Ada seorang wanita sedang menangis di dalam sujudnya. Dia adalah Nasya Fahriza Putri, wanita yang sudah menginjak usia 25 tahun itu menangis saat mendengar bahwa seseorang yang ada di dalam hatinya sebentar lagi akan menikah. Sudah sejak usia 20 tahun Nasya berdoa di dalam sujudnya agar yang Maha Kuasa mengabulkan permintaannya untuk di jodohkan dengan Atasannya. Pria itu bernama Aditya Zayn Alfarizi yang berstatus sebagai CEO di salah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Lalu bagaimana nasib Nasya? Apakah doanya selama ini akan terkabul, atau justru harus melihat pria yang ia cintai dalam diam menikah dengan kekasihnya?
Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Cinta Di Atas Sajadah
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CDAS 29
"Assalamualaikum..." ucap Nasya setelah masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam... Eeeh mantu kesayangan Mama sudah pulang. Tumben jam segini baru pulang? Habis dari mana kalian?" sambut ibu Zubaidah dengan senyum sumringah.
"Iya, tadi mampir dulu ke Mall buat belanja kebutuhan bulanan, Ma." sahut Nasya tersenyum simpul tidak memperlihatkan wajah kesalnya.
Nasya yang baru saja duduk di samping mertuanya di sofa ruang keluarga, tiba-tiba Zayn masuk tanpa salam, tanpa menyapa sang ibu menaiki tangga sambil membawa barang belanjaan Nasya ke dalam kamar.
Ibu Zubaidah yang tadinya tersenyum pun bibirnya menciut setelah melihat sikap putranya yang cuek. Karena tidak biasanya Zayn seperti itu. Sontak ibu Zubaidah menoleh menatap Nasya dengan tatapan penuh selidik.
"Kalian bertengkar lagi?" tanyanya.
Nasya menggeleng dan tersenyum. "Nggak kok, Ma. Kak Zayn hanya lelah saja, sepulang kerja kita pergi ke Mall untuk belanja bulanan." sahutnya menutupi masalahnya.
"Tapi Mama tidak melihat kalian baik-baik saja? Apa dia berlaku kasar lagi padamu, Nasya?" tanyanya lagi.
"Siapa yang kasar sama Nasya, Ma?"
Kedua wanita yang duduk di sofa seketika menoleh menatap Zayn yang baru saja turun dari tangga. Dia menyalami ibunya dan tak lupa mengecup kening seorang wanita yang sudah melahirkannya ke dunia.
"Hmmm... Kamu kasar lagi sama Nasya?" ibu Zubaidah menanyakan hal yang sama.
"Nggak, Ma. Kita baik-baik saja. Tadi Zayn bawa barang banyak, jadi nggak sempat menyapa Mama dulu. Aku sama Nasya tidak bertengkar, iya kan Sayang?" sahut Zayn dan menoleh menatap Nasya untuk memperjelas bahwa mereka berdua baik-baik saja.
"Iya, Ma. Kita baik-baik saja. Mama yang terlalu khawatir." jawab Nasya tersenyum menatap ibu Zubaidah dan sama sekali tidak membalas tatapan suaminya. Karena jujur dia masih kesal dengan Zayn.
~
Jam sudah menunjukkan jam 10 malam, Zayn dan Nasya sudah berada di kamarnya. Pria itu selalu duduk di balkon bersama laptopnya menunggu istrinya tidur lebih dulu. Setelah itu, barulah dia masuk dan tidur membelakangi Nasya.
"Kenapa Kak Zayn selalu menungguku tidur dulu? Jika memang kau tidak menginginkan ku, kau bisa melepaskan aku malam ini juga."
Zayn pikir Nasya sudah bersama mimpinya, tapi ternyata dugaannya salah. Dia yang mendengar Nasya bicara seketika menoleh dan beranjak duduk di sandaran kasur.
"Siapa yang mengatakan aku tidak menginginkan mu?" balas Zayn, bukan menjawab dia justru berbalik memberikan pertanyaan.
"Sikapmu yang mengatakan itu, jangan terus memberikan aku luka, Kak. Aku sudah cukup terluka sejak kepergian Papa dan Mama." tanpa menunggu jawaban Zayn, Nasya beranjak pergi meninggalkan Zayn di kamarnya.
Dia diam-diam masuk ke dalam kamar tamu tak lupa menguncinya dan berbaring di sana dengan tangisan yang cukup menyesakkan dada. Zayn yang melihat istrinya pergi pun hanya diam, dia bukan tidak peduli, tapi dia memberikan ruang untuk istrinya menyendiri.
"Apa yang harus aku lakukan, Ya Allah? Kenapa hatiku rasanya sulit sekali untuk menerimanya?" lirih Zayn mengusap wajahnya kemudian memejamkan matanya perlahan.
~~
Esok harinya, Zayn sudah bersiap dengan setelan jas serba hitam. Selesai menggunakan sepatunya, dia menyambar tas kerjanya yang berada di atas kasur lalu melangkah keluar dari kamar menuruni tangga.
Sesampainya di meja makan, dia sudah melihat Nasya siap dengan pakaian yang sedikit berbeda tentunya. Nasya menggunakan celana longgar berwarna hitam beserta kemeja dengan warna jingga terang di tambah jilbab dengan warna senada. Membuat aura kecantikannya semakin terpancar.
"Pagi, Ma. Pagi, Sya." sapa Zayn lalu duduk di kursi yang biasa dia duduki.
"Ya, pagi." sahut Nasya biasa saja tanpa menoleh menatap suaminya, hanya fokus dengan makanannya.
"Pagi, Zayn. Tumben jam segini kau sudah siap? Biasanya jam setengah delapan masih belum mandi?" tanya sang ibu sembari menyuap makanannya ke dalam mulut.
"Ada meeting pagi ini, Ma. Zayn harus sudah sampai kantor sebelum jam 8." sahutnya seraya mengambil nasi goreng di atas piring dengan sesekali melirik Nasya yang masih fokus dengan sarapannya.
"Oooh begitu, kalian berangkat bareng lagi kan?"
"Iya lah, Ma. Masa berangkat sendiri-sendiri." sahutnya tersenyum simpul pada sang ibu.
Selesai sarapan, keduanya berpamitan dengan ibu Zubaidah lalu melangkah menuju mobil yang sudah siap di halaman. Zayn yang akan membukakan pintu terhenti karena Nasya sudah membukanya lebih dulu lalu masuk tanpa mengatakan apapun.
Zayn yang melihat sikap Nasya sedikit berubah pun hanya diam. Mungkin masih marah, pikirnya. Zayn akhirnya masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit, mobil yang di kendarai Zayn sudah sampai di halaman perusahaan.
Nasya turun lebih dulu dengan langkah cepat meninggalkan Zayn yang masih memarkirkan mobilnya. Pria itu menghembuskan nafasnya kasar melihat kepergian istrinya.
"Apa aku benar-benar membuatnya terluka?" gumamnya lirih kemudian turun dari mobil berjalan memasuki gedung perusahaan segera menuju lift untuk naik ke lantai yang ia tuju.
Sesampainya di lantai yang dia tuju, Zayn sudah melihat Nasya duduk di mejanya yang terlihat fokus dengan layar laptopnya. Sedangkan Rani berdiri menyapa atasannya itu dengan ramah.
"Selamat pagi, Pak."
"Hem! Pagi. Siapkan ruang meeting, apa semua berkasnya sudah siap?" tanya Zayn pada Rani.
"Semuanya sudah siap, Pak. Termasuk ruang meeting." sahutnya.
"Bagus! Kau bisa kembali bekerja." setelah mengatakan itu, Zayn melangkah masuk ke ruangannya.
Sedangkan Nasya masih saja fokus dengan layar laptopnya tak memperdulikan percakapan Zayn dengan sahabatnya. Rani yang melihat Nasya wajahnya nampak serius pun menggeser kursinya mendekatinya.
"Lagi dapet yah? Jutek mulu dari tadi?" tanya Rani tak mendapat senyuman dari teman sekertarisnya itu.
"Aku sedang fokus dengan pekerjaanku, sebentar lagi meeting akan di mulai. Semuanya harus sudah selesai, jangan ganggu aku." sahut Nasya tanpa ekspresi.
Rani yang mendengar jawaban Nasya bibirnya seketika menciut. Tidak biasanya Nasya bersikap seperti itu, Rani akhirnya memilih untuk kembali menggeser kursinya dan kembali fokus dengan layar laptopnya.
"Permisi..."
Mendengar suara seorang wanita, Nasya dan Rani seketika menatap seseorang yang tiba-tiba muncul di depan meja mereka.
"Ya, ada yang bisa kami bantu?" tanya Rani berdiri menyambut orang itu.
"Saya ingin ke ruangan, Pak Zayn. Maaf, ruangannya dimana ya?" balas wanita itu bertanya pada Rani.
"Oh, ini ruangannya Bu. Apa anda sudah membuat janji?"
"Sudah, saya CEO dari perusahaan Wijaya Putra. Saya kemari untuk meeting bersamanya." balas wanita itu dengan senyuman ramah.
"Oh, mari Bu saya antar ke ruangan Pak Zayn." Rani lalu berjalan mengantar wanita itu menuju ruangan Zayn.
Sedangkan Nasya hanya sesekali melirik wanita itu tanpa ekspresi. Sudah bisa di pastikan, suaminya itu akan kembali murah senyum dan ramah jika menyambut wanita lain. Dia sudah tidak mau lagi memperdulikan sikap Zayn dengan siapapun, toh dirinya cemburu juga hanya di anggap seperti anak kecil olehnya.
...****************...