Blurb:
Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.
Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.
Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.
Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.
Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?
Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Mia duduk bersandar di tepi ranjang, matanya memandangi langit sore yang perlahan meredup di balik jendela rumah sakit.
Daniel yang duduk tidak jauh dari sana, memperhatikannya dalam diam. Ia tahu, di balik tatapan Mia itu telah menyimpan luka yang sudah terlalu lama, membuat dada Daniel terasa sesak. Tanpa berkata-kata, Daniel membuka tas selempangnya, lalu mengambil sebuah kotak kecil, kemudian berjalan mendekatinya.
"Aku pikir... kau pasti sangat bosan jika terus memandangi jendela seperti itu," ujarnya pelan, berusaha menyembunyikan kegugupannya.
Mia menoleh dengan tatapan kosong, tetapi matanya menyorot dengan lembut.
Daniel tersenyum kecil, lalu menyerahkan kotak itu padanya. "Ini tablet baru. Kamu bisa menonton film, dengar musik, atau sekadar bermain game ringan. Setidaknya itu bisa sedikit mengusir rasa bosan, bukan?"
Mia menerima pemberian itu dengan gerakan pelan. "Terima kasih..." ucapnya dengan lirih.
Ia menatap layar tablet di pangkuannya, mencoba menyibukkan diri meski hatinya tengah berkecamuk. Sebenarnya, dia tidak ingin menonton apapun. Namun, dia tidak ingin mengecewakan Daniel. Jadi, ia mengusap layar, membuka beberapa aplikasi hiburan, berpura-pura tertarik pada benda itu.
"Aku akan pura-pura menikmatinya... supaya dia tidak merasa sia-sia telah membelikannya untukku," gumamnya dalam hati.
Baru saja ia mulai menggulir layar, sebuah notifikasi tiba-tiba muncul di bagian atas tablet.
[BERITA HIBURAN: Duet CEO Lee Crop Company Memicu Hubungan Baru!]
Hati Mia seketika tercekat. Matanya membeku menatap tulisan itu. Jari-jarinya gemetar saat menekan notifikasi tersebut. Layarpun berganti, menampilkan sebuah video berdurasi pendek. Mia menekan video itu, kemudian terdengar musik piano yang lembut mengalun, menenangkan bagi sebagian orang di pesta, tapi tidak bagi Mia.
Tayangan itu memperlihatkan dua sosok yang sedang duduk berdampingan di balik grand piano. Senyuman mereka terlihat ramah, manis, dan penuh kehangatan. Suara penonton yang tertawa dan bertepuk tangan terdengar samar. Namun, yang membuat napas Mia tercekat bukanlah suara atau gerakannya, tetapi pada wajah mereka.
Wajah pria itu.
Christopher.
Dan di sebelahnya adalah Lusy.
Daniel yang duduk di kursi yang tidak jauh dari ranjang langsung menoleh saat mendengar musik itu. Dengan sekilas, ia melihat layar tablet yang terbuka. Kemudian matanya membelalak.
"Tidak mungkin..." gumamnya tak percaya.
Ia melangkah cepat dan duduk di sisi tempat tidur Mia, menatap layar itu dengan mata yang hampir tak berkedip.
Kamera di dalam video itu dengan sengaja men-zoom wajah keduanya. Di dalam video itu mereka tertawa bersama. Dan pandangan matanya yang begitu mesra.
Mia tidak diam ditempat. Ia tidak menangis. Matanya masih menatap video itu.
Namun, di balik keheningan itu, Daniel tahu ada badai yang menggulung di dalamnya.
Mia kemudian mengetuk bagian komentarnya. Jempolnya gemetar saat menggulirnya satu per satu.
“Pasangan ini sangat serasi!”
“Wow! Ini duet yang terbaik di tahun ini!”
“Pangeran Christopher dan Tuan Putri? Mereka adalah pasangan sejati!”
“CP yang sempurna! Aku mendukung mereka!”
Mia menatap komentar-komentar itu sangat lama. Dan saat ia mengedip, barulah air matanya jatuh.
Keheningan di dalam kamar rumah sakit itu pecah seketika saat Daniel meraih tablet dari tangan Mia dengan gerakan yang mendadak.
"Berhenti melihat sesuatu yang hanya akan mengotori matamu!"
Tablet itu kini berada dalam genggamannya, dan ia memandang layar itu dengan kemarahan yang tidak bisa disembunyikannya. Dadanya naik turun karena menahan amarah, matanya menyala karena marah dan rasa kecewa yang tidak bisa dijelaskan.
Namun, Mia hanya menatapnya dengan tenang. Tatapannya kosong, seperti tak tersentuh oleh ledakan emosi yang baru saja terjadi.
"Seseorang di pesta pasti sengaja merekam ini," ujarnya sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
"Dia tahu aku pasti akan melihatnya. Dia tahu ini akan memukulku."
Daniel mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.
"Video ini harus dihapus! Aku akan—"
"Tidak ada gunanya."
Mia tiba-tiba memotong ucapan Daniel, masih dengan nada yang sama, nada dingin, tenang, tapi menyiratkan luka yang dalam.
Daniel membeku dan hatinya berdebar. Matanya tidak lepas dari wajah gadis itu yang perlahan mulai menunduk.
"Tanpa izin dari Christopher," lanjut Mia, "tidak akan ada satu pun media yang berani mempublikasikan video seperti itu. Jika dia tidak setuju, video itu sudah lenyap bahkan sebelum malam pesta berakhir."
Seolah baru sadar akan sesuatu, Daniel diam mematung. Ia menatap Mia dengan wajah tercengang.
"...Kau... maksudmu, dia tahu?"
Mia mengangguk pelan. Bibirnya mengulas senyum yang pahit. "Bukan hanya tahu. Bahkan... bisa jadi dia yang merestuinya."
Suasana mendadak terasa menyesakkan.
Mia menarik napas dalam-dalam, lalu bersandar kembali ke bantal. Kepalanya tertunduk.
"Mungkin inilah caranya memaksaku agar aku menyerah. Ia membiarkan video itu tersebar agar aku tahu dimana tempatku. Agar aku tahu... dia tidak membutuhkanku lagi."
Daniel mengepalkan tangannya, matanya berkilat.
"Aku akan bicara dengannya! Aku tidak akan membiarkan ini terjadi! Aku akan—"
"Kau tidak mengerti, Daniel..."
Suara Mia terdengar pelan, namun setiap katanya mengandung luka yang dalam.
"Christopher... dia bukan orang biasa. Dia punya kekuasaan. Dan dia tahu apa yang dia lakukan. Dan yang paling menyakitkan adalah, dia tahu apa yang akan terjadi padaku... dan tetap membiarkannya terjadi."
Daniel terdiam. Hatinya menggelegak, tapi sekaligus hancur menyaksikan Mia, gadis yang dulu selalu bersinar, kini duduk diam dalam bayangannya sendiri.
Sementara Itu, Di Tempat Lain
Sofa beludru biru laut menampung sosok wanita yang duduk dengan anggun, kakinya disilangkan, serta tablet di tangannya.
Lusy tersenyum dengan puas menatap layar yang memutar ulang video yang baru saja ia unggah sendiri ke media sosial. Video duet piano itu kini telah viral. Sorotan publik saat ini persis seperti yang ia rencanakan.
Ia menyeruput kopi dari cangkir porselennya, lalu menyandarkan tubuh ke sofa.
Matanya menatap tajam ke layar, seolah mengintip luka yang ia tanam di hati seseorang.
"Hasil kerja keras tidak akan mengkhianatinya," gumamnya dengan suara manis.
Kemudian, ia menyeringai. Bibirnya melengkung seperti aktor yang sedang menikmati klimaks pertunjukan yang ia ciptakan sendiri.
"Sudah waktunya... menambahkan sedikit bumbu lagi ke dalam hidangan ini."
Tawa kecilnya menggema di ruangan itu, terdengar menyeramkan.
-🐣-
Pagi itu, suasana rumah megah keluarga Lee dibalut keheningan yang tidak biasa. Langit di luar masih disaput kabut yang lembut, dan sinar matahari baru mulai menembus tirai tipis jendela besar di lorong utama.
Christopher menuruni tangga utama dengan langkah tenang. Setelan jasnya terlihat rapi, dasinya sempurna, dan wajahnya seperti biasa, dingin dan tak terbaca. Setiap gerakannya mencerminkan wibawanya dan disiplin yang sudah tertanam sejak kecil. Namun, begitu kakinya menginjak lantai ruang makan dan matanya menatap ke arah meja makan besar, langkahnya terhenti sejenak.
Kursi di ujung meja masih kosong.
Ia mengerutkan kening dengan samar.
"Dia masih belum kembali?" gumam lirih lolos dari bibirnya.
Bibi Im yang tengah sibuk menata piring mendengar gumaman tuannya, ia menoleh dengan raut cemas.
"Nona muda Mia belum kembali sejak dua hari yang lalu, Tuan Muda. Apa mungkin sesuatu terjadi padanya?"
Nada suaranya mengandung kekhawatiran yang tulus, seperti seorang ibu terhadap putrinya sendiri.
Christopher tidak langsung menjawab. Ia lanjut berjalan ke tempat duduknya, menarik kursi dan duduk dengan elegan. Ia mulai menyendok sup ayam dari mangkuk besar ke dalam mangkuk pribadinya. Namun, tangannya terhenti di tengah jalan.
Diam-diam, ia meletakkan sendoknya perlahan, lalu mengambil tisu dan menyeka mulutnya meski belum sempat mencicipi sarapan.
Suara dinginnya terdengar di ruangan yang sunyi.
"Jika dia tidak ingin kembali... maka biarkan saja. Mau dia hidup atau mati... aku sudah tidak peduli lagi dengannya."
Bibi Im tersentak.
"Tuan Muda... bagaimana bisa Anda berkata seperti itu?"
Suara wanita itu bergetar, antara kecewa dan tidak percaya.
Christopher menoleh ke arahnya. Tatapannya tajam. Nada bicaranya terdengar lebih dingin, bahkan menusuk.
"Mungkin saja sekarang dia sedang tidur dengan pria lain."
"Jangan membuang waktumu untuk mengkhawatirkan seseorang seperti itu, Bibi Im."
Wanita tua itu membatu. Bibirnya terbuka, ia hendak membalas, tetapi tak ada suara yang keluar. Matanya mulai berkaca-kaca, bukan karena kemarahan, melainkan karena luka dari kata-kata yang begitu menyakitkan keluar dari mulut seseorang Tuan Mudanya.
Namun sebelum sempat ia berbicara, Paman Jack datang dengan tergesa-gesa dari arah dapur.
"Bibi, ayo ikut ke dapur. Sekarang."
Tanpa menunggu jawaban, ia menggenggam lengan Bibi Im dan menariknya perlahan menjauh dari ruangan.
Bibi Im menoleh sekilas ke arah Christopher, ingin berkata sesuatu... namun ia urungkan.
Kini Christopher sendiri di ruang makan. Suasana mendadak sepi. Sunyi itu bukan semata karena suara yang hilang, tetapi karena kehadiran seseorang yang tidak lagi di tempat biasanya.
Ia menatap mangkuk sup yang masih hangat di depannya. Aroma lezatnya sudah tak menggoda selera lagi. Lalu, dengan perlahan, matanya bergerak, menatap kursi kosong di seberangnya.
Tempat di mana Mia biasa duduk disana.
Beberapa detik berlalu dalam diam. Lalu Christopher bangkit, kursinya menggesek lantai dengan bunyi halus.
Tangannya meraih ujung jas, menggenggam erat. Matanya menatap ke depan, tetapi pikirannya entah melayang ke mana.
"Dia tidak pernah pergi selama ini... bahkan ini sudah dua hari."
"Apa sebenarnya yang sedang kau lakukan, Mia?"
Nada itu terdengar pelan. Tapi ketegangan di wajahnya perlahan mencair, digantikan oleh sesuatu yang lebih manusiawi, yaitu rasa cemas.
Ia berdiri diam di tempatnya, seperti sedang berusaha menepis sesuatu dari pikirannya, tapi gagal.
"...Kenapa aku memikirkannya? Seharusnya aku tidak peduli padanya." ucapnya dengan dingin.
Lalu ia melangkah meninggalkan ruang makan. Sarapan pagi itu dibiarkan dingin di atas meja. Dan kursi kosong itu tetap tak terisi.
***
Pintu kamar terbuka dengan perlahan.
Daniel masuk sambil membawa sebuah kantong plastik berisi sarapan. Aroma roti panggang dan susu stroberi serta bubur menyeruak dari dalamnya. Ia bersiul kecil, nada ceria terdengar kontras dengan suasana kamar yang redup. Dengan santai, ia menutup pintu itu menggunakan bahunya.
"Aku membeli bubur hangat, roti isi daging, dan susu stroberi kesukaanmu, Mia. Kau pasti lapar, kan?"
Suara Daniel ringan, penuh perhatian seperti biasanya. Namun, tidak ada balasan dalam ucapannya tadi. Mia hanya duduk diam di atas tempat tidur. Tubuhnya bersandar pada bantal, dan tatapannya tertuju lurus ke layar tablet yang di genggamnya erat. Wajahnya terlihat pucat, seperti telah kehilangan warnanya.
Daniel tidak langsung menyadari keanehan itu. Ia meletakkan kantong plastik itu di atas meja kecil, lalu mengeluarkan ponselnya ketika ia merasakan ada getaran dari saku celananya yang membuatnya terganggu.
Sebuah pesan muncul dari temannya. Notifikasinya mencolok.
[Teman]
—ASTAGA! Daniel! Periksalah tautan ini. Seseorang telah memposting ini. Kelinci kecilmu itu sekarang dalam masalah—
Kening Daniel langsung berkerut. Ada rasa tidak nyaman yang merayap kedalam dadanya.
"Apa maksudnya...?" gumamnya pelan.
Dengan cepat, ia membuka tautan yang dikirim temannya itu. Sebuah video mulai diputar otomatis. Awalnya, gambarnya goyah, namun suara dan sosok yang muncul di layar membuat Daniel membeku ditempat.
Di dalam video itu, terlihat dengan jelas Mia. Wajahnya penuh dengan amarah. Ia mencengkeram erat pergelangan tangan seorang gadis bernama Lusy. Di belakang mereka, seorang pria terlihat terkejut. Mia mengguncangnya dengan kasar, teriakan tajam terdengar dengan jelas.
"Jawab aku! Dari mana kau mendapatkan lagu itu?!"
Lusy meringis, berusaha melepaskan diri, tapi Mia tidak melepaskan cengkeramannya.
Lalu kemudian video itu terputus tiba-tiba.
Hening.
Daniel berdiri mematung.
"Apa... Apa-apaan ini?!" serunya tak percaya.
Ia mulai menggulirkan layar, membaca komentar-komentar yang membanjiri unggahan tersebut.
Komentar Netizen:
— Ya Tuhan, putri cantik ini pasti dijebak oleh orang jahat itu.
— Dasar bajingan jelek, mati saja kau.
— Mana buktinya? Berani sekali kau menuduh wanita yang tidak bersalah.
— Sangat menjijikkan. Tidak heran jika Tuan Christopher sangat membencinya.
Emosi Daniel pun meledak.
"Tidak... Ini tidak masuk akal! Itu pasti jebakan!" bentaknya, suaranya dipenuhi kemarahan dan kekhawatiran yang bertabrakan.
Ia menoleh cepat ke arah tempat tidur, ingin segera memberitahu Mia bahwa semuanya akan baik-baik saja, namun langkahnya terhenti. Tubuhnya membeku.
Mia masih berada di posisi yang sama. Tablet masih tergenggam erat di tangannya. Namun, ekspresinya—
Pucat.
Dan kosong.
Seolah jiwanya telah ikut menghilang, meninggalkan tubuhnya dalam kehampaan.
Bibirnya bergetar, tetapi tidak ada suara. Matanya pun tidak berkedip, masih menatap layar seperti sedang menyaksikan akhir dari segalanya.
Daniel bergegas menghampirinya, wajahnya berubah panik.
"Mia! Kau... kau sudah menontonnya?!"
Tidak ada jawaban. Hanya napas Mia yang terdengar pelan dan berat.
Daniel duduk di tepi ranjang, lalu memegang bahu gadis itu dengan cemas.
"Lihat aku, Mia. Tolong, jangan percaya pada semua yang mereka katakan. Aku tahu siapa dirimu. Aku tahu ini bukan salahmu."
Namun, Mia tetap diam. Air matanya tidak jatuh menetes, tetapi duka dan kehancuran tampak begitu jelas terlihat dari sorot matanya.
.
.
.
.
.
.
.
- 𝐓𝐁𝐂 -
Mia Mia cinta butamu membuat dirimu terluka kamu jg sangat goblok ,, wanita kaya kamu tuh ga bisa move on ga bisa sukses terlalu myek2 kamu ,,so enjoy lah