Jingga Ariana menjadi sosok gadis cuek dan anti terhadap makhluk yang namanya laki-laki semenjak dikhianati oleh tunangannya saat dirinya hendak memberikan kejutan ulang tahun.
Langit Putra Ramadhan anak pertama dari Sebastian Putra dan Mutia Arini menjadi sosok mahasiswa yang cuek dan dingin pada wanita, dan kemana-mana selalu ada Bintang di sampingnya.
Akankah takdir menemukan kedua insan muda itu? Kutub ketemu kutub saling tarik menarik ataukah saling tolak menolak?
Cerita ini masih satu rentetan dengan @wanita itu ibu anakku dan Tulisan Tinta Tania.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Galau
Dosen yang terkenal paling killer lah yang sekarang membukakan pintu untuk Jingga.
'Matih gue' kata Jingga dalam hati.
'Nggak di Indo nggak di sini. Sama aja masalahnya. Selalu saja ketemu dosen killer. Gerutu Jingga.
"Whats your name?" tanya dosen itu dengan tajam.
"Jingga Ariana, I'm from Indonesia" jawab Jingga penuh diplomasi.
"Owh, apa kamu kenal dengan Tania Fahira. She is hero lawyer" katanya penuh antusias.
"Kenal baik sih enggak prof. Hanya kenal" jelas Jingga.
"It's okey. Duduklah!" katanya dengan bahasa Indo yang terpatah-patah.
Nasib Jingga juga hampir sama saat dirinya sering dihukum oleh pak Hakam, yang berujung menjadi murid kesayangan.
Itu sih ngarep Jingga, baru juga telat di mata kuliah mister Andrew.
Di jam kuliah ini, Jingga sering kedapatan melamun dan berujung pertanyaan dari Mr. Andrew menghampiri dirinya.
Kebetulan seharian ini hanya Mr. Andrew yang jadi pemateri utama.
Di jam rawan kembali Jingga menguap. Menahan kantuk yang menyerangnya. Apalagi selepas makan siang.
"Jingga, kalau tak serius. Go at home!" usir Mr. Andrew.
Jingga sampai berulang kali minta maaf agar tak diusir dari kelas. Jingga berjanji tak akan mengulangi nya lagi.
"Cuci muka sana!" suruh sang dosen killer.
.
Jingga kebetulan melihat sekelebat sosok Kenzo kala dia keluar kelas.
"Dia sudah berani masuk kampus gue" gumam Jingga mencari jalan aman agar tak berpapasan dengan Kenzo.
"Bagiamana dia sangat hafal dengan situasi kampus di sini?" tanya Jingga dalam hati.
"Apa yang dia bilang selama ini benar? Kalau dirinya datang barengan sama aku saat pertama kali menginjakkan kaki di sini. Bagaimana aku sampai tak tahu?" ujar Jingga merutuki dirinya sendiri.
Sebuah tangan menarik lengan Jingga. Reflek Jingga menepisnya dengan keras karena ada pergerakan tiba-tiba dari arah tak disangka.
Jingga pasti berpikit itu ulah Kenzo, tapi ternyata tidak.
Jingga menengok ke arah orang yang sedang meringis menahan sakit karena tepisan tangan Jingga.
"Kamu anarkis sekali" sungutnya.
"Loh, kok sudah di sini aja?" tanya Jingga bengong.
Meski masih pakai penyangga, tapi pergerakan Langit lumayan cepat.
"Ayo! Keburu lo ditemukan si Kenzo" tukas Langit menggandeng Jingga.
"Kak, kita mau ke mana?" masih sempatnya Jingga bertanya.
"Jangan banyak nanya, Kenzo sedang menatap ke arah kita" bilang Langit.
Jingga tengok kanan kiri mencari keberadaan Kenzo.
Dan benar adanya, Kenzo berada tepat di sebelah kanan mereka dengan radius beberapa meter.
Jingga pun dengan semangat balik menggandeng Langit dan bersikap sok mesra.
"Idih modus" olok Langit.
"Pasti kamu gandeng aku karena dilihat penggemar berat kamu itu kan?" canda Langit.
"Plisss dech kak. Jangan banyak omong dulu. Bantuin gue kali ini" ucap Jingga sembari menarik lengan Langit ke pelukannya.
Ada desir rasa yang berbeda dirasakan oleh Langit kala Jingga memeluk lengannya erat.
"Kak, kok melamun sih. Mau nggak? Bantuin gue?" tandas Jingga.
"Mau aja, asal ada balasannya" tukas Langit tersenyum smirk.
"Oke dech. Dipikir nanti aja balasannya. Yang penting kakak tolongin gue sekarang. Kenzo sudah bagai psikopat gila kak, di mana-mana selalu ada" bahas Jingga.
Jingga menyapa beberapa teman yang kebetulan berpapasan dengannya.
Mayoritas kesemuanya memandang ke arah Langit dengan sejuta pesona nya.
"Issshhh, sudah tahu digandengin cewek. Masih aja mereka senyum-senyum tak jelas padamu kak" sungut Jingga.
Sudut bibir Langit terangkat sedikit ke atas, puas dengan reaksi Jingga.
"Kita lewatin jalan yang banyak orang aja menuju parkiran. Kakak capek nggak?" tanya Jingga merasa kasihan dengan Langit yang sedikit kesusahan mengikuti ritme jalannya.
"Kalau capek, emang mau lo gendong?" jawab Langit dengan candaan.
"Isssshhh..kukira kakak tuh sombong dan pendiam. Nyatanya kok nyebelin banget" ujar Jingga dengan wajah sewot.
Pak sopir sudah menunggu mereka berdua di parkiran kampus.
"Pak, langsung apartemen aja" suruh Langit.
"Mau ke mana? Aku mau pulang aja ke asrama" pinta Jingga.
Dia tak tahu jika sebelum ke kampus, Langit sudah ngijinin Jingga kalau mau diajaknya ke apartemen dengan alasan ada keluarga yang datang.
Dengan menyebut nama apartemen yang ditinggali olehnya saja, ibu asrama langsung kasih ijin buat Langit untuk membawa Jingga.
"Di asrama mulai tak aman Jingga, nyatanya Kenzo datang tak mengenal waktu. Lama-lama dia nerobos masuk ke kamar kamu gimana?" ulas Langit.
"Iya sih kak. Kamu benar juga. Tapi kan tidak harus tinggal di apartemen kamu" tanggap Jingga.
"Siapa yang nyuruh kamu tinggal di apartemenku" sela Langit.
Jingga malu bukan kepalang, tiwas kepedean tadi
"Begini saja, kamu tinggal sementara di apartemenku sebelum kamu dapat tempat tinggal yang dipastikan aman" saran Langit.
Jingga terdiam. Saran Langit memang baik, tapi untuk tinggal di tempat sewa uang dari mana.
Jingga tinggal di asrama kan untuk mengirit biaya tempat tinggal dan makan.
"Akan kupikirkan kak" jawab Jingga dan tak menolak langsung usulan Langit.
Kalau mau tinggal di luar asrama, Jingga harus mikirin kerja part time seperti Keenan untuk memenuhi biaya hidup.
Mengandalkan kiriman ayah tentu nggak bakalan cukup untuk biaya hidup di sini.
Mau bilang Langit, ya enggak lah.
Situasi dan kondisi mereka berdua bak bumi dan langit.
Tentu saja tak ada di pikiran Langit sekarang, apa yang dipikirkan oleh Jingga.
"Jingga, kok malah melamun aja sih? Lapar nggak?" tanya Langit untuk memecah suasana hening saat mereka berada di dalam mobil.
"Hhhmmm boleh sih. Cuman aku sedang kangen sama mie instan gimana dong?" tukas Jingga.
"Beres. Kuajakin di resto yang Indonesia banget dech" timpal Langit.
Jingga mengangguk aja.
Memikirkan untuk akrab dengan kakak Mega ini tak pernah terlintas sekalipun di otak Jingga.
Orang yang dingin dan kaku bagai kanebo kering sudah tersemat di otak Jingga kala pertama kali dikenalin Mega padanya. Image itu bahkan belum hilang sampai sekarang.
Tapi kok dalam dua hari ini tingkah Langit sungguh beda. Menjadi sok akrab dan juga sok baik dengan Jingga.
"Oh ya Jingga, semalam kenapa tak balas chat aku?" tanya Langit.
"Emang kakak chat aku? Punya nomor aku?" tanya Jingga penuh keheranan.
"Aneh ya kalau aku punya nomor kamu?" tanya balik Langit.
"Ya iya lah, nggak ada awan nggak ada hujan tiba-tiba punya nomor aku. Untuk apa kak?" tukas Jingga.
"Tanyain kabar kamu aja" jawab Langit.
"Ini juga sudah ketemu kak...ha...ha..." Jingga tertawa hingga terlihat lesung pipi membuat Langit gemas. Dia toel pipi Jingga, hingga membuat Jingga tertegun.
"Pak, resto yang biasa kita makan di sana" perintah Langit ke sang sopir. Sopir yang disediakan Dad. Tentu saja selain jadi sopir untuk ngawasin Langit selama tinggal di luar negeri.
"Siap tuan muda" sopir yang usianya tak berbeda jauh dengan usia Dad.
"Darimana pak? Kok sudah fasih bahasa indo?" tanya Jingga pada pak sopir.
"Aku juga senegara dengan Non. Di sini ditugasin tuan Sebastian untuk mengantar tuan muda kemana pun" terangnya.
"Bukan hanya mengantar ku tapi juga sebagai pengawas. Iya kan pak?" sela Langit.
"He...he...tuan muda tahu saja" jawab sopir itu sembari terkekeh.
Tiba lah mereka di sebuah resto dengan suasana kental Indo.
"Wah, ternyata ada ya di sini?" tanya Jingga penuh kekaguman.
Bahkan di sana ada macam-macam menu terkenal dari beberapa daerah di Indo.
Jingga melihat buku menu dengan antusias. Lama juga tak menyantap makanan dengan menu-menu itu.
"Jadi kangen masakan mama" ujar Jingga kala berhadapan dengan menu nasi pecel di depan mata.
"Nggak ingin yang lain?" tanya Langit.
"Rendang boleh?" timpal Jingga.
"Pesan aja" suruh Langit.
Jingga memesan lagi menu yang diinginkan olehnya.
"Wah, berasa pulang kampung aja. Makasih kak" seru Jingga senang.
"Jingga, minggu ini ada waktu nggak?" ucap Langit.
"Ada, kenapa kak?" jawab Jingga.
"Ikutan kakak. Nggak bakalan lama kok" ujar Langit.
"Oke dech kak. Asal dijemput aja" imbuh Jingga.
Langit tak kasih tahu Jingga, jika keluarga besarnya dari keluarga Baskoro akan datang.
Biar saja, akan ada keterkejutan di antara Jingga dan keluarga besar.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
***To be continued, happy reading
Marhaban ya Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin buat semua 😊***