasaan berat.

Dia tadi sudah berbohong saat interogasi, bahwa dia tidak memiliki adik. Sekarang kebohongannya terbongkar dan dia akan mendapatkan konsekuensi karena berbohong kepada investigator.

"Periksa mereka. Pemuda yang memakai lacak seperti paruh burung juga termasuk dalam laporan," perintah Detektif pada anak buahnya.

Segera Tara dan Bu Windi di periksa. Barni juga ikut di periksa.

"Pakai ini."

Seorang pegawai memberikan Wayang tingkat perunggu pada Tara.

Wayang Kulit di gunakan untuk pemeriksaan karena Siluman tidak bisa menggunakan Wayang Kulit. Jadi akan terlihat dia seorang Siluman atau manusia biasa.

Tara meraihnya dan meletakkannya di dadanya. Wayang itu kemudian masuk kedalam tubuh Tara, membuat Tara berubah penampilannya menjadi seperti atribut yang di pakai Wayang.

"Dia manusia," ucap Pegawai.

Pegawai wanita membawa Bu Windi masuk kedalam kereta. Mereka meminta Bu Windi menunjukkan pusarnya.

Bu Winda terlihat putus asa dan pasrah melihat adiknya akan di periksa. Dia berharap keajaiban terjadi dan adiknya selamat dari pemeriksaan.

Saat pegawai melihat ada lingkaran di sekitar pusar Bu Windi, mereka memastikan Bu Windi manusia biasa.

Wanita mempunyai cincin yang berada di sekitar pusar. Itu sebagai tanda dia adalah wanita normal.

Semakin banyak cincin, semakin banyak Energi Aji yang bisa di simpan. Jumlah terbanyak saat ini yaitu empat cincin yang pernah di miliki sedikit wanita.

Kalau tidak mempunyai cincin berarti perempuan itu adalah seorang Mak Lampir. Karena cincin berguna untuk menyimpan sekaligus mencegah Aji mengalir ke seluruh tubuh.

Itulah mengapa wanita tidak bisa menggunakan Aji miliknya dan hanya bisa di gunakan ke janin di perutnya.

Sedangkan Mak Lampir tidak mempunyai cincin yang membuatnya bisa menggunakan Aji.

Mereka keluar dari kereta dan melaporkan hasil pemeriksaan.

"Dia bukan Mak Lampir. Hanya wanita biasa," ungkap Pegawai wanita.

Bu Winda terkejut dan sekaligus lega. Dia sangat senang karena harapannya terkabul. Airmata menetes di pipinya.

"Elang ini juga bukan hewan magis. Aji di dalam tubuhnya normal," jelas Pegawai yang memeriksa Barni.

"Oke. Mereka semua aman. Kita lanjut saja membawa para terdakwa ini ke kota," perintah Detektif.

Mereka semua segera membawa Bu Winda dan Mbah Mul ke kereta.

"Mbah Mul? Kenapa anda juga ikut di bawa?" Tara terkejut ketika mengetahui Mbah Mul juga termasuk terdakwa.

Mbah Mul hanya terdiam dan menggelengkan kepalanya karena pasrah.

"Dia telah menyembunyikan seorang Mak Lampir. Itu termasuk kejahatan besar," ungkap Pegawai laki-laki yang mengawal Mbah Mul.

"Apa? Dia hanya memberi tempat tinggal! Kenapa dia juga di tangkap?" ucap Tara geram. Dia hampir saja lepas kendali dan meraih kerah baju Pegawai, tapi di cegah oleh Nusa.

Nusa memasang raut wajah cemberut dan tatapannya kosong. Dia seolah sudah menyerah dan pasrah.

"Nusa! Kau tidak apa-apa?" tanya Tara cemas.

Nusa hanya mengangguk pelan.

"Andai saja aku datang tepat waktu, pasti hal ini tidak akan terjadi."

"Jangan salahkan dirimu. Hal ini memang di luar prediksi mu."

Nusa hanya menatap kosong kearah Ibunya dan Rinson yang di bawa pergi. Airmata tak terbendung dan akhirnya mengalir deras di wajah Nusa.

Bu Windi memeluk Nusa untuk menenangkannya.

Mereka semua hanya bisa menyaksikan kereta itu berlalu pergi.

...****************...

** Sisi Yudha

Para prajurit berusaha menghentikan Jathilan dan Ganongan yang bergerak menuju area pertanian.

Yudha berlari kearah mereka dan mengamati mereka untuk memikirkan tindakan yang akan di ambil.

Dia melihat tali di gerobak dan mengambilnya. Dia membuka mata kanannya untuk menganalisis. Akik di kepala kudanya dan di topeng Ganongan menjadi sumber kekuatan mereka.

"Kesurupan dan di kontrol," pikir Yudha setelah melihat kondisi mereka.

"Kalian! Kunci pergerakan Ganongan," teriak Yudha memberi instruksi.

Tanpa pikir panjang, para prajurit langsung mengepung Ganongan dan membatasi pergerakannya.

"Kamu bantu prajurit yang menangani Jathilan," perintah Yudha pada prajurit yang menjemputnya tadi.

Prajurit itu langsung ikut pertarungan melawan Jathilan.

"Tangkap kedua kakinya ..."

Yudha menunggu moment yang tepat saat tarian Barongan menciptakan celah.

"Sekarang!"

Dua prajurit melompat dan berhasil menangkap kedua kaki Barongan.

Barongan meronta-ronta ingin melepaskan diri.

"Sekarang tangannya!"

Dua prajurit lanjut memegang kedua tangan Barongan dan membentangkannya.

Yudha mengambil kerikil dan melemparkannya tepat di Akik yang ada di topeng Barongan.

Seketika Barongan melemah.

Para prajurit bisa memegangi tubuh Barongan tanpa kesusahan.

Yudha mendekat dan melepas topeng Barongan. Setelah dilepas, pemain Barongan pingsan dan lemas.

"Kita tinggalkan dia. Kita urus Jathilannya."

Jathilan terus melompat kesana kemari dengan lincah, membuatnya sulit untuk di hentikan.

"Buat dia bergerak lurus. Yang paling depan supaya semakin mengerucut, agar Jathilan terbatasi geraknya dan berputar balik," ucap Yudha.

Para prajurit membuat dua kelompok dan berlari di kedua sisi Jathilan, membuat Jathilan bergerak lurus. Semakin lama prajurit yang di depan mengerucut dan mempersempit gerak Jathilan.

Jathilan yang merasa ruang geraknya menyempit, berhenti dan berputar balik.

Para prajurit terus menggiring Jathilan untuk bergerak lurus.

Yudha bersiap di depan Jathilan sambil mengayunkan tali yang sudah di buat seperti laso. Dia memutar tali laso di depannya.

Jathilan yang gerakannya di batasi, hanya bisa berlari kearah Yudha.

Kepala kuda masuk kedalam lingkaran tali laso dan terikat.

Yudha sedikit bergeser kesamping dan menguatkan cengkeraman tangannya. Dia terseret karena berusaha menghentikan gerakan kuda dan terkena dampak hentakan tenaga kuda.

Prajurit membantu menahan tali yang di pegang Yudha. Kemudian Yudha menyerahkan tali ke para prajurit dan dia berlari ke arah Jathilan.

Dia melompat dan menjatuhkan Jathilan.

"Tarik!"

Prajurit menarik tali dengan kuat dan membuat kuda terpisah dari selangkangan pemain.

Pemain Jathilan pingsan dan kuda itu berhenti bergerak karena tidak ada pemain yang menaikinya.

"Fiuuhh, akhirnya," ucap Yudha lega.

Para prajurit menghampiri Yudha dan berterima kasih.

"Apakah masih ada pemain Reog yang kesurupan?" tanya Yudha.

"Masih. Soalnya, acara Reog nya cukup besar, jadi banyak pemain dan semuanya kesurupan," jelas Prajurit.

"Hmmm, sepertinya ini akan sangat melelahkan. Apa kalian masih punya tenaga?"

"Tenaga kami cukup terkuras, tapi kami masih mempunyai tenaga. Kalau untuk pertarungan jangka panjang, kami tidak akan mampu."

Yudha mengambil beberapa cincin dan jamu dari dalam tasnya, lalu di berikan ke para prajurit.

"Pakailah ini dan minumlah. Setidaknya ini bisa membantu menambah kekuatan kalian."

"Aku pinjamkan ke kalian."

Para prajurit sangat senang karena di beri kekuatan tambahan. Akhirnya mereka bisa lanjut melaksanakan tugas mereka.

"Terima kasih."

"Kami pinjam dulu."

"Dua orang tetap di sini. Kita jaga pertanian."

"Yang lainnya, cari dan bantu prajurit lain menangkap Reog yang masih berkeliaran."

Yudha memberi komando seolah dia adalah pemimpin mereka.

Tapi para prajurit tidak protes dan secara sukarela melaksanakan perintah. Mereka membutuhkan kapten untuk memberi arahan.

Sedangkan kapten mereka sekarang sedang bertarung melawan Barongan dan Raja Klono, mereka mau mengikuti perintah Yudha selama itu masih dalam batas mereka.

Para prajurit memberi hormat dan bergegas pergi.

"Kita amankan pemain dan atribut mereka."

...****************...

**Sisi Supa

Tangan kiri Supa terlilit pecut. Dia menggenggam erat tali itu dan menariknya. Tarik-menarik terjadi antara keduanya.

Supa menancapkan tombaknya ke tanah untuk membantu menahan tubuhnya, karena dia kalah dalam hal kekuatan lengan.

Dia terpikirkan sebuah serangan. Dia melemahkan kuda-kuda nya dan dsn melepas pegangannya. Dia sengaja tertarik ke arah Raja Klono.

Raja Klono menarik tangannya ke belakang untuk bersiap melancarkan pukulan. Saat Supa sudah dekat dengannya, dia langsung melancarkan pukulannya.

Ketika pukulan hampir mengenai nya, Supa berpindah tempat kembali ke tombaknya.

Kuda-kuda Raja Klono yang melemah akibat kekuatannya berfokus ke pukulan, di manfaatkan Supa untuk menarik Raja Klono kerahnya.

Hentakan dari tarikan Supa membuat Raja Klono kehilangan momentum dan melayang ke arah Supa. Celah terbuka lebar dan dimanfaatkan Supa untuk melancarkan tendangan.

Telapak kaki Supa mengenai tepat di dada Raja Klono, membuat Raja Klono terpental dan pecutnya terlepas, tertinggal di tangan kiri Supa.

"Heh, rasakan tendangan dari seseorang yang selalu berjalan di atas emas," ucap Supa dengan nada sombong.

"Isshh, sakit juga pecut ini. Apa ini terbuat dari rotan keinsyafan?" cela Supa yang merasa sakit akibat terlilit rotan.

Supa melepas pecut di tangannya dan memperhatikan pecut itu.

"Padahal ini hanya pecut biasa. Kenapa bisa sangat kuat?"

Supa merasa aneh dengan kekuatan pecut itu yang terlihat biasa. Padahal tombak miliknya lebih aneh. Bisa membuatnya berpindah tempat dan punya daya serang yang kuat.

...****************...

Di tempat lain, Ganang Dan Ateng berhasil mengalahkan Barongan. Karena Akik nya sudah di hancurkan Supa, membuat mereka mudah untuk mengalahkannya.

"Kita sangat terbantu dengan pemuda tadi," ucap Ateng lega.

"Yah ... Tidak bisa di pungkiri. Kita kesusahan melawan Barongan. Andaikan ini bukan malam hari, aku sendiri mampu untuk mengalahkannya," ucap Ganang.

"Heh ... Berarti kau harus lebih banyak berlatih," sahut Ateng.

"Kapten! Ada yang aneh dengan pemain Barongan! Tubuhnya tumbuh bulu!" ucap prajurit yang memeriksa Barongan.

"Tumbuh bulu? Apa maksudmu?" tanya Ganang bingung.

Tiba-tiba, Barongan membuka matanya. Kepala harimau yang semulanya topeng, sekarang menyatu dengan kepala pemain.

Bulu merak di kepalanya juga berkurang dan menyisakan sedikit bulu. Bulu halus seperti bulu Harimau juga tumbuh di seluruh tubuh.

Kepala Harimau sudah sepenuhnya menyatu dengan tubuh pemain, menjadikan pemain berpenampilan seperti siluman berwujud Harimau.

Dia bangkit dan berdiri.

Para prajurit ketakutan dan membeku di tempat.

"Apa-apaan dia? Apakah dia seorang Siluman?" pikir Ateng.

Barongan itu menghiraukan prajurit yang memandanginya dengan tatapan takut dan tak percaya. Dia melompat kedahan pohon dan pergi ke arah yang sama dengan Supa.

"Kau merasakannya? Auranya sangat berbeda di bandingkan saat kita melawannya tadi. Dia yang sekarang terlihat ... Berbahaya," ucap Ganang yang bulu kuduknya merinding saat merasakan Aura yang terpancar dari Barongan.

"Iya. Seolah Barongan yang asli ... kembali hidup."

...****************...

Yudha duduk di tepi gerobak sambil memperhatikan topeng Ganongan. Karena penasaran, dia mencoba memakainya.

Tiba-tiba mata Ganongan bersinar dan topeng itu seperti berusaha mengendalikan Yudha.

Yudha berusaha sekuat tenaga melepas topeng itu tapi tidak berhasil.

"Hei, kau kenapa?" tanya prajurit yang datang menghampiri karena Yudha bertingkah aneh.

Saat prajurit menyentuh pundak Yudha, tangannya di cengkeram dan lengannya di putar ke bawah.

"Aaarrggghhh!"

Prajurit kesakitan karena Yudha memutar lengannya sampai patah.

"Woi, Cok! Apa yang kau lakukan?" tanya prajurit satunya dengan nada geram saat melihat temannya di sakiti.

Yudha menatap tajam ke arah prajurit yang berusaha menghentikannya. Tatapannya sangat dingin dan tampak beringas.

Prajurit itu tidak berani mendekat dan tanpa sadar melangkah mundur karena ketakutan melihat tatapan Yudha.

Yudha mengambil kuda lumping dan menungganginya. Dia langsung pergi dengan sangat cepat dan menghilang di kegelapan.

Prajurit terduduk dengan tubuhnya gemetaran.

...****************...

"Kalau ini di jual ke mandor kerja paksa, apa mereka mau membelinya, ya?" pikir Supa yang ingin menjadikan pecut itu jarahan perang.

Raja Klono kembali berdiri. Akik di keningnya telah terlepas dan jatuh di telapak tangannya. Dia langsung memakan Akik itu.

"Wow, wow, kau makan Akik? Apa tidak ada pecahan botol kaca untuk di makan?" sarkas Supa tentang atraksi yang sering dilakukan pemain Reog.

Baru satu langkah, Raja Klono mendapat tendangan dari samping dan membuatnya kembali terpental.

"Hei, hei, hei. Bukankah kau Harimau yang jadi samsakku tadi? Sepertinya penampilan dan Auramu berubah."

Barongan melirik Supa yang sedang memegang pecut milik Raja Klono, dan kembali mengalihkan pandangan ke Raja Klono.

"Klono! Lama tidak jumpa!" sapa Barongan dengan suara berat dan geraman harimau.

"Barong! Apakah merak itu masih menempel di kepalamu? Apa kau meminta ku untuk melepaskannya?" balas Raja Klono sembari bangkit dari tersungkur.

"Siapa yang butuh bantuanmu. Aku di sini untuk membalas dendam, karena kau telah mempermalukan ku di hadapan Songgo Langit."

"Oh, kau masih mempermasalahkan hal itu? Padahal itu terlihat sangat bagus saat kau menari dengan merak di kepalamu," ejek Raja Klono.

"Tertawalah selagi kau mampu." Barong melompat dan melayangkan pukulan ke Klono.

"Karena sebentar lagi kau akan pergi ke alam baka."

Barong dan Klono memulai pertarungan.

Supa yang melihat pertarungan itu, terlihat sangat bersemangat.

"Tuk, tuk,tuk." Suara tapal kuda terdengar sedang mendekat ke arah mereka.

"Yudha?"

Supa terkejut saat mengetahui Yudha mengenakan topeng Ganongan dan menaiki kuda lumping.

Karena masih dalam kondisi terkejut, dia tidak sadar saat Yudha sudah berada di depannya dan mengambil pecut milik Klono.

Supa masih linglung dan hanya menatap kosong saat pecut di tangannya di rampas.

Yudha berlari ke Klono dan menyerahkan pecut miliknya.

"Hooooo, sungguh nostalgia."

Klono mengambil sehelai rambut dan menggosokannya ke pecut, membuat pecut menjadi mengalirkan listrik.

Barong memegang kepala dan merak. Dia meringis mengingat akibat serangan dari pecut milik Klono.

"Woi, kau. Apa kau mau bertarung bersama ku melawan mereka berdua," ajak Barong ke Supa yang sudah sadar.

"Apa alasan aku harus bertarung bersamamu?" tanya Supa yang menahan senyum gembira.

"Apakah seorang petarung harus mempunyai alasan untuk bertarung?" balas Barong.

"Yaahh ..." Supa berubah ke mode bertarungnya. Penampilannya mirip orang Papua saat pergi berperang, dengan tombak dan perisai.

"Kau urus balas dendam mu. Aku urus temanku yang kesurupan."

1
Ermintrude
Kisahnya bikin meleleh hati, dari awal sampai akhir.
jonda wanda: Terima kasih. Bila ada yang kurang dipahami dalam cerita, tolong disampaikan, agar tidak terjadi kebingungan.
total 1 replies
Shishio Makoto
Ngga bisa move on!
Myōjin Yahiko
Aduh, thor, aku tak sabar menanti kelanjutan ceritanya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!