NovelToon NovelToon
DARAH SOKA

DARAH SOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Penyelamat
Popularitas:519
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.

Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.

Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 31

Malam tiba. Para petualang atau buronan itu belum menemukan tempat untuk bermalam. Sehingga mereka masih berjalan tak tentu arah. Sekalipun sudah larut, namun desa itu masih saja ramai. Tidak kalah dengan saat siang hari. Bahkan ada banyak titik yang menyediakan pasar dengan tempat bermain seperti sebelumnya. Benar-benar desa yang penuh akan hiburan.

Sampai di sebuah rumah-rumahan sawah, mereka berhenti dan beristirahat di sana.

Mata Aimee berkaca-kaca. Terbayang nasib bu Dyn dan Neptune jauh di sana. sedangkan ia berada di tempat yang asing. Mereka masih ragu untuk bertanya ke penduduk lokal. Mengingat kemungkinan nama desa mereka sedang marak dibicarakan.

“Sampai kapan kita akan terus berjalan tak tentu arah?” tanya Aimee dengan lemas.

“Tak tentu arah? Kita sedang mengatur strategi. Bukan hanya kau yang tersesat,” timpal Luisa.

“Kita akan bertanya ke penduduk. Namun, tidak sekarang.” Taza berkata.

“Orang-orang di sini hanya peduli dengan hiburan. Otomatis banyak turis yang berkunjung. Tidak hanya penduduk lokal yang berada di sini,” ucap Shinkai.

“Artinya?” tanya Aimee.

“Artinya, kita akan kacau jika bertanya ke seseorang yang salah. Justru lebih aman jika itu penduduk lokal,” jelas Shinkai.

“Bagaimana jika kita bertanya ke salah satu rumah,” usul May.

“Ide bagus. Seharusnya sejak keluar hutan kita memang langsung mencari nama desa ini,” ujar Luisa.

“Itu karena kalian yang malah bermain tidak jelas!” tegas Hoshi.

“Tapi aku khawatir jika ini sebenarnya desa yang dekat.” Taza menyambut.

“Memang dekat karena ini perbatasan,” ucap seseorang tiba-tiba tanpa disadari.

Seketika semua terlonjak kaget dan memasang kuda-kuda siaga. Tanpa ad aura kehadiran. Bahkan tidak disadari oleh satupun dari mereka.

Jantung Shinkai berdegup kencang. keringat dingin mengucur. Seperti biasa, itulah yang terjadi setiap kali ia bertemu orang itu. Ayahnya Helai.

Pria itu berjalan cepat, “Ikuti aku!” ucapnya dengan suara berat.

Hanya Shinkai yang pernah melihatnya sebelumnya, karena beberapa kali mengerjakan sesuatu di rumah Helai.

Semua masih bergeming.

“Itu ayah Helai,” ucap Shinkai.

“Perempuan centil yang sangat menyukaimu itu?” Aimee memastikan.

Shinkai mengangguk.

“Eh, kau punya penggemar?” Luisa bertanya.

“Apakah kita harus mengikutinya? Dia tampak berbahaya,” tanya Taza.

“Aku juga tidak pernah bisa menebak isi pikirannya,” ujar Shinkai.

Tiba-tiba Hoshi berlari, menyusul. Egan turut dari belakang. Begitupun dengan May.

“Bergerak atau tidak ada kesempatan lain,” seru Luisa sebelum menyusul.

Taza melirik Shinkai. Lantas mengangkat bahu.

“Ah, tak ada pilihan lain. seseorang bisa menjadi teman dan musuh dalam satu waktu,” ucap Shinkai.

Pada akhirnya, mereka mengikuti pria misterius yang merupakan ayah Helai itu.

Udara dingin mencekam. Suara gigi bergemeletuk Aimee terdengar. Shinkai melirik penuh keraguan untuk memberikan gadis itu kehangatan. Tidak bisa. Itu hanya akan membuat Aimee mengamuk. Sekalipun ia sangat menggigil.

Selama bertualang, Aimee menjadi sosok yang lebih pendiam dan bergantung pada Shinkai. Ia benar-benar menunjukkan sisi lembutnya selama itu. Seolah-olah, hanya Shinkai yang dapat ia andalkan saat ini.

Tak ada yang berjalan sejajar dengan ayah Helai. Antara sungkan, ragu dan takut. Hoshi yang biasanya bermental baja pun dibuat bergeming oleh pembawaannya.

“Maaf, pak. Di mana kita berada saat ini?” tanya May yang telah lama menahan rasa penasaran.

“Desa Wahana.” Pria itu menjawab tanpa menengok.

“Berapa lama lagi kita akan sampai di desa Tambang?” May bertanya lagi.

Desa Tambang adalah desa tempat tinggal bu Dyn. Tepatnya tempat tinggal kebanyakan orang dari mereka. Itu adalah desa yang luas dan bisa mencapai tiga kali lipat luas desa-desa lain. disebut sebagai desa Tambang lagi banyak penambangan berlian di sana.

“Tinggal menyeberangi jembatan di depan sana,” jawabnya.

“Baik terima kasih,” lanjut May.

Tidak ada jawaban lagi.

Ratusan meter mereka tempuh hingga sampai di depan sebuah jembatan yang dimaksud. Di seberangnya, ada gerbang besi yang sangat besar dan tebal. Tingginya mencapai tiga meter.

Ayah Helai membuka gerbang itu. semua mengikutinya dari belakang. Saat masuk gerbang, Shinkai dan kawan-kawan dikejutkan dengan tiang-tiang dan dinding-dinding yang dipenuhi foto mereka, kecuali Aimee tentunya.

Hoshi menatap punggung ayah Helai. Sungguh tidak mungkin bagi orang sepertinya tidak melihat foto itu. Namun, pria itu tampak tidak peduli dan tetap melanjutkan langkahnya. Seolah foto-foto itu hanyalah pajangan biasa.

Setidaknya, tempat itu sudah sepi tanpa satu pun orang yang melintas. Kecuali mata-mata yang hinggap di salah satu dahan pohon. Tanpa basa-basi, Luisa menarik salah satu anak panah dan melesatkannya ke arah mata-mata berpakaian hitam itu hingga jatuh.

“Sambutan pertama, ya,” ujar Hoshi.

Anehnya, mereka menyadari bahwa mata-mata itu mengarahkan senjatanya pada ayah Helai.

“Siapa kau sebenarnya?” Hoshi bertanya.

“Namaku Hale,” jawab ayah Helai.

Bukan itu jawaban yang Hoshi maksud.

Mulai dari sana. Wajah-wajah mereka mulai terpampang. Di mana-mana. Sebagai para buronan yang telah melakukan pembunuhan dan aktivitas berbahaya. Sudah jelas semua adalah ulah Jim yang telah menjadikan Shinkai salah satu yang buron, sekalipun pemuda itu terakhir kali pergi adalah untuk mencarikan obat penawar racun untuk Aimee.

“Hale, kenapa kau menunjukkan kami jalan?” tanya Hoshi.

“Karena aku menemukan seseorang yang sangat dicintai putriku,” jawabnya dengan maksud menyebut Shinkai.

Semua menengok ke Shinkai. Taza yang berada di dekatnya menyenggol dengan senyuman ejekan.

Beberapa jarak dari tempat mereka berjalan, Hale berlari kencang menuju semak-semak. Lantas keluar dengan sebuah kereta kuda.

Artinya, perjalanan masih sangat jauh.

Hoshi bergerak paling cepat untuk masuk ke kereta kuda. Yang lain menyusul tanpa ragu. Hanya Aimee yang tiba-tiba menarik lengan Shinkai.

“Ada apa?” Shinkai bertanya.

“Kau yakin dengannya?”

“Sebuah senjata yang hendak diarahkan pada Hale itu sebagai bukti bahwa Hale bukanlah orang yang berada di pihak mereka,” jelas Shinkai.

Kemudian Shinkai menarik lengan Aimee untuk naik ke kereta kuda.

“Masih ada kemungkinan jika mata-mata tadi sengaja hendak mengarahkan senjatanya pada Hale, agar kita percaya bahwa Hale bukanlah bagian dari mereka,” tutur Hoshi.

Seketika Aimee berekspresi panik. Baru saja ia ditenangkan oleh Shinkai, kini Hoshi langsung mengeluarkan pendapat.

“Tapi, kereta kuda ini nyaman sekali. Aku akan memejamkan mata di sini. Sekalipun jika yang membawa kita adalah seorang musuh,” ujar Shinkai sambil menggeliat.

Hoshi yang bersuara kecil saat membahas Hale justru dibalas Shinkai dengan suara kencang.

“Kau memang ingin sekali dihabisi,” tegas Hoshi.

Sampai di sebuah rumah yang tidak dikenali, Helai muncul dengan memakai mantel tebal. Matanya tampak sembab. Tubuhnya terlihat lebih kurus. Sampai di sana, Hale berhenti.

Helai muncul di belakang kereta untuk mencari Shinkai. Saat dilihatnya Shinkai, ia segera mendekat dan Hale turun dari tunggangan.

“Ia melihatmu, Helai. Ia akan segera turun,” hibur Hale.

Shinkai keluar lebih dulu, mengerti dengan maksud Hale berhenti di sana.

“Shinkai?” ujar Helai, lemas.

“Aku baik-baik saja, Helai.” Shinkai menjawab.

“Ah, jadi ini tujuanmu menjemput para buronan,” ucap Hoshi setelah keluar dari kereta kuda.

Helai melayangkan pandang pada foto-foto yang terpajang di tiang-tiang dan dinding-dinding.

“Iya, aku adalah penjahat sekarang.” Shinkai berkata.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!