Suamiku punya dua identitas? Mana yang benar?
Demi adik yang sedang tertidur panjang dalam komanya, Ellena akhirnya memutuskan menerima ajakan menikah dari seorang pria yang paling dia benci. Namun, apakah lelaki itu memang sejahat itu? Seiring berjalannya waktu, Ellena mulai meragukan itu. Akan tetapi, kehadiran sosok Darren yang tak pernah Ellena ketahui keberadaannya selama ini, seketika membuat keraguan Ellena kembali menguap. Mana sosok asli yang sebenarnya dari suaminya? Bima atau Darren?
Selamat datang di dunia percintaan yang bertabur intrik perebutan harta dan tahta!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
"Bagaimana ? Sudah dapat yang saya minta ?". Tanya Bima kepada Sam dengan tubuh yang bersandar di tepi meja kerjanya. Jemari tangan kiri pria itu mengetuk-ngetuk permukaan meja. Sedangkan tangan kanannya di masukkan kedalam saku celana.
Dengan santun Sam menyerahkan map berisi laporan pengintaiannya kemarin kepada Bima. Bima tersenyum menerima map coklat itu.
"Kerja bagus, Sam !". Bima kemudian memutar mejanya, bergerak menuju ke kursi kebesaran pria itu. Perlahan, ia mulai membuka amplop yang di berikan Sam tadi lalu membacanya dengan teliti. Dan lagi-lagi tanpa di minta, Sam tetap mendiktekan isi dari laporan itu.
"Restoran itu awalnya milik Nyonya Malika Anwar. Setelah beliau meninggal, management di ambil alih oleh Chandra, koki sekaligus orang kepercayaan Nyonya Malika. Dan omset keuntungan restoran tetap di berikan kepada Nona Ellena setiap bulannya. Tapi, 2 tahun lalu Tuan Teguh Lesmana menculik Candra dan memaksa Nona Ellena untuk menebusnya dengan menukar Candra dengan restoran milik ibu Nona Ellena. Mau tak mau, Nona Ellena menurut dan menyerahkan restoran peninggalan ibunya demi menebus nyawa Candra. Setelah insiden itu, Candra menghilang dan semua karyawan yang tetap setia kepada Nona Ellena di pecat semua oleh tuan Teguh."
"Dimana Candra sekarang ?".
"Di kota A. Sepertinya dia mendirikan restoran baru miliknya sendiri setelah dia meninggalkan kota ini."
Bima bangkit dari kursinya dan melangkah mendekati Sam. Tepat di depan Sam, Bima berhenti dan menatap Sam tajam.
"Apa ada yang kamu rasa janggal, Sam ?."
Sam masih menundukkan pandangannya. Tidak berani untuk menaikkan pandangan ke arah bosnya. Bagi pria berkepala plontos itu, posisinya harus selalu lebih rendah dari bosnya.
"Tatap saya jika sedang berbicara, Sam." Suara bariton Bima kembali terdengar.
Ragu-ragu Sam mendongak. Menyetarakan pandangannya dengan pandangan Bima. Bima tersenyum hangat dan menepuk pundak Sam ramah.
"Begini lebih baik. Kan sudah ku bilang, jangan terlalu merendah di depanku, Sam." Kini Bima sudah mendaratkan bokongnya di sofa panjang yang di siapkan khusus jika ada rapat pribadi, atau kolega bisnis yang berkunjung di dalam ruangannya. Lelaki jangkung itu menyilangkan kakinya dan menaikkan satu lengannya di sandaran sofa.
"Maafkan saya tuan muda." Jawab Sam malu-malu.
"Jadi seperti yang saya katakan tadi, apa kamu menemukan sesuatu yang janggal tentang kasus ini ?".
Sam mengusap tengkuknya dengan sedikit gelisah. Ada keraguan yang Bima tangkap dari gestur tubuh Sam.
"Sebenarnya, ini hanya hipotesis saya saja, Tuan muda. Jadi saya tidak yakin apa ini benar atau tidak."
"Katakan ! Saya ingin dengar."
Sam meneguk ludahnya sebelum mengungkapkan kecurigaannya. "Saya rasa, Candra dan Tuan Teguh bekerja sama untuk membuat restoran itu menjadi milik tuan teguh. Alasan kasus ini tidak tercium kepolisian dan mengapa Candra tiba-tiba saja menghilang dan mendirikan Restoran setelah pergi saya rasa karena keduanya punya hubungan khusus. Tapi, saya belum bisa memastikan hal itu tanpa izin dari Tuan muda. Karena bisa saja, saya terlibat kasus hukum kali ini."
"Tidak usah khawatir, Sam. Kalau kau terlibat kasus hukum, bukankah saya ada di belakang kamu ? Kenapa harus takut ?".
Sam menatap Bima tak percaya. Apa sebegitu percayanya pria ini terhadapnya ? Apa Bima tidak pernah berpikir jika Sam bisa saja memanfaatkan keadaan dan mengkhianatinya ?.
"Saya hanya tidak ingin mempermalukan tuan muda." Jawab Sam yang di balas dengan tawa ringan oleh Bima. Ayolah, itu tidak lucu sama sekali.
"Jadi apa rencanamu ?".
Sam segera mendongak menatap Bima dengan antusias. Jika berbicara rencana, Sam selalu memiliki sejuta ide untuk mendapatkan apa yang di inginkannya.
"Saya ingin menemui Candra langsung."
"Maksudmu, kau ingin ke kota A ? Begitu ?".
Sam mengangguk mantap. "Benar, tuan muda."
Bima nampak berpikir sebentar sebelum menjentikkan jarinya.
"Oke, saya ikut. Senin depan kita berangkat. Saya kebetulan ada rapat juga di sana."
"Baik, Tuan muda. Akan saya siapkan semua yang di butuhkan sebelum keberangkatan kita."
"Tidak perlu. Biar Okta saja yang menyiapkannya. Kau cukup mengurus orang-orangmu yang akan kau ikut sertakan dalam masalah ini. Soal biaya, masukkan ke dalam tagihanku."
Sam kembali mengangguk. "Baik."
*
*
*
Suasana terasa canggung sejak pertama Ellena memasuki cafe ini dan duduk tepat berhadapan dengan pria di hadapannya. Sejak tadi, pria itu hanya memandanginya tanpa berkedip sekali pun. Ellena memperhatikan sekitar. Tidak ada satu orang pun yang bisa membantunya keluar dari situasi ini. Andai saja, tiba-tiba ada kenalannya yang muncul. Entah teman TK, SD, SMP atau SMA-nya. Bahkan, jika Ellena melupakan nama mereka, El akan tetap menyapa dan mengajak orang itu bergabung dengannya di meja. Sayangnya, Tuhan tidak mengabulkan doa El yang ini. Alhasil, dia hanya bisa meneguk Ice tea bubble miliknya sebagai pelarian dari situasi sekarang.
"Mas Andra, kenapa kok tumben ajak El ketemu ?". Akhirnya ia bersuara. Sudah terlalu tak tahan dengan situasi akward yang sedang menjebaknya.
Andra segera tersadar bahwa sedari tadi ia rupanya hanya menatap Ellena tanpa berniat memulai pembicaraan. Padahal dia sendiri yang meminta bertemu dengan gadis manis berkuncir kuda di depannya ini.
"Nggak ! Nggak ada apa-apa. Cuma pengen ketemu aja." Jawabnya random. Terus terang, dirinya tidak memiliki alasan sama sekali kenapa dia menghubungi Ellena tadi pagi untuk mengajak gadis itu bertemu setelah pulang kerja.
Ellena hanya ber-oh ria. Dan kemudian, suasana kembali hening dan terasa canggung.
"El, Bima gimana ? Dia baik sama kamu ?". Tanya Andra lagi.
"Baik kok." Jawab Ellena singkat. Ia tidak menyangka bahwa Andra bertanya seperti itu padanya. Belum selesai keterkejutan Ellena, ia kembali tersentak ketika dengan tiba-tiba Andra meraih tangannya dan menggenggamnya erat seolah tak ingin melepaskannya.
"Kamu gak lagi bohong kan ?".
Reflek, Ellena menarik tangannya, membuat raut wajah kecewa muncul di wajah Andra.
"Maaf, Mas. Gak enak di lihat orang." Ellena berusaha menjelaskan tanpa berniat membuat Andra tersinggung.
Masih dengan keadaan menelan kekecewaan, Andra berusaha menguatkan dirinya. Ia menarik napas dalam dan menatap Ellena lekat.
"El, ada hal yang mau aku katakan ke kamu !".
"Apa ?". Tanya Ellena penasaran.
"Aku jatuh cinta sama kamu."
Deg. Jantung Ellena terasa mau copot sekarang. Bagaimana bisa, sepupu dari suaminya mengatakan hal yang mustahil begini ?. Cinta ? Cinta katanya ? Ellena rasa, mungkin kupingnya yang bermasalah.
"M-maksud mas Andra gimana ?". Tanya Ellena ragu. Ia benar-benar meragukan indra pendengarannya sekarang.
"Iya, El. Aku jatuh cinta sama kamu dari pertama kita ketemu di BFC waktu itu. Aku udah mau bilang ini dari awal, tapi semuanya terlambat. Kamu .... Kamu justru nerima lamaran Bima lebih dulu." Mata Andra mulai berkaca-kaca. Ellena yakin, jika dia berkedip, maka air matanya pasti sudah tumpah sekarang.
Jika Ellena boleh jujur, dirinya sangat terharu dengan ungkapan cinta Andra. Karena, sejak pertemuan keduanya dengan Andra, Ellena merasakan ada hal yang sedikit berbeda yang ia rasakan terhadap pria itu. Mungkin saja jika Ellena belum menjadi istri Bima, dia akan memberi kesempatan untuk Andra mengisi kekosongan hatinya. Andra pria yang sangat baik yang Ellena kenal sejauh ini. Itu cukup dia jadikan alasan untuk membalas perasaan Andra. Sayangnya, takdir tidak membiarkan itu terjadi.
"Ngomong apa lo, Nyet ?". Suara teriakan di susul satu pukulan yang melayang ke wajah Andra sukses membuat Ellena shock. Gadis manis itu menjerit histeris ketika melihat Andra membalas pukulan yang di layangkan Bima.
"Siapapun, tolong pisahkan mereka." Teriak Ellena panik. Air matanya mulai mengalir karena khawatir. Ellena tidak mau salah satu di antara mereka jadi terluka.
Terlihat dua orang satpam berlari mendekat dan berusaha memisahkan mereka. Bima segera menghempas kedua tangan satpam yang memeganginya dari belakang.
"Udah, sekarang gak apa-apa Pak !". Ujar Bima meyakinkan. Satpam yang mengenali Bima itu segera yakin dan memberi kode kepada temannya agar ikut melepas kunciannya pada Andra.
"Tolong, jangan ribut di sini Pak Bima ! Kasihan pengunjung lain." Ucap Satpam itu dengan hormat.
Bima mengangguk. "Maaf !".
Kedua satpam itu akhirnya pergi setelah yakin bahwa Bima dan Andra tidak akan membuat keributan lagi.