Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Bab 1

Di Sore hari, langit tampak terlihat cerah, udara sore pun terasa begitu tenang dan terlalu sunyi untuk sebuah rumah sebesar itu.

Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan bangunan megah yang bergaya modern klasik.

Pintu mobil depan terbuka dengan cepat, kemudian seorang pria paruh baya berseragam hitam segera menyambutnya dengan sopan.

“Nona, Anda sudah kembali,” ucap Paman Jack sedikit membungkuk dengan hormat.

Mia tidak menjawabnya, hanya mengangguk pelan sebelum ia menyerahkan kunci mobil padanya. Kemudian ia melangkah masuk ke dalam rumah, lalu tubuhnya berhenti sejenak di ambang pintu utama. Pandangan matanya menelusuri setiap sudut dalam rumah dengan tatapan yang sulit ditebak.

“Apakah dia sudah pulang?” tanyanya dengan suara pelan.

Paman Jack menatapnya sejenak sebelum menjawab, “Iya, Tuan Chris kembali menjelang sore tadi. Sekarang beliau sedang beristirahat di ruang kerjanya.”

Tanpa membuang waktu lama, Mia langsung menaiki anak tangga menuju ke lantai dua. Langkah kakinya sangat terburu-buru.

‘Sudah seminggu lamanya... tanpa satupun pesan darinya…’ gumamnya dalam hati.

Setelah sampai, ia berdiri diam di depan pintu ruang kerja. Mia menarik nafas dalam untuk mengambil keberaniannya, lalu beberapa saat kemudian, akhirnya ia mengetuk pintu itu dengan pelan.

“Kak Chris… Kak, apakah aku boleh masuk?”

Tidak ada suara dari dalam kamar itu. Mia menunggu beberapa detik sebelum akhirnya ia memutar kenop pintu dan mendorongnya perlahan.

Hening menyambutnya.

Di dalam ruangan, Christopher tertidur di sofa berukuran panjang, ia masih mengenakan kemeja kerja yang sedikit kusut. Lengan bajunya tergulung sembarangan dan dasinya melonggar. Wajahnya tampak terlihat lelah.

Mia melangkah mendekatinya, lalu berjongkok tepat di hadapannya. Ia menatap wajah suaminya itu dengan perasaan campur aduk.

“Kenapa kau tidak pernah mengabariku selama ini… Bahkan hanya untuk mengatakan bahwa kau baik-baik saja…” bisiknya.

Ada kelembutan dalam nada suaranya, namun juga ada luka di dalamnya.

“Apa aku sungguh tidak berarti apa-apa untukmu?” lirihnya lagi.

Angin sore yang berubah menjadi malam masuk dari jendela yang masih terbuka, anginnya membawa hawa dingin ke dalam ruangan itu. Mia berdiri perlahan dan menutup jendela itu. Ia berusaha agar tidak menimbulkan suara apapun untuk membangunkan Christopher.

“Kau pasti kedinginan kalau begini terus…”

Ia kembali ke tengah ruangan, kali ini tangannya sibuk membereskan dokumen-dokumen yang berserakan di lantai dan meja. Tiba-tiba gerakan tangannya terhenti saat matanya terpaku pada sebuah bingkai foto kecil di atas meja kerja itu.

“Ini…” bisiknya lirih.

Sebuah rasa yang sudah lama terpendam tiba-tiba kembali muncul ke permukaan. Luka lama yang belum sempat sembuh kini kembali berdarah, tepat saat ia melihat sosok perempuan yang ada di dalam bingkai itu, tersenyum bersama Christopher.

Mia berdiri terpaku di depan meja kerja milik suaminya. Tangannya perlahan terulur meraih sebuah bingkai foto yang menarik perhatiannya. Jemarinya terasa bergetar saat menyentuh bingkai itu.

Di dalam bingkai itu terdapat dua remaja yang duduk berdampingan di depan sebuah piano tua. Senyum keduanya begitu hangat dan begitu tulus, seolah dunia ini hanya milik mereka berdua.

“Kau… ternyata masih menyimpannya,” bisik Mia dengan tatapan tidak percaya.

Suaranya begitu lirih, hatinya sangat terluka. Jemarinya menggenggam bingkai itu lebih erat..

“Lusy, ya?” gumamnya. “Kau masih mencintainya…”

Ia masih berdiri di sana, namun sorot matanya meredup kemudian perlahan berubah menjadi getir.

“Lalu aku ini apa, Kak?” suaranya nyaris patah. “Penggantinya? Atau hanya seseorang yang kebetulan datang di saat dia tidak bisa lagi bersamamu?”

Kepalanya menunduk. Bahunya sedikit bergetar saat dia menarik napas dalam-dalam, Mia berusaha menahan air matanya yang mendesak ingin keluar.

“Aku ingin berhenti berharap… Tetapi hatiku tidak bisa,” ucapnya lirih.

Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan riuh dalam dadanya. Foto itu masih tergenggam erat di tangannya.

Tiba-tiba, sebuah suara dingin memecah keheningan ruangan itu.

“Siapa yang mengizinkanmu masuk?”

Mia tersentak.

Refleks, tangannya melemah dan bingkai foto itu terjatuh dari genggamannya.

PYARR!

Suara kaca pecah membentur lantai dan mengejutkan keduanya.

“A-Aku… maaf!” ucap Mia dengan panik. “Aku tidak sengaja… Aku tidak bermaksud untuk menyentuhnya!”

Mia buru-buru berlutut hendak memungut pecahan bingkai itu. Namun belum sempat tangannya menyentuh lantai, Christopher sudah melangkah cepat dan mendorong tubuhnya ke samping. Mia jatuh terduduk dan terkejut.

Christopher mengangkat bingkai foto yang sudah pecah itu lalu memeriksanya dengan saksama.

“Untung saja fotonya tidak rusak,” gumamnya dengan nada dingin.

Mia menundukkan kepala, memandangi lantai dengan pandangan kosong. Tangannya mengepal di atas roknya yang berdebu.

Jemarinya bergetar saat ia kembali berusaha mengumpulkan pecahan bingkai foto yang berserakan dilantai. Tiba-tiba, semburat merah muncul dari telapak tangan kirinya.

Namun, sebelum ia sempat menyadari rasa perih yang mulai menyengat pada jarinya.

Tiba-tiba...

Plak!

Tamparan itu mendarat telak di pipinya.

“A-Akh…!”

Mia terhuyung ke samping, lalu memegang pipinya yang kini memerah. Ia mendongak perlahan, menatap pria yang ada di hadapannya dengan tatapan tidak percaya.

Christopher berdiri dengan napas memburu, wajahnya memerah karena amarah.

"Apa hak yang kau miliki untuk masuk ke ruangan ini?!" bentaknya. "Siapa yang memberimu izin untuk menyentuh barang-barangku?!"

Tanpa memberi waktu bagi Mia untuk menjawab, ia meraih kerah baju gadis itu dan menariknya kasar hingga Mia terangkat sedikit dari lantai.

"Meskipun jejaknya di rumah ini telah menghilang…" Christopher mencibir dengan tatapan matanya yang menusuk. "Sedikit pun, kau tidak akan pernah bisa menggantikannya!"

Hati Mia terguncang. Hatinya seolah diremukkan dalam genggaman pria itu.

"Kak Chris… aku tidak.. aku sungguh tidak berniat apa-apa…" jawabnya dengan pelan.

"Munafik," desis Christopher dengan tajam. "Karenamu, aku harus berpisah dengan orang yang paling kucintai!"

Tubuh Mia mulai melemas. Luka di tangannya kini berdarah lebih deras, namun rasa sakitnya tidak sebanding dengan tusukan kata-kata pria itu.

"Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Aku hanya ingin menjadi bagian dari hidupmu," bisiknya dengan tulus.

Christopher tertawa pendek seolah menghinanya.

"Bagian?" ulangnya. "Jika bukan karena Ibu yang memaksaku untuk pulang, kau pikir aku akan sudi tinggal satu rumah denganmu?"

Mata Christopher melebar, menatap Mia dengan penuh tatapan kebencian.

"Aku rasanya ingin muntah setiap kali melihat wajah syallanmu!"

Dengan satu dorongan keras, Christopher melepaskan kerah baju Mia. Seketika tubuh gadis itu terhempas ke lantai. Mia terjatuh, hingga lututnya menghantam permukaan marmer yang dingin. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, tetapi bukan itu yang membuatnya menangis.

Yang membuat dadanya nyeri adalah kenyataan bahwa cinta yang ia berikan tidak pernah sekalipun dihargai oleh pria itu.

Akhirnya, air matanya jatuh perlahan dari sudut matanya, tetapi senyuman lembut masih menghiasi wajahnya yang mulai memucat. Meski pipinya terasa perih dan telapak tangannya berdarah, ia tetap menatap Christopher dengan pandangan yang tulus.

"Aku hanya ingin melihatmu…" katanya dengan lirih. "Kita tidak pernah bertemu selama seminggu. Aku sangat merindukanmu, Kak…"

Mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Mia, Christopher mengerang marah.

"Tutup mulut syaalanmu itu dan KELUAR dari sini!"

Tanpa ampun, Chris mendorong tubuh mungil Mia ke luar ruangan hingga tubuh gadis itu terhempas dan hampir jatuh tersungkur di koridor luar. Setelah itu, pintu ruang belajar dibanting dengan keras di belakangnya.

BRAKK!

Sunyi menyelimuti lorong panjang rumah itu. Hanya ada suara napas Mia yang terengah yang terdengar samar, berpadu dengan suara detak jantungnya yang menggema di dalam dadanya. Mia terduduk di lantai marmer, kedua lututnya tertekuk, dan telapak tangannya yang berdarah mulai gemetar.

"Kenapa rasanya selalu sesakit ini?" bisiknya lirih kepada dirinya sendiri.

Tanpa bisa ditahan lagi, tangisanya pecah dari bibirnya. Ia memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menciptakan kehangatan dari kepedihan yang kini mendera disetiap inci hatinya.

Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki mendekat dengan perlahan. Dari balik bayangan, muncullah sesosok tua yang sudah seperti keluarga baginya.

Paman Jack.

Paman Jack menatap Mia dengan wajah cemas. Ia melihat darah mengalir dari tangan gadis itu, kemudian ia membungkuk perlahan.

"Nona… Anda terluka. Izinkan saya untuk membantu mengobati luka di tangan Anda."

Namun Mia buru-buru menghindar.

"Jangan mendekat! Tolong jangan datang! Aku akan kembali tenang. Beri aku waktu sebentar saja."

Paman Jack terdiam. Sorot matanya penuh dengan kekhawatiran, namun ia menghormati permintaan itu. Matanya tak lepas dari tubuh mungil Mia yang masih gemetar dan berusaha menahan tangisannya.

"Tapi, Nona…"

Mia perlahan mengangkat wajahnya. Ia tersenyum lemah, namun ia tetap berusaha terlihat kuat.

"Aku akan mengurusnya sendiri, Paman…" ucapnya lirih. "Tolong… sampaikan pada Bibi Im agar menyiapkan makan malam. Aku ingin beristirahat sebentar."

Paman Jack menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan.

"…Baik, Nona."

Dengan langkah goyah, Mia bangkit berdiri. Ia berjalan perlahan menuju ke kamarnya sambil menahan rasa perih di tangan dan luka di hatinya. Sesampainya di dalam, ia langsung menyalakan semua lampu.

Cahaya terang menyinari setiap sudut kamar itu, namun cahaya itu tidak bisa menyinari sudut hati Mia yang kini terasa gelap dan hampa. Ia berdiri dalam waktu yang lama di tengah ruangan sambil memandangi lampu yang menyala seolah mencari jawaban, mengapa cinta yang ia miliki selalu berujung terluka?

Dan dalam diamnya, hanya satu kalimat yang mengendap didalam benaknya:

'Sampai kapan aku harus terus bertahan hanya untuk dicintai oleh seseorang yang tidak pernah menginginkanku?'

.

.

.

.

.

.

.

-TBC-

Terpopuler

Comments

partini

partini

dari sinopsis bikin nyesek ini cerita

2025-06-04

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26
27 Bab 27
28 Bab 28
29 Bab 29
30 Bab 30
31 Bab 31
32 Bab 32
33 Bab 33
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38
39 Bab 39
40 Bab 40
41 Bab 41
42 Bab 42
43 Bab 43
44 Bab 44
45 bab 45
46 Bab 46
47 Bab 47
48 Bab 48
49 Bab 49
50 Bab 50
51 Bab 51
52 Bab 52
53 Bab 53
54 bab 54
55 Bab 55
56 Bab 56
57 Bab 57
58 Bab 58
59 Bab 59
60 Bab 60
61 Bab 61
62 Bab 62
63 Bab 63
64 Bab 64
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
71 Bab 71
72 Bab 72
73 Bab 73
74 Bab 74
75 Bab 75
76 Bab 76
77 Bab 77
78 Bab 78
79 Bab 79
80 Bab 80
81 Bab 81
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86
87 Bab 87
88 Bab 88
89 Bab 89
90 Bab 90
91 Bab 91
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95
96 Bab 96
97 Bab 97
98 Bab 98
99 Bab 99
100 Bab 100
101 Bab 101
102 Bab 102
103 Bab 103
104 Bab 104
105 Bab 105
106 Bab 106
107 Bab 107
108 Bab 108
109 Bab 109
110 Bab 110
111 Bab 111
112 Bab 112
Episodes

Updated 112 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26
27
Bab 27
28
Bab 28
29
Bab 29
30
Bab 30
31
Bab 31
32
Bab 32
33
Bab 33
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38
39
Bab 39
40
Bab 40
41
Bab 41
42
Bab 42
43
Bab 43
44
Bab 44
45
bab 45
46
Bab 46
47
Bab 47
48
Bab 48
49
Bab 49
50
Bab 50
51
Bab 51
52
Bab 52
53
Bab 53
54
bab 54
55
Bab 55
56
Bab 56
57
Bab 57
58
Bab 58
59
Bab 59
60
Bab 60
61
Bab 61
62
Bab 62
63
Bab 63
64
Bab 64
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70
71
Bab 71
72
Bab 72
73
Bab 73
74
Bab 74
75
Bab 75
76
Bab 76
77
Bab 77
78
Bab 78
79
Bab 79
80
Bab 80
81
Bab 81
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86
87
Bab 87
88
Bab 88
89
Bab 89
90
Bab 90
91
Bab 91
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95
96
Bab 96
97
Bab 97
98
Bab 98
99
Bab 99
100
Bab 100
101
Bab 101
102
Bab 102
103
Bab 103
104
Bab 104
105
Bab 105
106
Bab 106
107
Bab 107
108
Bab 108
109
Bab 109
110
Bab 110
111
Bab 111
112
Bab 112

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!