•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Mau ngomongin apa Om?"
Viona bertanya dengan bersandarnya pada sofa. Michael di hadapannya meliriknya dengan tatapan memindai.
"Benerin dulu duduk kamu, gak sopan ngomong sama orang tua duduknya kayak gitu" ucap Michael.
Viona berdecak dan membenarkan posisi tubuhnya agar duduk tegap. Ia tersenyum saat mengingat ucapan Michael barusan.
"Oh.. jadi Om ngaku ya kalo Om itu udah tua?" Tanyanya jahil.
Michael memutar bola matanya malas. "Terserah kamu saja" balasnya.
Viona segera membenarkan duduknya dan menghadap Michael.
"Jadi?" Viona menggantung kalimatnya.
"Saya ingin menjelaskan tugas-tugas kamu di rumah ini. Dan juga peraturan-peraturan yang harus kamu patuhi" jawab Michael.
"Tugas? Maksud Om?" Viona bertanya saat mendengar kata tugas dari mulut Michael.
"Iya.. tugas kamu di rumah ini. Kamu harus ingat, kalo kamu sekarang itu adalah istri saya, sudah seharusnya seorang istri mengurus rumah kan? Tapi kamu tenang aja.. saya udah buat daftar tugas kamu selama tinggal di sini, gak banyak kok yang harus kamu kerjakan, sisanya biar pelayan yang kerjakan" jawab Michael enteng.
Viona menghela nafasnya dengan berat. Sebenarnya ia malas, tapi mau gimana lagi coba? Berdebat dengan Michael bukanlah sesuatu yang bisa di andalkan. Justru hal itu akan semakin menambah tugasnya lebih banyak, mengingat Michael yang memang tidak mau di bantah. Dan lagi, ia memang sadar bahwa sudah kewajibannya mematuhi seorang suami.
"Ya udah iya. Apa aja yang Om tugaskan sama gue?" Tanya nya.
"Saya gak mau ngomong panjang. Jadi saya sudah menuliskan semua tugas dan peraturan-peraturan nya di dalam berkas ini. Bukan cuman kami yang mendapatkan tugas dan peraturan tersebut, itu juga berlaku untuk saya."
Michael meraih sebuah berkas tipis yang entah sejak kapan sudah ada di atas meja di depannya. Padahal tadi Viona tidak melihat adanya berkas di sana. Atau mungkin Viona saja yang tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Viona segera meraih berkas dari tangan Michael.
"Disana juga sudah di lengkapi dengan perjanjian-perjanjian yang kita buat saat malam pertunangan. Kamu bisa membacanya dengan teliti. Jika sudah setuju dengan semuanya, kamu bisa tanda tangan di halaman terakhir. Dan jika ada yang ingin kamu tambahkan, kamu bilang sama saya, nanti saya minta asisten saya untuk mencetak ulang berkasnya."
Viona menoleh ke arah Michael. Tangan nya lantas membuka berkas yang sudah ada pada genggamannya.
Ia membaca halaman pertama. Disana terdapat beberapa perjanjian yang sudah mereka sepakati pada malam pertunangan seminggu yang lalu. Ia mengangguk kemudian membuka halaman selanjutnya.
Terdapat beberapa tugas yang harus mereka jalankan selama bersama.
"Pertama, pihak pertama yang bernama Viona. Berkewajiban untuk membereskan rumah setiap hari, kecuali jika ada gangguan seperti sakit. Pihak pertama juga harus memasak makanan setiap waktu makan, baik itu sarapan, makan siang, makan malam. Ataupun cemilan. Jangan membantah jika pihak kedua memberikan perintah. Oke.. masih wajarlah ya.."
Viona membaca halaman kedua dnegan suara keras. Ia menarik nafasnya hendak melanjutkan kata yang masih belum ia baca.
"Kedua. Pihak kedua berkewajiban untuk memberikan nafkah secara materi kepada pihak pertama. Menjaga dan melindungi pihak pertama dari bahaya yang mengancamnya. Dan memberikan semua keinginan dan permintaan pihak pertama."
Viona melirik sekilas pada Michael dan melihat Michael yang masih setia memperhatikan nya yang tengah membaca berkas tersebut.
'Ini sih nguntungin gue banget' gumamnya dalam hati.
Viona kembali membuka halaman selanjutnya yang berisikan peraturan-peraturan yang harus di patuhi oleh keduanya.
Tidak boleh memasuki ranah pribadi(kamar) masing-masing.
Tidak boleh mencampuri semua urusan yang tidak bersangkutan dengan pernikahan.
Ijin terlebih dahulu jika ingin bepergian dan memberi kabar jika akan pulang terlambat.
Tidak boleh membawa orang lain ke rumah kecuali sahabat lama.
Tidak boleh menjalin hubungan spesial dengan lawan jenis selama masih terikat dengan tali pernikahan.
Dan masih banyak lagi peraturan-peraturan yang tertera di sana.
"Banyak amat anjir" gumam Viona.
Walaupun berkata demikian, tak urung, tangan Viona terulur meraih pulpen yang sudah di sediakan Michael di atas meja.
Ia kemudian menanda tangani berkas tersebut.
"Udah nih" Viona menyodorkan kembali berkasnya pada Michael.
Michael mengambil nya dan meletakkan berkas tersebut di sebelahnya.
"Oh ya, ada satu lagi. Saya sengaja gak nulis satu hal di berkas ini, karna saya juga gak selalu punya waktu untuk ini" ucap Michael tiba-tiba.
Viona mengernyitkan dahi nya mencoba menebak hal apa yang akan di katakan Michael selanjutnya.
"Apa?" Tanya nya.
"Mulai sekarang, kamu ke sekolah gak boleh bawa kendaraan. Mau itu motor kamu ataupun mobil. Saya yang akan mengantar jemput kamu" jawab Michael.
"Loh kenapa gitu?, gak mau ah, gue bawa motor kesayangan gue aja" protes Viona.
"Ini amanah dari papah kamu" ucap Michael.
"Gak mau.. lagian om juga pasti juga sibuk ngurusin kantor kan? Terus kalo nanti gue pulang dan om gak bisa jemput gimana?"
"Pesen taksi. Nanti saya lebihin uang jajan kamu buat bayar ongkos."
"Berapa persen lebihin nya?"
"Sepuluh persen."
"Dikit amat Om."
Michael mengernyit mendengar ujaran Viona yang menganggap pemberian Michael sedikit. Padahal jika di hitung dalam jumlah uang, sepuluh persen tersebut mencapai satu juta. Karena Michael sendiri berniat untuk memberikan uang jajan untuk Viona sepuluh juta perbulan.
Mengingat harga pada jaman sekarang juga semakin melonjak tinggi.
"Terus kamu maunya berapa?" Tanya Michael.
"Ya minimal tiga puluh persen lah ya.." jawab Viona dengan entengnya.
"Memangnya kamu tau saya bakal ngasih uang berapa sama kamu? Gak usah ngomong dulu kalo belum liat notif kamu" ujar Michael.
"Notif?"
"Iya. Nanti malam setelah makan malam, saya akan kirim uang bulanan dan uang jajan kamu." Beri tahu Michael.
"Oh oke.. aku tunggu notif nya" ucap Viona.
Michael tersenyum. Ia bangkit dengan membawa berkas di tangan nya dan beranjak pergi menuju lantai dua. Ruang kerjanya.
Viona yang melihat kepergian Michael hanya mengedikan bahunya acuh tanpa perduli kemana perginya Michael.
Tak mau sendiri di ruang tengah, ia memilih mengambil handphone nya di kamar dan akan berkeliling di rumah ini. Ia juga berniat untuk melihat-lihat belakang rumah, siapa tau kan di sana ada tempat yang nyaman untuk di singgahi olehnya.
\=°°°•°°°\=
Waktu makan malam hampir tiba. Kini Viona sudah berkutat di depan meja pantri. Ia tengah memotong sayuran yang sudah di siapkan nya.
Ia berniat untuk membuat capcay sebagai menu utama malam ini. Ia juga akan menggoreng tempe dan tahu sebagai pendamping. Tak ketinggalan, ia juga sudah menggoreng cabai, bawang dan tomat untuk membuat sambal goreng.
"Om! Gak mau bantuin apa? Ini cabe nya perlu di ulek loh" ucap Viona pada Michael yang memang sedari tadi sudah ada di meja makan memperhatikan Viona yang sedari tadi terus bolak-balik untuk menyiapkan bahan masakannya.
Mendapat panggilan dari Viona yang berisi permintaan bantuan dari nya, Michael akhirnya berdiri dan berjalan menghampiri Viona untuk ikut turun tangan membantu Viona.
"Nah gitu dong. Nih, ini tinggal di ulek aja, udah di kasih bumbu. Harus nyampe halus ya Om cabe nya" ucap Viona sambil memberikan cabai yang siap di ulek.
Tanpa banyak protes, Michael meraih ulekan dan segera mengerjakan tugas dari Viona.
"Bahan masakan di kulkas tinggal dikit lagi Om. Padahal belum sehari kita tinggal di sini" ucap Viona.
"Besok kita belanja. Kemarin saya sengaja mengisi kulkas dengan sedikit bahan makanan, takut basi."
"Milih sayuran nya yang seger dong, biar bisa tahan lama di kulkas."
"Saya gak tau."
"Iya sih, jarang cowok yang bisa milih sayuran yang seger."
"Gak usah banyak omong. Lanjutin aja masakan kamu, saya udah laper" peringat Michael.
Viona melirik sekilas ke arah Michael, lalu melanjutkan acara masaknya.
Tidak ada obrolan lagi setelah itu. Setelah menu makan malam sudah siap, mereka makan dengan khidmat.
"Saya ke atas dulu" ucap Michael saat ia sudah menyelesaikan makan nya.
Viona yang tengah mencuci piring di wastafel hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara. . 'Bodo amat lah kalo dia gak liat gue ngangguk juga.'
Selepas membereskan cucian piring pada tempatnya semula, Viona segera naik ke lantai atas menuju kamarnya.
Meraih ponselnya yang tadi ai tinggalkan di atas nakas samping tempat tidur. Ia naik ke atas ranjang dan berbaring, bersiap untuk melanjutkan tontonan drakor favorit nya.
"Gak ada kegiatan lagi kan? Sekarang kita lanjut nonton kesayangan gue" gumamnya pada diri sendiri dengan tangan yang bermain di layar ponselnya membuka aplikasi drakor langganan nya.
Triing.
Pergerakan tangannya terhenti saat layar ponselnya menunjukkan sebuah notifikasi masuk dari Bank king nya.
"Hah? Ini seriusan?"
Viona bangkit dari acara rebahan nya karena ingin memastikan kebenaran notifikasi yang baru saja masuk.
Tertera disana, sejumlah uang dengan jumlah yang tidak sedikit masuk ke dalam rekening miliknya.
TIGA PULUH JUTA! Bayangkan.. uang sebesar itu masuk ke dalam rekeningnya. Gimana gak kaget coba?.
"Siapa sih yang iseng ngirim duit sama gue?" Gumam Viona dengan kepolosan nya yang sudah mendarah daging.
Seketika ingatan nya tertuju pada ucapan Michael saat siang tadi. Ia mengatakan bahwa setelah makan malam, ia akan mentransfer uang bulanan dan uang jana nya secara bersamaan.
Viona segera mencari kontak Michael pada ponselnya. Namun ia ingat, bahwa ia tak memiliki nomer ponsel pria itu.
"Wah besok-besok gue harus minta nomernya nih. Siapa tau kan kejadian kayak gini lagi, gue gak perlu repot-repot nyariin dia buat mastiin nya" gumam Viona sembari turun dari ranjang nya dan keluar kamar berniat mencari Michael ke ruangan kerjanya. Karena mengingat, Michael tadi mengatakan bahwa ia akan pergi ke ruang kerjanya untuk mengerjakan sesuatu.
Tok... Tok... Tok...
"Om? Om lagi di dalem gak?"
Ketukan pintu yang di iringi suara teriakan Viona yang menggema di tuang kerja Michael. Membuat pria itu mengangkat pandangannya ke arah pintu dengan kacamata kerja yang masih melindungi matanya dari sinar komputer di hadapannya.
"Iya.. masuk" ucapnya balas berteriak.
Ceklek.
Kepala Viona menyembul dari sela-sela pintu ruang kerja Michael.
Michael melirik sekilas pada Viona lalu melanjutkan pekerjaan nya di hadapan komputer miliknya.
Dengan memberanikan diri, Viona masuk dan menutup pintu nya dengan sangat hati-hati agar tak menimbulkan bunyi.
Ia berjalan dan berhenti tepat di hadapan Michael yang tak menghiraukan keberadaan nya di sana.
"Om" panggil Viona.
"Hmm. Ada apa?"
"Itu.. uang.." Viona tampak ragu untuk menanyakan perihal uang yang masuk ke rekening miliknya.
"Iya.. uang bulanan dua puluh dan sisanya uang jajan sama uang transportasi kamu. Kamu atur-atur aja semuanya, karena saya tidak akan mengirimkan uang sebelum awal bulan nanti" jelas Michael tanpa mengalihkan pandangan nya dari layar komputer.
"Om gak salah ngasih aku uang sebanyak itu?" Heran Viona.
"Ken.."
Dreet... Dreet... Dreet...
Belum sempat Michael menyelesaikan ucapannya, suara ponsel dari atas meja kerja milik Michael berbunyi membuat Michael dan Viona mengalihkan atensinya ke arah ponsel Michael yang menunjukkan panggilan suara masuk.
Tubuh Michael menegang saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ia melirik sekilas pada Viona dan menyuruh Viona untuk keluar dari ruang kerjanya.