Kisah ini adalah kisah seorang perwira menengah kepolisian Osaka yang bernama Takagi Fujimaru, 35 tahun, bersama rekannya Kaoru Usui, 30 tahun, yang mengungkap kasus pembunuhan berantai. Kasus ini terinspirasi dari kisah nyata pembunuhan berantai yang terjadi di Hongkong pada tahun 1982. Dalam bekerja mereka dibantu seorang dokter ahli forensik yang bernama Keiko Kitagawa, 35 tahun. Bagaimanakah kisah perjuangan mereka mengungkap kasus dan menemukan pelaku yang sesungguhnya ?
Selamat membaca....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Shuji Tetsuya 2
Shuji membuka lipatan kertas yang ditinggalkan Ayumi di mejanya.
"Setelah bubar sekolah, aku tunggu kau ruangan ku. Keep secret, ok😉". Pandangannya beralih ke wanita yang disebut guru itu, dengan hati penuh tanya.
Sesuai dengan instruksi, Shuji datang ke ruangan Ayumi setelah pelajaran terakhir selesai.
Tok tok tok...
Shuji mengetuk pintu kantor.
"Masuk". Terdengar sahutan dari dalam. Dengan ragu, Shuji membuka pintu.
Krieet..
Pintu terbuka.
Ruangan kerja khusus yang diberikan pihak sekolah padanya tanpa berbaur dengan guru lain, dilengkapi dengan pendingin dan pengharum ruangan yang menambah nyaman ruang kerja Ayumi.
“Masuklah Shuji. Tutup pintunya” Shuji mengikuti perkataan Ayumi.
Ceklek... Bunyi kunci otomatis, begitu Shuji masuk dan menutup pintu.
“Duduklah”. Shuji duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Ayumi.
“Kamu pasti lapar ? Aku ada roti isi, makanlah” Ayumi menyodorkan sebungkus roti isi daging.
Shuji memandang roti itu, tanpa berani menyentuhnya.
“Tidak usah, Bu. Aku sudah kenyang”.
Kriuuukk...
Tiba-tiba saja perut Shuji berbunyi.
“Dasar perut penghianat” Umpatnya dalam hati.
Ayumi hanya tersenyum, mendengar jawaban Shuji berbeda dengan reaksi tubuhnya.
“Jangan malu. Kau makan saja. Setelah makan ada yang ingin aku bicarakan padamu”. Dengan ragu, Shuji mengambil roti itu dan memakannya dengan lahap.
“Aku sudah tau, kalau kau pasti belum makan”
“Ibu tau dari mana?” Tanya Shuji dengan mulut penuh.
“Hei, jangan berbicara ketika mulut berisi!”.
“Uhuk.. Uhuk... Uhuk”.
“Baru saja aku bilang. Cepat kau minum ini” Ayumi menyodorkan sebotol air mineral pada Shuji. Dengan cepat Shuji meneguknya.
“Bagaimana? Sudah lebih baik?”
“Iya, Bu. Terimakasih”.
“Tentu saja aku mengetahui apa yang sedang dialami siswa-siswaku”.
“Apa Ibu menguntitku?”
“Bukan menguntit. Tapi mencari tau”.
“Terimakasih Bu, atas perhatiannya. Jadi, ada keperluan apa Ibu memintaku datang ke sini ?”
“Begini. Setelah mengetahui kondisi keluargamu, aku berniat membantu kau untuk menyelesaikan pendidikan. Aku juga akan menanggung biaya kuliahmu”.
“Benarkah, Bu?
“Iya. Tapi ada syaratnya”
“Syarat? Syarat apa, Bu”.
“Kau harus melakukan apa yang aku minta”.
“Melakukan apa, Bu?”
Ayumi bangkit dari duduknya. Dan berjalan mendekati Shuji.
"A..A Apa yang Ibu lakukan?"
Tanya Shuji, ketika Ayumi tiba-tiba duduk di atas meja di hadapannya dengan posisi menggoda. Ia yang mengenakan blus peplum warna kuning mengangkat rok sempit yang dikenakannya. Ayumi meraih tangan Shuji dan meletakkannya di pahanya yang terekspos sempurna.
"Ja Ja Jangan, Bu ". Shuji menarik tangannya.
"Ke..Kenapa Ibu melakukan ini padaku?"
"Kamu ikuti apa yang aku perintahkan, kalo tidak mau nilai mu aku buat anjlok dan beasiswamu akan ditarik"
Ancaman itu cukup membuat Shuji tak berkutik. Ia membutuhkan nilai A dan rekomendasi dari wali kelas nya itu, untuk mempertahankan beasiswa dan melanjutkan studinya.
"Kamu tau Shuji, kalau kamu itu sangat tampan”. Shuji yang memiliki perawakan tinggi, berhidung mancung dan cerdas itu, menarik perhatian sang guru.
Ayumi mendekatkan wajahnya sambil menyentuh dagu pemuda itu dengan jari telunjuknya. Shuji dapat merasakan hembusan nafas sang guru mesum di wajahnya. Tatapan liar wanita itu, membuat Shuji bergidik ngeri. Dia ingin lari dan berteriak, namun ia terlalu takut untuk melakukan perlawanan.
Jiwa Shuji memberontak. Namun dia tidak dapat berbuat apa-apa. Tubuhnya bereaksi berbeda dengan keinginannya. Rasa panas berlahan menjalar di seluruh tubuh. Ada dorongan aneh dari dalam dirinya yang belum pernah ia rasakan. Bagian bawah tubuhnya berlahan mengeras, begitu mendapat sentuhan dari Ayumi di bibirnya. Sentuhan itu berlahan menuntut lebih. Lidah sang guru bergerilya di seluruh rongga mulutnya. Tubuhnya bereaksi membalas sentuhan sang guru dengan tangannya menjelajahi tubuh wanita itu. Shuji yang memanas karena api asmara menuntunnya mengimbangi permainan guru me sum itu. Walaupun sebenarnya hal itu pertama kali baginya, namun has rat yang membara dari dalam diri menuntunnya jadi per jaka tangguh.
Permainan itu semakin lama semakin memanas. Pakaian berserakan di lantai. Sementara dua orang manusia berlainan jenis dan berbeda usia itu dalam keadaan polos di atas sofa kantor. Desa han dan rin tihan memenuhi ruangan itu. Permainan itu berakhir dengan Shuji melakukan pelepasan di dalam tubuh gurunya itu.
“ Kau luar biasa, Shuji “ Des ah Ayumi sambil menjilati jari telunjuknya.
Tubuh Shuji melorot ke bawah sofa. Ia meremas rambutnya dengan kedua telapak tangannya.
"Apa yang telah aku lakukan?” Sesalnya. Keper jakaannya hilang direnggut guru yang seharusnya jadi pelindung di sekolah.
“Shuji, tenanglah. Kau tidak usah khawatir. Nanti lama-lama kau akan terbiasa.”
“Maksud Ibu apa?”.
“Kalau kau masih ingin melanjutkan sekolah, kau harus mengikuti semua inginku. Tidak sulit, hanya melakukan hal seperti ini. Dan 1 hal lagi. Kau harus merahasiakannya pada siapapun. Ingat, masa depanmu ada di tanganku" Kata Ayumi sambil menyeringai.
Shuji tidak dapat berkata apa-apa. Kehidupan sulit yang dihadapi saat ini, membuat ia harus pasrah menjalani hidupnya. Tidak ada seorangpun yang bisa ia andalkan untuk tempat bergantung dan berkeluh kesah.
***