Kehidupan Zayn berubah dalam semalam karena orang tuanya tega 'Membuangnya' ke Pondok Pesantren As-Syafir.
"Gila gila. Tega banget sih nyokap ama bokap buang gue ke tempat ginian". Gerutu Zayn.
---
Selain itu Zayn menemukan fakta kalau ia akan dijodohkan dengan anak pemilik pondok namanya "Amira".
"Gue yakin elo nggak mau kan kalau di jodohin sama gue?". Tanya Zayn
"Maaf. Aku tidak bisa membantah keputusan orang tuaku."
---
Bagaimana kalau badboy berbisik “Bismillah Hijrah”?
Akankah hati kerasnya luluh di Pondok As-Syafir?
Atau perjodohan ini justru menjerat mereka di antara dosa masa lalu dan mimpi menuju jannah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MayLiinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
AUTHOR POV
Jakarta lagi-lagi panas. Matahari nyorot dari balik tirai apartemen lantai 15, bikin ruangan kecil itu berasa sumpek. Tapi yang bikin suasana makin panas bukan cuaca tapi kata-kata di layar HP Zayn semalam:
"Tunggu kejutan buat kalian besok."
Besok itu… Artinya sekarang.
Zayn berdiri di depan kaca, gulung lengan kemeja putihnya. Wajahnya tegang. Amira di belakang lagi masang jilbab biru muda, gerakannya pelan tapi matanya nggak tenang.
“Zayn… kalau mereka beneran buka rahasia kita, kamu siap?” suara Amira lirih, kayak angin yang takut kedengeran.
Zayn berhenti, nengok lewat pantulan kaca. Tatapannya tajam.
“Gue nggak takut mereka tau, Mir. Gue cuma takut mereka nyakitin lo.”
Amira nutup mata, tarik napas dalam. “Kalau kita sabar, Allah nggak akan tinggal diam.”
Kalimat itu bikin Zayn diem sebentar, terus jalan pelan, genggam tangan Amira erat.
“Lo jangan jauh-jauh dari gue hari ini. Apapun yang terjadi.”
AUTHOR POV – KAMPUS DANRA
Halaman kampus rame kayak pasar. Anak-anak sibuk foto OOTD, update IG Story. Tapi di tengah keramaian itu, aura aneh berasa.
Brightzone muncul di parkiran kampus.
Robi turun dari motor, melepas helmnya pelan. Senyum tipis di bibirnya. Di kanan-kirinya ada Juno dan Bara, dua ekor setia yang kelihatan siap bikin rusuh kapan aja.
Nggak lama kemudian, Stardom juga dateng. Fatah, Reza, Rafi, Vano. Mereka masuk kampus jalan santai, tapi tatapan mereka tetap santai tapi juga waspada.
Zayn yang baru turun dari mobil langsung lempar kode ke Fatah. Anggukan kecil. Semua ngerti: hari ini mereka nggak boleh bikin onar… tapi harus siap kalau situasi pecah.
ZAYN POV
Gue tarik napas panjang waktu ngeliat Robi berdiri di ujung koridor, tatapan matanya nusuk ke gue kayak peluru.
‘Sabar, Zayn. Ini kampus, bukan jalanan.’
Amira jalan di belakang gue, jarak aman. Tapi gue pengen narik dia, sembunyiin dia di balik gue.
SYIFA POV
Gue duduk di kursi kafe kampus, kopi dingin di tangan, tapi otak gue panas. Foto-foto maba lain wara-wiri di feed IG, tapi nggak ada yang menarik kecuali satu: Zayn.
Dari awal OSPEK gue udah notice dia. Dingin, cuek, nggak kayak cowok lain yang gampang gue bikin senyum. Dan justru itu bikin gue pengen punya dia. Tantangan, men.
Tadi gue udah coba ngobrol lagi, tapi dia masih flat. Fine, nggak masalah. Gue udah biasa nge-handle tipe kayak gini. Semakin dingin, semakin penasaran gue.
Gue tatap kaca kafe, ngerapihin rambut caramel gue sambil senyum kecil. “Cewek berjilbab tadi… siapa sih?” gumam gue pelan. Gue sempet notice dia ngelihat gue sama Zayn. Dia diem, kalem. Tipikal anak alim. Gue nggak peduli dia siapa. Yang jelas, kalau dia punya perasaan buat Zayn, dia bakal kalah.
Gue buka chat grup geng: Syifa: Target makin menarik. Persaingan juga makin seru. Afifah: Lo serius sama dia, Syif? Gue balas sambil ketik cepat: Syifa: Serius banget. Dia bukan tipe cowok yang gampang deket sama cewek. Dan gue suka itu.
Gue taruh HP, teguk kopi dingin, terus senyum miring. “Zayn, lo belum punya siapa-siapa kan? Tenang aja… sebentar lagi lo punya gue.”
Setelah kopi gue habis gue langsung pergi ke kelas karena udah waktunya jam pelajaran di mulai.
Saat sedang asyik natap Zayn tiba-tiba kelas jadi ricuh gue yang tadinya cuma fokus lihatin Zayn akhirnya lihat kedepan juga dan...
"APA?" Teriak gue sambil gebrak meja di depan gue. Seketika gue jadi pusat perhatian dan kelas jadi hening,gue langsung lihat Zayn yang sudah di depan kelas nyabut kabel proyektor dan ganti lihat Amira ai cewek alim yang duduk di belakang. Gue tatap dia tajam.
Gue bener-bener gak percaya dengan apa yang gue lihat. Gue milih keluar dari kelas dan masuk mobil dan melaju keluar dari parkiran kampus, pikiran gue kacau hanya karena sebuah foto. Tangan gue gemetar,mata gue merah karena emosi gue yang mulai meledak dna hati gue rasanya panas.
"AAAAAAAAAAAA". teriak gue emosi sambil mukul setir.
"KENAPA DIA UDAH JADI MILIK ORANG LAIN SIH. HARUSNYA CUMA GUE YANG COCOK DISAMPING ZAYN BUKAN CEWEK ALIM ITU ANJING."
Gue tarik nafas dan keluarin pelan-pelan dan mulai mikir gimana caranya dapatin Zayn. Saat gue sibuk mikirin caranya tiba-tiba telfon gue bunyi..
Ting ting ting...(anggap nada dering telfon)
Robi. Nama itu terpampang di ponselnya.
"Halo Rob,kenapa?"
"Lo gak papa?kenapa kabur dari kelas?"
"Gue bete."
"Bete gara-gara cowok yang lo taksir udah nikah?"
"Sialan lo. Kenapa lo gak kasih tau gue anjir?"
"Gimana kalau kita buat kesepakatan?"
"Kesepakatan apa?"
"Pokoknya nanti lo bisa dapatin Zayn dan gue bisa dapatin Amira. Deal?"
"Lo suka sama cewek alim itu?"
"Hmmm..bisa dibilang cuma pingin nyoba aja. Hahaha."
"Gila lo Rob."
"Lo lupa Syif kita itu sama."
"Sialan lo."
"Kalau lo setuju lo datang ke markas gue."
Tiiiit..
Tanpa pikir panjang Syifa langsung melajukan mobilnya menuju markas Brightzone.
AUTHOR POV – DI DALAM KELAS
Jam kuliah pertama. Ruangan adem, suara dosen mulai ngejelasin materi. Semua kelihatan normal… sampai satu hal kecil bikin semuanya jungkir balik.
Panitia kampus lagi tes proyektor, nyambungin laptop buat presentasi. Tiba-tiba…
Sebuah foto muncul besar-besar di layar. Foto yang nggak seharusnya ada di situ.
Foto akad nikah Zayn dan Amira di Pondok Pesantren As-Syafir.
Zayn bersalaman sama Kyai Ahmad Syafi’i. Di sebelahnya, Amira, dengan gamis putih.
Suara ruangan langsung pecah.
“Eh… ini siapa?”
“Serius dia udah nikah?”
“Gila, maba itu ternyata udah halal!”
Amira refleks nutup mulut. Wajahnya pucat. Tangan gemetar.
Zayn berdiri, rahangnya mengeras. Dia maju ke depan, cabut kabel HDMI dari laptop.
“Siapa yang ngelakuin ini?” suaranya berat, bikin semua orang diem.
Panitia gelagapan. “Bukan kita, sumpah!”
Tapi Zayn tau siapa dalangnya. Karena di luar pintu kelas, Robi lagi bersandar santai, senyum licik nempel di wajahnya.
Sedangkan Syifa setelah tau kalau di foto itu Zayn udah nikah dia langsung shock dan keluar dari kelas. Tapi sebelum keluar kelas ia sempat menatap tajam Amira.
AMIRA POV
Aku nggak bisa napas. Semua mata ngeliat ke arahku. Bisik-bisik mulai kedengeran.
“Pantes dia kalem banget, ternyata udah jadi istri orang.”
“Anjir, istrinya Zayn? Cewek ini menang banyak dong.”
"Tapi kok gue gak percaya ya? Soalnya dia gak cocok sama Zayn njir."
Aku pengen keluar. Tapi kaki nggak bisa gerak. Sampai Zayn balik, tarik tanganku tanpa peduli tatapan orang. Kita jalan keluar.
AUTHOR POV – KORIDOR
Robi tepuk tangan pelan waktu Zayn keluar kelas.
Ucap Robi dengan nada sinis,
“Gue bilang juga apa, Bro. Dunia harus tau siapa lo sebenernya.”
Zayn jalan maju dan menjawab dengan suara berat,
“Lo pikir ini bikin gue mundur, Rob? Lo Salah besar.”
Robi ketawa pelan dengan tatapan ngeremehin Zayn,
“Mundur? Bukan itu yang gue mau Bro. Gue malah pengen lo maju... biar lu jatuhnya keliatan lebih keren.”
Rahang Zayn mengeras dan mata dingin menatap Robi,
“Kalau lo nyentuh dia—”
Robi memotong ucapan Zayn dengan senyum licik,
“Dia? Cewek lo? Iya, gue liat tadi mukanya pucat banget. Cantik, Bro... pantes lo simpen rapat-rapat.” kemudian mendekat sambil berbisik
“Sayang banget kalau gue rusakin.”
Zayn nahan emosi, suaranya turun satu oktaf, tajam kayak pisau,
“Awas lo kalau sampai nyentuh dia. Gue bersumpah, Rob… Kalau lo sentuh dia lo nggak bakal bisa ketawa lagi.”
Robi mengangkat tangannya pura-pura takut,
“Uh, serem banget ancamannya. Tapi tenang, gue nggak akan buru-buru. Gue mainnya pelan kok... sampai lo sendiri yang minta ampun ke gue.”
Tatapan mereka beradu tegang. Fatah dan anak Stardom maju, bikin tembok di belakang Zayn. Robi tersenyum miring dan mundur pelan.
Robi:
“Santai, Bro. Ini baru pemanasan.”
POV ROBI
Gue jalan santai keluar dari gedung, senyum masih nempel. Suara sepatu Stardom di belakang tadi nggak bikin gue gentar sama sekali. Mereka pikir mereka bisa jadi tameng buat Zayn?
Lucu.
Gue nyalain rokok, hembus asap pelan. Angin siang Jakarta nggak bikin panas kepala gue karena semua rencana di otak gue udah tersusun rapi, tinggal eksekusi.
Zayn kira dia bisa hidup tenang? Nikah diem-diem sama cewek pesantren? Bro… dunia ini nggak sesuci kitab yang lo baca di pesantren dulu. Lo lupa sama masa lalu lo, Zayn? Lo lupa sama jalanan yang pernah bikin nama lo meledak? Gue nggak akan pernah lupa.
Dan sekarang… lo pikir bisa lepas dari gue?
Nggak ada kata lepas buat gue.
Gue ambil HP dari saku. Foto akad nikah mereka masih kebuka. Senyum tipis muncul di bibir gue.
“Main halus dulu… abis itu, gue jatuhin lo sampai nggak bisa napas,” gumam gue pelan.
"Lo tau apa bedanya gue sama lo, Zayn?
Gue nggak punya batas. Gue nggak kenal kata kasian." gumam gue.
Amira? Cewek yang lo bela mati-matian itu?
Hmm…
Manis sih. Lembut. Pantas lo jatuh. Tapi kalau dia masuk permainan gue, dia nggak bakal sama lagi.
Gue ketik satu chat di HP:
Robi: "Persiapan jalan. Kita eksekusi rencana kedua besok."
Gue masukin HP ke saku, nyalain motor gede, tarik gas pelan.
“Gue nggak mau buru-buru, Bro. Gue nikmatin proses lo hancur dengan perlahan.” ucap gue dalam hati sambil tersenyum smirk.
Saat sampai markas gue ambil Hp dan gue telfon kembaran gue buat hancurin Zayn karena gue tahu dia semenjak masuk kampus DANRA dia selalu ngestalk IG nya Zayn. Dan gue berencana ajak dia.
AUTHOR POV – MALAM HARI
Apartemen gelap. Amira duduk di sofa, peluk bantal. Wajahnya pucat. Zayn berdiri di depan jendela, tatap lampu-lampu kota.
“Gue udah bilang… rahasia ini nggak akan aman selamanya,” suaranya berat.
Amira nutup mata, air mata jatuh. “Aku nggak takut orang tau kita nikah, Zayn. Aku cuma takut kalau mereka nyakitin kamu.”
Zayn balik badan, jongkok di depannya, angkat dagunya pelan.
“Kalau mereka nyentuh lo… sebelum gue mati, mereka duluan yang jatuh.”
Dia peluk Amira erat. Untuk pertama kalinya, dunia luar nggak ada di pikirannya. Hanya dia… dan perempuan ini.
Tapi di sisi lain kota, Robi duduk di jok motor, ngerokok santai. Di tangannya, ada foto baru: Amira keluar dari mobil, senyum tipis.
“Tunggu aja, Sayang. Gue nggak main-main sama janji gue.”
To Be Continued..🫶✨️