NovelToon NovelToon
Melting The Pilots Heart

Melting The Pilots Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pernikahan Kilat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

“Bagaimana jika cinta bukan dimulai dari perasaan, melainkan dari janji terakhir seorang yang sekarat?”

Risa tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan kekasih sahabatnya sendiri—terlebih, di kamar rumah sakit, dalam suasana perpisahan yang sunyi dan menyakitkan. Tapi demi Kirana, satu-satunya sosok yang ia anggap kakak sekaligus rumah, Risa menerima takdir yang tak pernah ia rencanakan.

Aditya, pilot yang selalu teguh dan rasional, juga tak bisa menolak permintaan terakhir perempuan yang pernah ia cintai. Maka pernikahan itu terjadi, dibungkus air mata dan janji yang menggantung di antara duka dan masa depan yang tak pasti.

Kini, setelah Kirana pergi, Risa dan Aditya tinggal dalam satu atap. Namun, bukan cinta yang menghangatkan mereka—melainkan luka dan keraguan. Risa berusaha membuka hati, sementara Aditya justru membeku di balik bayang-bayang masa lalunya.

Mampukah dua hati yang dipaksa bersatu karena janji, menemukan makna cinta yang sebenarnya? Atau justr

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Risa dibaringkan perlahan di atas ranjang kecil berwarna putih.

Dokter jaga dengan sigap segera memeriksa tekanan darah dan kondisi tubuhnya.

Di sisi ranjang, Aditya duduk tak bergerak, matanya penuh kecemasan, tangan pria itu tak pernah lepas menggenggam erat tangan Risa, memberikan kekuatan dan ketenangan meskipun hatinya hancur.

“Dia pingsan karena syok berat. Biarkan dia beristirahat dulu. Kalau besok kondisinya belum membaik, saya sarankan pemeriksaan psikolog segera,” ujar dokter jaga dengan suara lembut tapi tegas.

Tak lama kemudian, Stefanus masuk perlahan. Matanya tertuju pada Aditya yang masih menunduk di sisi istrinya, wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam.

“Maaf, Aditya. Aku tidak menyangka reaksinya akan sekuat ini. Tapi proses hukum sudah mulai berjalan. Pelaku akan segera ditahan dan dikenakan pasal yang berat,” katanya penuh kepedulian.

Aditya mengangguk pelan, meski sorot matanya penuh luka, ada tekad kuat yang membara di dalamnya.

“Yang terpenting sekarang, Risa selamat… Dia sudah terlalu lama menanggung beban ini sendirian.”

“Aku akan siapkan pendamping trauma. Kami akan mendampingi dia sepenuhnya, Dit. Dia tidak akan dibiarkan melalui ini sendirian,” tambah Stefanus penuh empati.

Aditya menggenggam tangan Risa lebih erat. “Mas janji, kamu nggak akan pernah sendiri lagi…”

---

Keesokan paginya, cahaya matahari yang lembut menembus tirai tipis ruangan.

Kelopak mata Risa perlahan bergerak membuka, menyesuaikan diri dengan cahaya pagi.

Aditya, yang semalaman terjaga di sisi ranjang, terbangun seketika ketika merasakan genggaman tangan istrinya kembali.

“Ris… kamu sadar?” Suaranya bergetar, penuh harap.

Risa menatapnya dengan mata yang masih sayu.

“Mas… aku di mana?”

“Kamu pingsan… Tapi sekarang kamu aman. Kita di kantor Stefanus, di ruang kesehatan,” jawab Aditya dengan lembut.

Pintu terbuka pelan, Stefanus masuk bersama seorang wanita berpenampilan tenang dan profesional, sekitar usia 35-an. Ia membawa aura kedamaian yang membuat suasana menjadi lebih hangat.

“Ris, ini Dokter Andini, teman kuliahku dulu. Dia seorang psikolog, dan dia akan membantumu melewati ini,” ucap Stefanus.

Andini tersenyum ramah dan duduk di kursinya.

“Halo, Risa. Aku di sini bukan untuk menghakimi, tapi hanya untuk mendengarkan dan mendampingimu melewati masa sulit ini.”

Risa menatap Andini dengan tatapan ragu, lalu menoleh ke arah Aditya.

“Kalau aku cerita... apa mereka nggak akan melihat aku sebagai korban yang lemah?”

Andini menggeleng pelan. “Justru dengan berani bicara, kamu menunjukkan kekuatan yang luar biasa. Kamu bukan korban yang lemah, kamu penyintas yang luar biasa kuat.”

Air mata mulai mengalir di pipi Risa. Aditya mencium punggung tangannya, memberikan kehangatan dan ketenangan.

“Aku akan coba... Aku akan lawan semua ini,” bisiknya penuh tekad.

---

Suasana ruangan sunyi, hanya suara detak jam yang terdengar pelan.

Risa duduk di sofa dengan tangan yang terus menggenggam erat jari-jarinya sendiri, berusaha mengumpulkan keberanian.

Di seberangnya, Dokter Andini duduk tenang, mencatat dengan penuh perhatian.

Aditya duduk di pojok ruangan, tetap diizinkan menemani karena permintaan Risa sendiri.

“Risa, kamu bisa mulai dari bagian yang paling kamu ingat. Tidak perlu terburu-buru. Ini ruang amanmu,” ujar Andini lembut.

Risa mengangguk pelan. Matanya kosong sesaat sebelum perlahan ia mulai bercerita, suaranya bergetar.

“Aku waktu itu kelas dua SMA... Aku pulang dari les... sendirian... Tiba-tiba ada mobil berhenti. Katanya disuruh ayahku jemput.”

Napasnya mulai tersengal. Aditya segera bangkit dan duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat.

“Mereka bawa aku ke tempat sepi. Gelap... bau alkohol... Aku teriak, aku minta tolong... Tapi mereka—”

Risa menutup wajahnya, tubuhnya gemetar hebat.

“Cukup, Ris... cukup... Maaf... aku nggak bisa ada di masa itu untuk melindungimu...” bisik Aditya dengan suara parau, air mata menetes ke tangan Risa.

“Kamu sudah sangat kuat, Risa. Kamu bisa menghadapi ini. Kamu tidak sendirian lagi sekarang.”

Risa perlahan mengangkat wajahnya, menatap Aditya dengan mata penuh keraguan dan harapan.

“Aku pikir kalau aku cerita, kamu bakal jijik...”

“Tidak, Ris... Kamu tetap wanita paling berani dan mulia di mataku.”

Mereka berdua berpelukan erat di hadapan Dokter Andini, yang tersenyum penuh empati dan penghargaan atas keberanian Risa.

---

Malam di rumah sederhana mereka terasa lebih hangat.

Risa duduk di ruang tamu, wajahnya yang letih kini menunjukkan ketenangan yang mulai tumbuh. Lampu kuning temaram menerangi ruangan, menciptakan suasana hangat.

Di meja, segelas teh hangat masih mengepul. Aditya duduk di sebelahnya, memperhatikan istrinya dengan penuh kasih.

“Gimana perasaanmu sekarang, Ris?” tanyanya lembut.

Risa menghela napas pelan, menatap ke cangkir teh di depannya.

“Lega… Tapi juga takut. Rasanya seperti semua luka lama terbuka lagi. Tapi aku tahu, aku nggak sendiri sekarang.”

Aditya mengangguk, lalu memeluk bahu Risa dengan lembut.

“Kita akan lewati ini bersama. Seperti waktu aku koma dulu, kamu selalu percaya aku akan hidup. Sekarang, giliran aku percaya kamu bisa sembuh.”

Risa tersenyum kecil, matanya mulai berkaca-kaca.

“Terima kasih, Mas... Aku akan terus berusaha.”

Mereka terdiam sejenak, menikmati kehangatan dan ketenangan dalam rumah yang kini menjadi tempat berjuang dan menyembuhkan.

---

Hari sidang tiba. Ruang sidang terasa dingin dan hening. Semua mata tertuju pada Risa yang duduk sebagai saksi korban. Di hadapannya, pengacara terdakwa berdiri dengan ekspresi tajam, berusaha menyudutkan dan melemahkan keberanian Risa.

“Bukankah saat itu Anda tidak menolak? Tidak melawan? Tidakkah itu bisa diartikan sebagai tanda Anda menyukai pelaku?” suara pengacara itu dingin dan penuh tekanan.

Risa terkejut, wajahnya memucat. Tangan gemetar menggenggam erat rok yang dikenakannya.

“Saya... saya masih SMA... Saya ketakutan... Saya pingsan setelah itu...” jawabnya dengan suara bergetar.

“Tidak ada bukti yang menunjukkan Anda berteriak atau mencoba melarikan diri. Mungkin saja hubungan itu dilakukan dengan suka sama suka?” pertanyaan itu terdengar kejam di telinga semua orang.

Risa mulai menangis tersedu-sedu, air matanya mengalir deras, tak mampu berkata-kata lagi. Di kursi pengunjung, Aditya berdiri dengan marah, namun Stefanus segera menenangkannya.

Hakim mengetuk palu dengan tegas.

“Cukup! Saksi sedang mengalami tekanan emosional. Sidang ditunda sampai esok hari. Saksi diizinkan untuk tenang dan mendapatkan pendampingan psikologis.”

Risa segera dibantu keluar dari ruang sidang oleh tim pendamping.

Wajahnya masih penuh luka emosional yang baru saja terbuka kembali.

Di luar, para pendukung dan sahabatnya menunggu dengan tangan terbuka dan senyum penuh dukungan.

“Aku di sini, Ris. Aku percaya sama kamu. Kamu nggak sendiri,” suara Aditya penuh penguatan.

---

Setelah sidang, saat Risa keluar dari ruang sidang, ia masih tampak lemah dengan mata yang sembab akibat menangis.

Di tengah kerumunan, seorang perempuan berdiri dengan senyum sinis yang menusuk hati.

Dialah Maya, teman lama Risa semasa SMA yang dulu pernah dekat, tapi diam-diam menyimpan rasa iri.

“Ah, Risa... akhirnya semua orang tahu siapa kamu sebenarnya. Dari dulu kamu memang suka gonta-ganti laki-laki. Sekarang main drama jadi korban?” sindir Maya dengan nada menyakitkan.

Orang-orang yang tadinya simpati terdiam sejenak, menoleh ke arah Maya. Risa menatap Maya dengan mata merah yang penuh luka, tapi tetap berdiri tegak penuh keberanian.

“Kamu boleh bilang apa saja, Maya. Tapi aku tidak akan diam demi keadilan. Bukan hanya untuk diriku, tapi untuk semua perempuan yang pernah disakiti dan dibungkam,” jawab Risa tegas, suara yang keluar penuh keberanian.

Maya terdiam, tidak menyangka balasan Risa begitu tenang dan kuat. Stefanus melangkah maju dan berdiri di samping Risa.

“Kamu menyebarkan fitnah bisa kena pasal, Maya. Jangan uji kesabaran kami,” tegas Stefanus.

Aditya menggenggam tangan Risa dengan erat, memberikan dukungan penuh.

“Kamu kuat, Ris. Jangan biarkan suara-suara kotor menjatuhkan mu.”

Maya terlihat gelisah, akhirnya pergi menjauh. Sementara media dan para pendukung kembali mendekati Risa, kini dengan rasa simpati yang jauh lebih dalam dan tulus.

1
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
lanjut donkkk
kalea rizuky
keren bgt lo ini novel
kalea rizuky
belom bahagia di tinggal mati
kalea rizuky
ris jangan menyia nyiakan masa muda mu dengan orang yg lom selesai dengan masa lalunya apalagi saingan mu orang yg uda almarhum
kalea rizuky
suami dayuz
kalea rizuky
uda gugat aja ris banyak laki lain yg menerima qm lagian masih perawan ini
kalea rizuky
suka bahasanya rapi
kalea rizuky
cerai aja lah ris hidup masih panjang
gojam Mariput
jahatnya aditya
gojam Mariput
suka....
tata bahasanya bagus, enak dibaca
my name is pho: terima kasih kak
total 1 replies
gojam Mariput
awal yang sedih ...
moga happy ending
my name is pho: selamat membaca kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!