NovelToon NovelToon
Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Dijebak Ratu Dari Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Spiritual / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan / Summon
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kang Sapu

"Urgh... k-kurang ajar! B-bajingan!" gumam Lingga lirih. Tubuhnya semakin lemas dan kesadarannya semakin memudar. "A-apa aku akan... mati?"
Seorang bartender muda yang bergumul dengan utang dan cinta buta bernama Lingga, mengira hidupnya sudah cukup kacau. Tapi, semuanya berubah drastis dalam satu malam yang kelam. Saat hendak menemui pacarnya, Lingga menjadi korban pembegalan brutal di sebuah jalanan yang sepi, membuatnya kehilangan motor, harta benda, dan akhirnya, nyawanya.
Namun, takdir punya rencana lain. Di ambang kematian, Lingga terseret oleh lingkaran cahaya misterius yang membawanya ke dunia lain, sebuah dunia asing penuh kekuatan magis, monster, dan kerajaan-kerajaan yang saling bertarung. Terbangun dengan kekuatan yang belum pernah ia miliki, Lingga harus mempelajari cara bertahan hidup di dunia baru ini, menghadapi ancaman mematikan, dan menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kang Sapu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Langkah kaki mereka bertiga terhenti di depan sebuah rumah bergaya tradisional. Bangunannya tampak sederhana, namun terawat dengan baik. Dinding kayu yang menghitam karena usia tampak kokoh menopang seluruh bangunan, dan di halaman depannya membentang sebuah pendopo dengan tiang-tiang jati tua yang gagah berdiri. Di sudut pendopo, terlihat beberapa senjata kayu tergantung rapi—tongkat, pedang latih, dan tombak pendek. Lantai pendopo bersih, seolah setiap pagi selalu disapu dan disiram air.

"Mitha...." Lingga sempat melirik pendopo itu dengan rasa kagum. "Apa ini semacam tempat latihan?" tanyanya setengah bergumam.

"Iya," sahut Mitha sambil tersenyum. "Dulu ayah sering melatih murid-muridnya di sana. Sekarang... hanya sesekali. Jadi, saat ini pendopo ini nampak kosong."

Mitha kemudian membuka pintu kayu berukir halus. Suara engsel yang berderit lembut seakan menyambut kedatangan mereka. Ruang tamu yang mereka masuki dipenuhi nuansa hangat. Karpet pandan menghampar, dan di sisi kanan terdapat rak kayu dengan beberapa kitab tua tersusun rapi.

"Silakan duduk dulu, aku panggil Ayah," ujar Mitha sopan, lalu menghilang ke ruang tengah.

Lingga dan Resi Wiranggeni duduk berdampingan di atas tikar pandan. Suasana hening sesaat, hingga langkah kaki terdengar mendekat.

"Ayaaaah!" teriak Mitha.

"Ada apa sih, Nak. Pakai teriak-teriak?" sahut seorang pria dari dalam kamar. Ia keluar menghampiri putrinya.

"Di depan ada Resi Wiranggeni."

"Wah tumben Resi kemari. Ya sudah, ayah akan keluar."

Seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun muncul dari balik tirai kain. Ia mengenakan baju hitam sederhana yang tampak bersih dan rapi, serta celana kain senada. Sebuah kain batik dililitkan di pinggangnya, dan ikat kepala cokelat membingkai rambut yang mulai memutih di pelipis. Kumis tipisnya membuat wajah damainya terlihat lebih berwibawa.

"Ah... Resi Wiranggeni..." sapanya ramah sambil menangkupkan tangan di depan dada. "Sungguh tak kuduga kamu datang ke rumahku."

Resi Wiranggeni berdiri dan membalas dengan hormat. "Argadhanu... sahabat lama, masih seperti dulu. Damai dan bersahaja."

Keduanya saling menepuk bahu sebentar, menandakan keakraban yang telah lama terjalin.

Namun pandangan Argadhanu segera jatuh pada sosok muda di sebelah Resi. Ia sedikit terkejut. "Dan siapa pemuda ini?" tanyanya dengan nada tenang, meski sorot matanya menyiratkan keingintahuan yang tajam.

Lingga langsung berdiri dan menunduk sopan sambil menjulurkan tangan. "Perkenalkan, saya Lingga Ardian. Teman Mitha dari kota."

Mitha yang baru saja kembali dari dalam rumah segera menambahkan, "Ayah, aku bertemu Lingga beberapa waktu lalu, saat mencari kayu bakar. Dia menolongku saat... ada sedikit masalah. Dia dari Agniamartha."

Argadhanu menyambut jabatan tangan Lingga, namun saat mendengar nama lengkapnya, alisnya terangkat sedikit.

"Lingga Ardian... dari Agniamartha?" tanyanya, suara menegang tanpa sengaja.

Lingga mengangguk pelan, "Iya, Pak. Memangnya ada apa dengan Agniamartha?"

Argadhanu terdiam sejenak. Ia menatap Lingga lebih lama dari yang diperlukan, seolah mencoba mencari sesuatu dalam sorot matanya.

"Tidak... tidak apa-apa," jawabnya akhirnya sambil melepaskan tangan Lingga. "Hanya... Lebih baik tak membahasnya lebih jauh. Hahaha."

Resi Wiranggeni yang sedari tadi mengamati dengan tenang, berdiri perlahan. "Argadhanu, bila kau berkenan... bolehkah kita bicara berdua saja? Ada hal yang perlu kubicarakan secara pribadi."

Argadhanu mengangguk cepat. "Tentu, Resi. Mari ke ruang belakang."

Mitha segera merespons dengan lembut, "Lingga, ayo ikut aku ke kebun belakang. Biar Ayah dan Resi bicara dulu."

Lingga mengikuti Mitha melewati sisi samping rumah, berjalan di antara pot-pot tanah liat berisi tanaman obat. Aroma serai dan daun jeruk menguar lembut dari sela-sela tanaman. Mereka tiba di kebun kecil di belakang rumah, di mana deretan tanaman cabai, tomat, dan daun mint tumbuh subur.

Mitha duduk di bangku kayu di bawah pohon jambu dan menepuk sisi bangku, mengajak Lingga duduk.

Lingga menatap sekitar dengan takjub. "Kebunmu rapi sekali. Ini kamu yang rawat sendiri?"

Mitha mengangguk sambil memetik satu daun mint. "Ini tempatku menenangkan diri. Kalau aku sedang sedih atau... ada masalah, aku sering berdiam diri di tempat ini."

Lingga menoleh, memperhatikan raut wajah Mitha yang tampak lebih lembut dalam cahaya senja. "Mitha... tadi ayahmu seperti menyimpan sesuatu waktu dengar aku dari Agniamartha."

Mitha menggigit bibirnya sesaat, lalu menatap Lingga penuh ragu. "Aku juga merasa begitu. Tapi Ayah jarang cerita soal masa lalunya. Apalagi kalau menyangkut Agniamartha."

Lingga menyandarkan punggungnya pada batang pohon. Angin senja meniup rambutnya yang berantakan.

"Ah, kedatanganku di sini mungkin awal dari... sesuatu. Banyak hal yang tak aku mengerti," gumamnya perlahan.

Mitha memandangi Lingga dalam diam, lalu berkata pelan, "Kalau ada hal yang tak kamu mengerti, kamu bisa mengandalkanku, Lingga."

Lingga meluruskan punggungnya lalu menoleh. "Ah, terima kasih banyak, Mitha."

Suasana mendadak hening. Kicau burung sore dan suara bambu bergesekan menjadi latar belakang dari sesuatu yang perlahan mulai terungkap.

Sementara itu, di dalam rumah, Resi Wiranggeni dan Argadhanu duduk berhadap-hadapan di ruang belakang yang dipenuhi aroma dupa dan kitab tua.

"Ngomong-ngomong, Dhanu. Sebelum aku memberitahu apa maksud kedatanganku kemari, aku sedikit tertarik dengan pemuda yang dibawa Mitha," bisik Resi lirih.

Argadhanu menunduk, rahangnya menegang. "Aku juga merasa ada sesuatu pada diri pemuda itu..."

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!