Selama lima tahun pernikahan, Niken dan Damar tampak seperti pasangan sempurna di mata semua orang. Di balik senyum yang mereka pamerkan, ada luka yang mereka sembunyikan—ketidakmampuan untuk memiliki anak. Niken tetap bertahan, meski setiap bisikan tajam dari keluarga mertua dan orang sekitar menusuk hatinya.
Hingga badai besar datang menghantam. Seorang wanita bernama Tania, dengan perut yang mulai membuncit, muncul di depan rumah mereka membawa kabar yang mengguncang, dia adalah selingkuhan Damar dan sedang mengandung darah dagingnya. Dunia Niken seketika runtuh. Suami yang selama ini ia percayai sepenuh hati ternyata menusuknya dari belakang.
Terseret rasa malu dan hancur, Niken tetap berdiri tegak. Demi menjaga nama baik Damar dan keluarganya, ia dengan pahit mengizinkan Damar menikahi Tania secara siri. Tapi ketegarannya hanya bertahan sebentar. Saat rasa sakit itu tak tertahankan lagi, Niken mengambil keputusan yang mengguncang. Ia memutuskan untuk bercerai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoungLady, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Restoran bintang lima itu memancarkan nuansa tenang dengan alunan musik klasik dan aroma masakan Perancis yang menggoda. Di sebuah sudut dekat jendela, dua wanita duduk menghadap satu sama lain, menikmati suasana sambil menunggu hidangan utama datang. Niken mengenakan blus putih sederhana dan rok panjang cokelat susu, sedang Fayola tampil elegan dengan setelan blazer navy.
“Aku masih bingung, La…” Niken membuka pembicaraan, suaranya pelan tapi berat. “Bastian tiba-tiba ngajak nikah... secepatnya.”
Fayola mengangkat alis. “Cepat bagimana? Minggu depan?”
“Sebulan lagi, katanya. Dia bilang, sebelum Damar makin gila dan mulai ganggu lagi.”
Fayola meletakkan gelas wine-nya perlahan. “Damar masih menghubungimu?”
Niken mengangguk lemah. “Iya. Bahkan kemarin dia datang ke pabrik. Dia minta rujuk. Katanya, dia masih cinta. Masih ingin memperbaiki semuanya.”
“Hah, pria itu... Niken, kamu ingat apa yang dia lakuin, kan?”
Niken menunduk, memainkan serbet di pangkuannya. “Aku ingat. Tapi bagian kecil di hatiku ini… kadang masih goyah. Dulu dia memang jahat, tapi dia juga orang pertama yang membuat aku percaya cinta. Sulit sekali untuk sepenuhnya buang semuanya.”
Fayola menyandarkan tubuh, menatap sahabatnya penuh perhatian. “Tapi sekarang kau dengan Bastian. Pria yang jelas-jelas mencintaimu, yang tidak main-main, yang datang bukan cuma bawa janji tapi juga komitmen. Dan dia minta kamu menikah karena dia ingin menjagamu, bukan karena cemburu buta atau posesif.”
Niken mengangguk pelan, matanya menerawang. “Aku tahu. Bastian itu tulus. Tapi aku takut... menikah terlalu cepat. Aku belum yakin, La. Aku belum pulih sepenuhnya dari luka masa lalu. Aku takut aku malah menyakiti Bastian.”
Fayola menghela napas panjang. “Ken, denger ya. Pria sebaik Bastian itu tidak datang dua kali. Kamu bilang kamu belum sembuh, oke. Tapi penyembuhan itu bisa kau lalui bersama orang yang tepat, bukan dengan terus menunda dan menarik ulur.”
Niken terdiam. Kata-kata itu seperti menamparnya pelan.
Fayola melanjutkan dengan nada lebih lembut. “Aku bukan nyuruh kamu buru-buru nikah cuma karena takut Bastian pergi. Tapi realitanya, cowok juga bisa capek, Nik. Apalagi kalau mereka merasa kau masih belum selesai dengan masa lalu. Bisa-bisa, dia berpikir kamu belum sepenuhnya mengikhlaskan Damar.”
“La kau pikir aku masih cinta sama Damar?” tanya Niken pelan.
“Bukan soal cinta atau tidak. Tapi selama kau masih ragu dan tidak ambil keputusan, itu seperti kau masih memberi ruang untuk kemungkinan Damar kembali.”
Pelayan datang membawa makanan. Mereka terdiam sejenak, menunggu hingga pelayan pergi sebelum kembali ke percakapan.
“Aku takut salah pilih lagi, La…” bisik Niken.
“Kalau kau terus hidup dalam ketakutan, kau tidak akan pernah bisa bahagia. Kadang, kau harus berani mengambil risiko... apalagi kalau itu bersama orang yang jelas-jelas ingin membangun masa depan sama kamu.”
Niken menatap sahabatnya. Dalam diam, ia tahu Fayola benar.
Mungkin… inilah saatnya ia berhenti menoleh ke belakang. Niken menghela nafas berat dan terdiam, setelah beberapa menit dia mengangguk.
“Aku sudah putuskan, La. Aku mau nikah sama Bastian. Dalam waktu dekat.” Suara Niken terdengar tegas meski ada getaran halus di akhir kalimatnya.
Fayola meletakkan cangkirnya, menyentuh tangan sahabatnya dengan lembut. “Itu baru temanku,”
Niken mengangguk. “Seperti katamu, Bastian pria baik. Dan Damar makin gila. Kemarin dia mulai kasar padaku,”
Wajah Fayola mengeras. “Kasar? Apa Bastian tahu?”
“Aku tidak mau dia khawatir. Tapi aku sadar, aku tidak bisa terus diam. Kalau aku tidak ambil keputusan sekarang, dia bakal makin berani. Dan aku makin tidak tenang hidup begini.”
Fayola menarik napas dalam. “Kau tahu tidak, Nik? Damar itu bukan cuma sakit hati. Dia sakit jiwa. Dia seolah tidak bisa menerima kenyataan kamu bahagia tanpanya.”
Niken mengangguk lemah. “Dan aku tidak mau dia menghancurkan kesempatan aku untuk bahagia. Bastian… dia orang yang sabar. Dia tidak pernah memaksa. Tapi aku bisa lihat, dia serius. Dia tulus.”
“Bagus,” kata Fayola mantap. “Tapi ada satu hal yang harus kamu ingat, Nik. Saat kau nikah nanti, jangan sekalipun terpikir untuk mengundang Damar. Bahkan mantan ibu mertuamu. Jangan beri mereka celah untuk datang dan mengacau.”
Niken terdiam sejenak. “Aku masih menghormati mantan mertuaku. Dia pernah jadi bagian hidupku. Tapi kamu benar. Aku tidak bisa ambil risiko. Aku harus jaga hari bahagia itu. Aku tidak mau ada drama.”
“Bukan cuma drama, Nik. Kau harus membuat batas yang jelas. Pernikahanmu dengan Bastian bukan kelanjutan dari masa lalu mu. Ini lembar baru. Jangan biarkan siapapun dari masa lalu mencoret halaman pertamanya.”
Kata-kata Fayola menusuk tepat ke hati Niken, tapi bukan dengan rasa sakit. Justru seperti tamparan yang membangkitkan keberanian.
“Kau tahu, aku selalu mencoba jadi orang yang baik. Tapi mungkin sekarang saatnya aku jadi sedikit egois untuk kebahagiaan sendiri,” ucap Niken pelan, matanya berkaca-kaca.
Fayola tersenyum dan meraih tangannya. “Itu bukan egois, Nik. Itu bentuk kau mencintai dirimu sendiri. Akhirnya kau ngerti, kamu pantas bahagia. Dan kau punya hak penuh untuk memilih siapa yang layak hadir dalam hidup barumu.”
Niken menatap sahabatnya dalam diam. Air matanya mengalir perlahan, tapi kali ini bukan karena sakit… melainkan karena lega.
“Aku akan siapkan semuanya, La, Aku akan menikah dengan Bastian. Dan aku akan melindungi pernikahan itu… dari siapapun.”
Fayola mengangguk. “Aku akan ada di sana. Di sisimu. Tapi jangan pernah ragu untuk melangkah. Karena begitu kamu mulai, kamu tidak boleh lagi menoleh ke belakang.”
Bersambung....