NovelToon NovelToon
KISAH TAK BERUJUNG Bad Senior In Love

KISAH TAK BERUJUNG Bad Senior In Love

Status: tamat
Genre:Romantis / Sudah Terbit / Tamat
Popularitas:6.8M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK


"Aku mau riset ke Jepang."

Menjadi awal dari kandasnya mimpi indah Anggi bersama Dio, the first love never die.

Ditambah tragedi yang menimpa kedua orangtua Dio, membuat masa depan yang sejak lama diangankan harus pupus dalam sekejap.

Namun ketika Anggi masih berusaha menata hati yang retak, Rendra datang hanya untuk berkata,

"I just simply love you."

"Gimme a chance."

A romantic story about Dio-Anggi-Rendra

--------------

Season 1 : Kisah Tak Berujung Bad Senior in love

Season 2 : Always Gonna be You

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Kejutan di Akhir Pekan

Anggi

Mereka berjalan beriringan pulang ke Raudhah dalam kesunyian. Tak ada seorangpun yang berniat untuk membuka pembicaraan. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing.

Dan sebelum melangkah masuk ke teras, yang dipenuhi oleh mata-mata penuh rasa ingin tahu. Ia kembali teringat akan sesuatu.

"Tunggu sebentar, saya ambil topi sama Bear brand ...."

Tatapan tak percaya Rendra membuatnya tercekat sekaligus merasa tak enak.

"Belum diminum?" tanya Rendra heran. Kabut semakin tebal menggelayuti wajah Rendra. Sorry again.

"Mau saya kembaliin ...."

"Buat kamu," tukas Rendra cepat.

"Nggak usah dikembaliin," ujar Rendra lagi sambil mengarahkan tangan kanan ke depan. Persis seperti saat mempersilakannya, untuk lebih dulu melewati celah pagar keliling di lapangan GSD tempo hari.

Dengan linglung ia mengangguk, dan cepat-cepat berjalan memasuki teras.

"Wah, dari mana aja nih berdua?" sapaan kating yang duduk paling dekat dengan jalan keluar menyambut kedatangan mereka.

Ia hanya tersenyum sambil mengangguk kepada semua yang duduk di teras. Lalu masuk ke dalam tanpa menoleh lagi.

Namun sebelum menutup pintu, ia sempat mendengar Rendra menjawab, "Ke depan sebentar."

Diikuti gumaman menggoda dari beberapa orang, "Wah, si Rendra ... tahu aja ada barang bagus."

"Kayaknya bro kita yang satu ini, udah bosen nih sama default yang biasanya."

"Mau nyoba tantangan baru, Ren?"

"Sukses nggak?"

"Kalau dari penampakan ruwet si Rendra sih, kayaknya gagal total."

Kemudian diikuti gelak tawa. Membuatnya mencibir seraya memutar bola mata.

Dan begitu memasuki ruang tamu, ia berpapasan dengan Salsa yang berjalan dari arah dapur. Tengah kerepotan membawa senampan penuh cemilan. Tapi tatapan Salsa padanya benar-benar asing.

"Kamu kenal sama Rendra?"

Ia mengangguk pelan.

Salsa tak bertanya lagi dan langsung berlalu. Tapi sebuah kilatan murung di mata Salsa, tak luput dari perhatiannya.

Sebelum masuk ke kamar, di dapur ia sempat melihat Shelly, Ira, dan Nila sedang berbisik-bisik persis di depan kompor. Membuatnya ingin menuntaskan rasa penasaran.

"Di depan ramai acara apa?" suaranya diusahakan sedatar mungkin. Padahal rasa ingin tahu membuncah.

"Tadi kenapa nggak nanya sendiri ke si Abang?" Shelly yang menjawab sambil mencibir.

Diikuti sikutan dari Ira dan Nila. Cukup untuk membuatnya langsung masuk ke kamar.

Malam harinya, ia baru tahu saat Nila berbisik usai sholat Maghrib berjamaah.

"Mereka itu dulu ... waktu ospek satu gugus. Bertahan sampai sekarang udah pada skripsi. Sebagian besar punya peran penting di civitas kampus. Jadi gampang kalau mau buat project atau event. SDM berkualitas semua," terang Nila.

Ternyata luar biasa persahabatan Rendra dan teman-temannya. Meski beda fakultas, beda karakter, beda organisasi. Tapi tetap bisa sejalan demi kepentingan bersama.

"Tiap tahun, mereka buat social project sendiri. Mereka punya banyak adik asuh loh. Kebanyakan anak jalanan. Ada rumah singgahnya. Kamu ... belum tahu ya?" Nila memandangnya heran.

Sampai di sini ia jadi merasa semakin tak enak terhadap Rendra. Ternyata, pengetahuannya tentang Rendra, tak ada seujung kuku dari keseluruhan pribadi Rendra. Ia khawatir, telah memberi penilaian yang keliru.

"Termasuk ... eng ... Rendra juga?"

"Bang Rendra yang paling kuat pendanaannya," Nila mengangguk yakin. "Makanya project mereka selalu jalan. Nggak pernah ada yang namanya kendala finansial."

Sebenarnya, Nila masih semangat untuk meneruskan cerita. Namun ia sendiri yang menghentikannya. Tak ingin membuat rasa bersalah yang mulai tumbuh liar menjadi semakin subur.

Dan sore itu, menjadi kali terakhir ia bertemu Rendra.

Namun diam-diam ia juga bersyukur, karena Rendra tak melakukan hal aneh yang sempat dikhawatirkannya. Seperti memaksakan diri atau perbuatan sejenis lainnya. Yang sangat mungkin akan dilakukan oleh orang seperti Rendra.

Mungkin benar kata Mala, jika Rendra 'sudah berubah', tidak searogan sebelumnya. Namun tetap tak mampu mengurangi kadar 'ketidaksukaan dan kekesalannya'. Karena kesan pertama begitu melekat di benaknya. Kesan pertama yang buruk dan terlanjur menempel menjadi label pribadi buruk Rendra.

Meski harus diakui ada sedikit rasa bersalah. Wait a minute, kenapa selalu membahas tentang rasa bersalah, Anggi?

Bukankah Rendra yang pertama berbuat tak senonoh? Rendra yang pertama menyudutkannya di depan kelas saat workshop. Rendra yang selalu mencari gara-gara selama deretan panjang kegiatan jelang ospek. Kenapa malah dirinya yang merasa bersalah? Dunia terbalik. Jangan sampai hanya karena sebuah topi, sekaleng Bear brand, dan perlakuan gentleman yang ditampilkan Rendra, membuat hatinya berbalik. Never ever.

Beruntung kelas yang harus diikuti dan tugas sederet mata kuliah utama di semester gasal ini sangat menguras energi dan pikiran. Termasuk pengajuan beasiswa prestasi dengan seabrek persyaratan yang harus disiapkan. Sedikit mampu meredam perasaan bersalah. Saking berkonsentrasi penuh, ia bahkan sampai melupakan jadwal makrab (malam keakraban) pembubaran panitia ospek besok malam.

"Aku jemput ya," Mala paling bersemangat. Makrab yang rencananya akan dilakukan di penginapan tepi pantai adalah acara yang paling Mala tunggu.

"Kamu bukannya sama Yuri?" tanyanya heran.

"Iya, sama Johan Tia juga."

"Aku jadi pihak ketiga dong? Enggak ah," tolaknya cepat. Sebab hanya ia sendiri yang tak memiliki pasangan.

"Terus, kamu berangkat sama siapa?"

"Males banget," ia mengangkat bahu.

Makrab sama sekali tak masuk dalam to do list nya minggu ini. Ditambah kemungkinan besar, ia akan bertemu Rendra di sana. Orang yang paling dihindari.

Setelah bersusah payah mengelola hati dari rasa bersalah yang belum sepenuhnya hilang. Bertemu dengan penyebab utama timbulnya rasa bersalah adalah sebuah kebodohan. Namun hingga saat ini, ia belum memiliki alasan paling make sense untuk lolos dari acara makrab.

"Besok ikut kan?" Elva tak kalah semangat.

Zaki bahkan mengimbau pada seluruh cofas cluster teknik untuk mengikuti acara makrab. Tak cukup di grup, Zaki juga mengirim chat pribadi padanya.

Zaki. : 'Besok jangan lupa.'

Anggi : 'Nggak tahu nih."

Zaki. : 'Kenapa?'

Anggi : 'Kayaknya nggak ada tumpangan.'

Jawaban terakhir memang paling ngawur. Saking banyaknya panitia yang membawa kendaraan pribadi, menampung seorang seperti dirinya jelas masih mungkin. Dirinya saja yang malas.

"Bener nggak mau bareng?" Mala masih penasaran saat mereka keluar kelas terakhir.

Ia menggeleng yakin.

"Telepon kalau berubah pikiran."

"Oke," ia mengangguk.

"Kantin dulu yuk, laper nih," ajak Mala.

Kali ini ia setuju. Mengikuti tiga kelas berturut-turut dari pagi sampai siang, sudah pasti membuat perut keroncongan. Ia pun langsung memesan seporsi nasi pecel favorit. Sementara Mala masih tak mampu berpaling dari capcay goreng pedas kesukaan.

"Kita rencana berangkat jam lima. Kalau mau bareng, sebelum jam lima calling calling. Nanti aku samperin ke Raudhah."

"Iya," ia mengangguk setuju.

"Kalau nggak ikut, rencana mau ngapain? Nggak bosen apa, ngendon di kost bareng akhwat-akhwat? Weekend jangan-jangan diisi pengajian lagi," Mala menggelengkan kepala.

"Emang," ia meringis. "Daripada ketemu sama 'yang nggak boleh disebut namanya', mending ikut kajian lah ya."

"Menghindar justru bikin masalah baru," Mala jelas tak setuju dengan pilihannya menghindar.

Ia hendak membantah, namun ponsel di saku baju terasa menggelepar-gelepar. Menandakan ada panggilan masuk.

Dan senyumnya langsung terkembang, begitu melihat nama yang muncul di layar ponsel.

"Ish, malah senyum senyum lagi," cibir Mala. "Siapa yang nelepon? Rendra?"

Senyumnya semakin lebar saat mulai berbicara di ponsel. "Halo?"

"Kalau mau ke tempat kamu lewat mana?"

"Maksudnya?"

"Enakan lewat bunderan apa jalan depan Maskam?"

"Emang ... kamu ... lagi dimana?"

"Di jalan depan Maskam. Paling cepat ke arah mana?"

Ia sungguh tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Siapa yang nelpon?" Mala heran melihatnya bengong. Sementara orang di seberang telepon terdengar masih memanggil-manggil namanya.

"Bisa ... bisa lewat sana ...." Ia membelalakkan mata ke arah Mala.

"Kamu jalan ke arah utara, terus masuk ke barat .... Jalan Sosio-Yusticia ...." Ia sekaligus menerangkan petunjuk arah lengkap menuju kantin tempat mereka berada. Lalu menutup ponsel dengan ekspresi takjub luar biasa.

"Siapa sih?" tanya Mala penasaran

"Cubit aku Mal ... cubit ...." desisnya dengan hati berbunga.

"Kenapa?" Mala semakin heran.

"Biar tahu ini mimpi atau nyata," jawabnya dengan hati gembira.

Sekarang gantian Mala yang bengong.

"Barusan ... Dio nelepon, kalau dia udah di depan Maskam. Mau ke sini ...."

***

1
Lugiana
reread ping suwidak jaran panggah 😢😢😭😭😭😭😭
Umi Fauzan
cerita terbaik
Tutik Winarsih
baca lagi dan tak ada bosannya
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
Alhamdulillah punya teman yang baik y Nggi dan bisa diandalkan
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
the one and only ya Nggi
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
ayo Dio, keluar dari novel tanganin deh tekhnologi di negeri ini biar menjadi nomor satu di dunia
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
salting ya Nggi 😁
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
emang enak dikacangin 🤣
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
malah cubit2an
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
apa ya oleh oleh Dio
peuyeum kali ya
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
tu mah, camannya datang
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
caman idaman mama Nggi😁
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
mendengar namanya disebut aja bikin panas dingin ya nggi
ᖇᑌᔕᔕᗴLLL
cemilan legend yang masih eksis sampai sekarang
famita
mau baca ke berapa kalipun tetep mewek 😭
Afidatul Rifa
menyerahkan, menitipkan dgn sepenuh hati wanita yg qta cintai kepada laki" yg mencintai wanita itu, rasanya pasti nyesek tapi Dio bisa legowo itu loh yg bikin q banjir air mata, meski dah baca berulang-ulang 😭😭😭
Afidatul Rifa
udah baca lama banget sampe lupa alir ceritanya jadi mampir lagi deh
Devi Safitri
baca ulang 2025
Nita_Ria Nita
mampir lagi aku ,sdh baca yg ke 5 kli abis nya kngen SM Abang Rendra🤭🙈
Emiliya Wati
aku slalu memimpikan novel ini dibuat filmnya.. kira2 aktor yg cocok jadi Rendra siapa ya??
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!