Anindita (40), seorang istri yang berdedikasi, menjalani kehidupan rumah tangga yang tampak sempurna bersama Bima, suaminya, seorang insinyur. Namun, semua ilusi itu runtuh ketika ia mencium aroma sirih dan parfum vanila murahan yang melekat di pakaian suaminya.
Bima ternyata menjalin hubungan terlarang dengan Kinanti, seorang siswi SMP yang usianya jauh di bawahnya dan merupakan teman sekolah putra mereka. Pengkhianatan ini bukan hanya merusak pernikahan yang sudah berjalan delapan belas tahun, tetapi juga melukai harga diri Anindita secara telak, karena ia dibandingkan dengan seorang anak remaja.
Dipaksa berhadapan dengan kenyataan pahit ini, Anindita harus memilih: berjuang mempertahankan kehormatan keluarganya yang tercoreng, atau meninggalkan Bima dan memulai hidup baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansan Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan Baru
Setelah tragedi di marina dan kematian misterius Dani Wijaya, Bima hidup dalam keadaan semi-paranoid. Ia mendapatkan kembali kebebasannya dari ancaman kriminal berkat pembersihan jejak oleh Anindita, tetapi ia tahu ia hanya diberi pembebasan bersyarat dari sang mantan istri. Anindita kini sepenuhnya fokus menghancurkan sisa-sisa GEI, dan Bima adalah satu-satunya orang yang dia ingin tetap hidup—sebagai saksi bisu dan penyesalan abadi.
Dua minggu setelah kematian Dani, Bima menerima sebuah paket kurir internasional. Tidak ada alamat pengirim, hanya cap pos dari sebuah kota kecil di Italia.
Di dalamnya ada sebuah amplop tebal dan sebuah benda kecil: sebuah test pack kehamilan dengan dua garis merah yang jelas.
Jantung Bima mencelos. Amplop itu berisi surat dari Kinanti.
Kabar dari Seberang Laut
Kinanti menulis, suaranya terdengar dari setiap kata-kata yang penuh keputusasaan dan ketakutan:
> Mas Bima,
> Aku tahu ini akan menghancurkanmu. Aku tahu kita sepakat untuk mengakhiri segalanya, tapi aku tidak bisa menyimpan rahasia ini sendiri. Saat aku meninggalkan pelabuhan, aku sudah hamil. Mungkin itu terjadi di safe house, mungkin sebelumnya. Aku tidak tahu, Mas. Aku takut. Aku sendirian di sini. Uang yang Mas berikan hanya cukup untuk hidup, bukan untuk membesarkan anak.
> Aku tidak butuh uang. Aku butuh kepastian. Jika Mas tidak mau mengakui anak ini, aku akan membesarkannya sendirian. Tapi aku harus memastikan dia aman dari GEI, dari ibuku, dan dari siapa pun yang ingin menggunakan anak ini melawanmu. Tolong, Mas Bima. Ambil keputusan.
>
Kenyataan menghantam Bima. Ia telah mengorbankan Kinanti demi mendapatkan kebebasannya, dan kini kebebasan itu dipertanyakan oleh sebuah kehidupan baru. Anak ini adalah adik tiri Rayhan, sebuah bayangan dari dosa yang tidak akan pernah bisa ia hapus.
Tuntutan Baru Sang Ibu
Belum sempat Bima memproses kabar mengejutkan itu, teleponnya berdering. Itu adalah Ibu Kinanti.
"Anda melanggar janji Anda, Tuan Bima," suara Ibu Kinanti terdengar tajam dan marah. "Sudah dua minggu dan putri saya masih hidup sebagai imigran gelap di luar negeri. Anda tidak memberikannya dokumen kewarganegaraan, padahal saya tahu Anda bisa!"
Bima berusaha menenangkan diri. "Bu, ada hal yang lebih serius. Kinanti sedang hamil."
Terdengar keheningan di seberang telepon. Lalu, Ibu Kinanti berteriak histeris.
"Hamil?! Ya Tuhan! Anda tidak hanya merusak masa depannya, Anda merusak seluruh kehidupannya! Sekarang putri saya hamil di negara asing, sendirian, tanpa perlindungan!"
Kemarahan Ibu Kinanti dengan cepat berubah menjadi tuntutan yang terstruktur.
"Saya sudah menghubungi Purbaya," kata Ibu Kinanti, suaranya tiba-tiba kembali tenang dan mematikan. "Dia tidak lagi bekerja untuk Anindita. Dia sekarang adalah pengacara saya. Dia bilang, dengan Kinanti hamil, kami punya kartu truf yang jauh lebih kuat dari rekaman suara Anda."
"Kartu truf apa?" tanya Bima, lemas.
"Kami tidak akan menuntut Anda secara pidana, Tuan Bima. Kami akan menuntut Anda secara perdata untuk mendapatkan pengakuan hukum atas anak Kinanti, tunjangan hidup, dan pembagian harta gono-gini tambahan," jelas Ibu Kinanti.
Bima terkejut. "Saya sudah bercerai! Harta gono-gini saya sudah dibagi rata dengan Anindita!"
"Benar. Tapi Kinanti adalah selingkuhan Anda selama masa pernikahan dan hamil tak lama setelahnya. Purbaya bilang, kami akan mengajukan gugatan bahwa Anda menyembunyikan aset berupa potensi biaya hidup anak haram selama pernikahan. Anindita akan dipanggil sebagai saksi, dan kami akan memaksanya membuka semua berkas keuangan Anda lagi. Kami akan menuntut setengah dari harta yang Anda dapatkan saat ini, demi cucu saya."
Konsekuensi Abadi
Bima menyadari, ia telah mengira Anindita adalah musuh terakhirnya. Namun, Ibu Kinanti, didorong oleh amarah ibu dan diarahkan oleh kecerdikan Purbaya, telah membuka kembali luka lama.
"Anda akan menghancurkan hidup saya lagi," Bima berbisik.
"Anda sudah menghancurkan hidup putri saya dan cucu saya. Ini adalah keadilan, Tuan Bima," kata Ibu Kinanti. "Anda harus memilih: akui anak itu secara hukum dan bayar ganti rugi yang pantas, atau kami akan menyeret Anda dan Anindita kembali ke pengadilan, membuka semua aib lama Anda di depan media, dan memaksanya menjadi saksi untuk kasus anak haram Anda."
Ibu Kinanti mengakhiri panggilan itu, meninggalkan Bima terperangkap dalam lingkaran setan. Anak itu adalah konsekuensi abadi dari dosa-dosanya, dan Kinanti, melalui ibunya, kini menuntut pengakuan yang akan menghancurkan stabilitas finansial dan kedamaian yang baru ia dapatkan.