NovelToon NovelToon
CHASING YOU IN THE RAIN

CHASING YOU IN THE RAIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Zoe.vyhxx

Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.

Lo cuma... istimewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

rasa nano

Sesuai jadwal yang sudah dipesan oleh bian.

Kini jeevan dan kian yang berada disampingnya sudah berada dibandara di antar oleh sang mama dan kedua kakak tirinya. Atau kita sebut adip dan rohit.

“ jangan macem macem lo bocah. Lo harus balik dengan selamat dan nambah tinggi dari kita ya” gumam Adip sambil menepuk kepala Kian pelan. Suaranya terdengar bergetar, meski ditutupi dengan nada bercanda.

“ jangan lupa buat olahraga biar otot lo ga lemes. “ bisik rohit. “ lo liat otot om jeevan kan? Nah . Setidaknya lo dikit dikit ngimbangin lah. Main yang cantik ya ganteng” ejeknya sambil mengerlingkan matanya.

Sialll!!! Mereka hanya membisikan hal hal yang berbau negatif.

Kian hanya bisa mengerucutkan bibir. Mereka... mereka selalu saja membuat perpisahan terasa seperti panggung bercanda, padahal di baliknya, ada sesuatu yang remuk diam-diam.

“ sayang.. inget pesen mama. Jangan suka ngambek sama pak jeevan. Jangan suka marah marah dulu. Tanya dulu. Jaga sopan santun. Makan yang teratur. Kalo ada apa apa langsung bilang ke om gantengmu . Ngerti?”

“ iya mama. “

Setelah mereka berpelukan cukup lama. Akhirnya jeevan dan kian pergi untuk segera berangkat.

“ oi bocahh!! “ teriak adip dari jauh.

“ jangan lupain kita lho” adip menahan air matanya

Kian menoleh, melihat Adip menggigit bibir, air matanya menggenang.

“Bocil kita udah gede, Hit…” lirih Adip sambil menatap Rohit. “Gue pengen nangis, tapi gak bisa. Cuma bisa berharap om Jeevan kuat hadapin semua drama dan konyolnya dia.”

Rohit mengangguk setuju. Tak ada lagi kata-kata. Hanya rindu yang mendesak pelan di dada mereka masing-masing.

Setelah pesawat lepas landas, hanya keheningan yang tersisa. Tapi keheningan itu menyimpan banyak hal. rasa kehilangan, harapan, dan cinta yang dalam diam tumbuh makin kuat.

Setelahnya mereka pulang dengan menyisakan rasa rindu di dalam hati. Sedikit berat menyerahkan kian begitu saja dengan orang yang belum lama ini berada di antara mereka. Namun hanya itulah salah satu cara agar dia tetap aman.

“ duhh… jadi pengen nangis. Oke anak anak mama .. hari ini kita masak masak yukk” ajak anvita menahan air matanya.

Ia kembali menatap pesawat yang baru saja lewat terbang diatas kepala mereka.

“ kita tetep tiap kali akan selalu datang ke rumah walaupun gak ada kian tante. Jadi jangan merasa sendirian ya. Kan kita juga anak tiri tante vita” kata rohit sambil merangkul adip.

Adip mengangguk sambil tersenyum.

Senyum mereka perlahan merekah. Meski ada yang hilang, keluarga itu tetap utuh dalam bentuk yang berbeda, namun sama hangatnya.

......................

.

.

Langkah kaki mereka terdengar sunyi di lorong kabin. Kian menunduk, menggenggam erat tali ranselnya. Di sebelahnya, Jeevan berjalan dengan tenang, sesekali melirik ke arah Kian yang sejak tadi belum mengucap sepatah kata pun.

Begitu duduk di kursi mereka, Kian menatap jendela. Tangannya mengusap pelan kaca yang berkabut tipis oleh suhu kabin. Di kejauhan, ia masih bisa melihat siluet keluarga yang tadi melambai, meski kini hanya samar-samar.

Jeevan membuka sabuk pengamannya, lalu memiringkan tubuh menghadap Kian.

“Udah siap?” tanyanya pelan.

Kian mengangguk, namun wajahnya tak berbohong. Matanya memerah, dan bibirnya gemetar menahan emosi.

Tak lama, suara pramugari mulai terdengar, mengumumkan bahwa pesawat akan segera lepas landas. Kian memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, lalu membuka mata perlahan. Di luar, langit mulai cerah. Awan-awan seperti menyambut petualangan barunya.

Saat roda pesawat mulai bergulir di landasan, Kian meraih tangan Jeevan. tak terlalu erat, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa dia ingin tetap merasa aman. Jeevan menoleh, lalu menggenggam tangan itu balik.

..

.

Beberapa jam kemudian.

.

“Mmhh..” kian demam

Baru kali ini ia naik pesawat dan muntah berat. Namun jeevan tetap telaten merawat dirinya dengan baik sesuai janjinya dengan orang tua kian.

Jeevan segera memeluk Kian erat, tangannya refleks memijat pelan kepala sang kekasih yang bersandar di dadanya. Kian tampak pucat, keringat dingin membasahi pelipisnya, dan matanya sayu karena mual yang makin menjadi. “ sayang. Makan dulu yuk. Atau minum sesuatu biar perutnya gak kosong”

Kian menggeleng. Ia hanya ikut tidur menyender di bahu jeevan. Menurutnya itu sudah lebih dari obat. “ mama” guman kian

Darell datang sedikit murung “ kayaknya kita bakal delay bang. Didepan ada badai. Jadi mendingan abang ikut tidur aja. Aku sama azel yang bakal jagain. “

“ bian kemana ?”

“ dia lagi ngurus beberapa berkas dan negosiasi sama pilot untuk lewat jalan lain”

Jeevan mengangguk. Tanpa pikir panjang, ia langsung menggendong Kian dengan penuh hati-hati, lalu memindahkannya ke tempat tidur kabin belakang yang lebih nyaman.

“ om ganteng. Kita gabakal jatuh kan?” Kian takut.

Jeevan menahan senyum. Meski Kian demam, tetap saja sempat memanggilnya "om ganteng".

“Enggak, Sayang. Yang jatuh cuma hati saya waktu liat kamu begini,” ucap Jeevan seraya tersenyum lebar.

Kian mendesah pelan, setengah geli, setengah pusing.

“ tidur yuk” ajak jeevan mendekap badan kian yang semakin panas. Demamnya tidak segera turun setelah ia berikan obat.

Jeevan sedikit khawatir dengan keadaan kekasihnya. “ kian.. maafin saya.” Jeevan segera menutup tirai. Membuka baju kian dan bajunya.

“ om” lirih kian.

“ percaya sama saya. Saya gak bakal lakuin hal aneh kian”

Kian hanya menelan ludah yang sedikit keluar. Ia menyerah karena dirinya sudah lemas.

Jeevan memeluk erat tubuh kian guna mentransfer suhu tubuh normalnya. Dalam sekejap. Kian segera tertidur dengan nyaman. Dengkuran halus itu terdengar lebih berirama dibanding sebelumnya.

Ssrttt.!!! Membuka Tirai

“ bang.. eh.. sorry” darel membalikkan badannya.

“ katakan.. Ada apa?” tanya Jeevan setengah malas bangkit.

“ kita harus muter kalo mau menghindari badai”

“ oke” jeevan langsung setuju.

Darell mengangguk cepat dan menutup tirai sambil ngomel pelan, “Ya ampun. Itu beneran romantis banget,.” ia segera pergi meninggalkan mereka sebelum gajinya yang menjadi taruhannya.

“ kenapa lo buru buru?” Tanya azel sambil memakan keripik

“ gapapa. Kepo aja” darel segera duduk dan menutup matanya. Ia tidak ingin lagi menganggu apa yang tengah jeevan lakukan seperti sebelumnya.

Seperti yang jeevan perkirakan. Perjalanannya lebih lama dari biasanya. Namun dilain situasi, deman kian sedikit menurun.

Tak berselang lama. Jeevan kembali memakai bajunya dan menyelimuti kian dengan selimut sedikit tebal. Kini jeevan sudah bergabung dengan bian, azel, dan darell yang sudah membuka laptop. Mereka melakukan rapat kecil dengan sangat antusias.

“ apa ini situasinya kayak dulu lagi pak?” Tanya bian was was.

Jeevan mengangguk. “Sekarang Windu lebih bebas bergerak dibanding sebelumnya. Dan kalau Windu bebas, artinya kita semua terancam. Termasuk orang-orang yang bahkan gak sadar mereka sedang dijadikan umpan.”

Azel menyipitkan mata, mulai paham bahwa pekerjaan yang ia kira hanya "off the record" kini berubah jadi "off the grid". Dunia gelap yang dulu hanya cerita, sekarang jadi medan nyata.

Darell duduk di sebelah Azel, menggenggam jari-jarinya yang dingin. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.

Azel menepuk pelan pundaknya, menyampaikan tenang tanpa kata.

“Tahan, bro. Kita semua ada di kapal yang sama.”

Darell menatap Jeevan, lalu membuka suara dengan suara bergetar.

“Bang… abang gak akan terluka kayak dulu lagi, kan?”

Pertanyaan itu membuat ruangan membeku sejenak. Bian dan Azel langsung menoleh menatap Jeevan. Di mata mereka, ada kilas balik. Luka lama yang belum sembuh sepenuhnya.

Azel mungkin baru muncul untuk bekerja di sebuah pekerjaan jalur terbuka. Namun untuk dunia gelap bersama darel dibawah kekuasaan jeevan langsung. Ia sedikit lebih paham kalau sekarang sedang sibuk menekan masalah besar.

Jeevan terdiam. Dulu dia hampir mati karena musuh ayahnya ternyata lebih banyak dari yang ia kira. Apa yang tengah ayahnya dan windu lakukan sampai mempunyai musuh bahkan dari lubang tikuspun merayap memusuhi ayahnya.

“Jangan katakan apapun lagi. Kita harus bergerak lebih cepat dibanding malaikat pencabut nyawa”

Mereka tahu. Rencana yang menjadi prioritas utama adalah menyelamatkan nyawa rhaga dhermandra terlebih dahulu.

“ untuk kian. Jangan sampai dia tahu. Dan tugasmu. Membantu kian untuk mengerti bagaimana ia harus bekerja dan menghandle saat saya tidak ada” ucap jeevan menatap bian.

“ abang. Jangan jalan sendiri. Kita semua disini ada untuk kamu bang” darel mencegah hal yang akan jeevan lakukan untuk menyelesaikan semuanya.

“Perintahkan semua orang kita untuk bergerak perlahan. Kita mulai operasi 3 hari setelah kita sampai. Buat sepelan mungkin. Jangan sampai kian tahu” kata jeevan menutup rapat dadakan itu.

Ia kembali menuju tempat kian tertidur. Langkahnya mantap, namun berat. Seolah di pundaknya, bukan hanya misi... tapi cinta yang harus dilindungi dari dunia yang terlalu kejam untuk diketahui Kian.

Dan di balik tirai kabin, Kian masih tertidur dengan damai. Tak tahu bahwa seluruh dunia Jeevan sedang berperang demi menjaga satu hal yaitu senyum di wajahnya.

“ sialan!!! Gue gamau setor nyawa ke psikopat gila itu” kata azel melirik darel

“ windu gabakal berani deketin bang jeevan. Lo tau kan kenapa bang jeevan bawa kian?” Kata darell sambil menatap bian.

Bian hanya menatap mereka, menahan napas. Tapi sorot mata Darell seolah menusuk ke dalam pikirannya, menelanjangi semua rasa, cemburu, takut, ragu, dan harapan yang bercampur jadi satu racun.

Darell melangkah pelan mendekat, seperti singa yang sudah melihat mangsanya bergerak goyah. “Denger baik-baik,” ucap Darell lirih, namun jelas. “Tahan emosi lo… Kalau lo berani ngehancurin rencana abang gue, atau bikin Kian tahu satu huruf aja tentang ini semua…”

Ia mendekatkan wajahnya ke Bian, hingga hidung mereka hampir bersentuhan.

“…Gue yang bakal nembak kepala lo dari bawah. Tembus ke langit-langit tengkorak lo.”

Bian menelan ludah. Jantungnya berdetak tak karuan, tapi bukan karena takut, tapi karena dia mulai sadar, dia bukan sekadar orang biasa lagi. Dia bagian dari dunia yang lebih gelap dari yang ia duga.

Azel ikut menatap bian.

Yang bian tahu aura azel sekarang lebih menakutkan dibanding sebelumnya. Aura Azel... entah kenapa terasa beda. Lebih kuat. Lebih dingin. Lebih jahat.

Dan sekarang Bian tahu, Azel bukan hanya rekan kerja santai yang suka nyemil dan bercanda. Dia adalah bawahan langsung Darell. Dalam dunia yang bahkan tak punya nama di catatan negara. daripada itu ia harus mengetahui kalau mereka semua ternyata diasuh oleh orang yang sama. Jeevan.

Bian mundur satu langkah. Otaknya berputar cepat. Semua rekaman memori tentang Jeevan, tatapannya, sikapnya, senyumnya ke Kian, sisi lembut dan sisi kerasnya, semuanya terputar acak.

Siapa sebenernya bosnya itu? Siapa sebenarnya pria itu?

Mafia?

Pembunuh terlatih?

Atau cuma seorang anak dari ayah yang sedang terbaring koma di rumah sakit dengan napas setengah hidup?

“Lo ngerasa tahu dia?” bisik Darell sinis, suaranya hampir tak terdengar.

“Lo bahkan belum lihat setengah sisi gelapnya.”

Dan itu memukul Bian seperti petir.

Karena benar. dia tidak tahu. Bahkan sedikit pun. Siapa Jeevan? Kenapa bisa dia kendalikan jaringan sekuat ini? Dari mana semua anak-anak ini datang, Darell, Azel, ? Siapa mereka di masa lalu?

Bian mencoba mencerna otaknya yang sedikit melemah itu.

Sungguh ia bahkan tidak pernah berpikir kalau ia akan bekerja dan mencintai orang yang berkecimpung didunia yang bahkan bian tidak tahu ia harus lega atau menahan sesak karena saking terkejut.

.

.

.

.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!