"Ayah bukanlah ayah kandungmu, Shakila," ucap Zayyan sendu dan mata berkaca-kaca.
Bagai petir di siang bolong, Shakila tidak percaya dengan yang diucapkan oleh laki-laki yang membesarkan dan mendidiknya selama ini.
"Ibumu di talak di malam pertama setelah ayahmu menidurinya," lanjut Zayyan yang kini tidak bisa menahan air matanya. Dia ingat bagaimana hancurnya Almahira sampai berniat bunuh diri.
Karena membutuhkan ayah kandungnya untuk menjadi wali nikah, Shakila pun mencari Arya Wirawardana. Namun, bagaimana jika posisi dirinya sudah ditempati oleh orang lain yang mengaku sebagai putri kandung satu-satunya dari keluarga Wirawardana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Ucapan Zayyan
Sepulang kerja Zayyan langsung menuju ke Rumah Sakit Peduli. Setelah mendapatkan berita dari Shakila, dia menghubungi Alex. Karena yakin kecelakaan Arya ada hubungannya dengan Mario dalam upaya percobaan pembunuhan terhadap Arya. Dia tidak bisa mengakses orang-orang yang ada di dunia bawah. Jadi, hanya dengan mengandalkan bantuan Alex agar bisa mendapatkan informasi lebih banyak.
Zayyan memasuki ruang rawat, hanya ada Shakila di sana sedang mengaji dengan suara pelan. Dia pun duduk di sampingnya.
Melihat kondisi Arya saat ini sungguh memprihatinkan. Tidak terlihat lagi keangkuhan dan sifat arogan yang Zayyan kenal, dahulu.
"Ayah." Shakila mencium tangan Zayyan.
"Akhirnya kita menemukan papamu," ucap Zayyan dengan lirih.
Ada rasa sedih yang dirasakan oleh Zayyan menyusup ke dalam hatinya. Dia takut Shakila akan pergi darinya dan memilih Arya.
Pintu terbuka dan Pak Darmawan masuk. Dia terlihat membawa sebuah amplop besar yang berisi fotocopy hasil medis Arya ketika pertama kali datang ke rumah sakit ini.
"Loh, Pak Zayyan! Kapan Anda datang?" tanya Pak Darmawan.
"Beberapa saat yang lalu," jawab Zayyan.
"Nona Shakila, maukah melakukan tes DNA? Ini untuk membuktikan kalau Anda adalah putri kandung dari Arya Wirawardana," tanya Pak Darmawan.
"Boleh, Pak," jawab Shakila.
Maka Pak Darmawan melakukan pengajuan tes DNA di rumah sakit itu. Walau tempat ini merupakan rumah sakit milik sebuah organisasi kemanusiaan, tetapi peralatan yang dimiliki juga canggih dan memiliki banyak dokter ahli yang perduli dengan nyawa manusia tanpa pandang bulu.
Kini di ruangan itu hanya ada Zayyan yang duduk di kursi bekas yang diduduki Shakila, tadi. Laki-laki itu memandangi Arya yang berbaring lemah.
"Melihat kondisi kamu seperti ini aku merasa kasihan. Tapi, aku lebih mengasihani Almahira. Bisa-bisanya dia jatuh cinta sama laki-laki seperti kamu," ucap Zayyan.
Grafik detak jantung di layar monitor terlihat berubah cepat. Tentu saja Zayyan sempat terkejut, tetapi hanya beberapa saat saja. Dia yakin kalau Arya bisa mendengar ucapannya, maka reaksinya begini.
"Kamu bisa mendengar suara aku, kan?" Zayyan tersenyum.
"Sepertinya kamu juga tahu akan perasaan Almahira. Dia memang gadis polos yang bisa jatuh cinta sama laki-laki yang memberikan makanan ketika dia hampir mati kelaparan. Aku yakin kamu tidak ingat akan kejadian itu," lanjut Zayyan sambil memerhatikan raut wajah Arya.
"Almahira tahu diri dan tidak pernah membenci kamu yang sudah membuangnya begitu saja. Hanya saja, dia sangat terluka hatinya ketika kamu mempertanyakan bayi yang ada di dalam kandungannya waktu itu. Aku yakin kamu juga tahu kalau Almahira adalah wanita baik-baik yang bisa menjaga kehormatannya."
"Padahal waktu itu bagi Almahira kamu adalah salah satu tujuan hidupnya. Mendapatkan tekanan dari orang sekitar, dibuang oleh orang yang dicintai, ditinggal oleh orang yang menyayanginya, membuat Almahira jatuh ke dalam keputusasaan, sehingga dia berniat mengakhiri hidupnya."
Grafik di monitor semakin tidak beraturan. Namun, Zayyan tidak memperdulikan hal itu. Malah dia senang karena jantung Arya masih berdetak.
"Tapi, aku ucapkan terima kasih, jika waktu itu kamu mempertahankan Almahira, maka aku tidak akan bisa mendapatkan istri sebaik dan secantik Almahira, juga putri yang sangat menggemaskan dan manja. Mereka merupakan harta yang berharga dalam hidupku."
Di sudut mata Arya terlihat sedikit ada cairan. Zayyan yakin itu air mata.
"Kakekmu memberi seorang bidadari, tetapi kamu lebih memilih seorang wanita rendahan."
"Sekali lagi aku ucapkan terima kasih karena kamu sudah suka rela melepaskan Almahira."
Pintu terbuka dan membuat Zayyan menoleh. Rupanya kali ini orang yang masuk adalah Dokter Elzo dan dokter yang bertanggung jawab dalam mengawasi perkembangan kondisi tubuh Arya.
"Ini merupakan kabar gembira. Pasien akhirnya menunjukkan perkembangan. Semoga secepatnya dia bisa sadar sepenuhnya," kata dokter yang berkepala botak.
"Jadi, pasien itu bernama Arya Wirawardana, ya? Apa dia ada hubungannya dengan Gunadarma Wirawardana?" batin Dokter Elzo.
"Ayah–" Shakila yang baru masuk langsung terdiam ketika melihat ada dua orang dokter.
"Dokter, bagaimana keadaan Pa, eh, pasien?" tanya Shakila.
"Sudah ada kemajuan. Semoga saja secepatnya bisa membuka mata," jawab laki-laki yang berdiri di samping Dokter Elzo.
Pak Darmawan diam-diam menyewa jasa bodyguard yang akan menjaga Arya 24 jam secara bergantian. Dia harus menjaga dan melindungi atasan sekaligus sahabat baiknya.
"Sebaiknya kita pulang untuk beristirahat, jangan sampai tubuh kita tumbang karena kelelahan," kata Zayyan.
"Bagaimana jika nanti Papa Arya bangun dan tidak ada siapa-siapa di sini yang menemaninya?" tanya Shakila.
"Ada dokter jaga dan perawat. Mereka lebih tahu apa yang harus dilakukan ketika menangani kondisi pasien," jawab Zayyan yang sedang nyetir.
Akhirnya Shakila dan Zayyan pulang setelah jam sembilan malam. Dalam perjalanan mereka menyadari ada yang membuntuti.
"Ayah ...." Shakila menoleh ke belakang.
"Tenang. Ayah tidak akan membiarkan hal buruk terjadi," kata Zayyan dengan mata mengamati keadaan belakang mobil mereka lewat kaca spion tengah.
***
semoga shakila dan papa zayyan baik"saja.