NovelToon NovelToon
Legenda Hua Mulan

Legenda Hua Mulan

Status: tamat
Genre:Mengubah sejarah / Romansa / Fantasi Wanita / Tamat
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Cerita ini tidak melibatkan sejarah manapun karena ini hanya cerita fiktif belaka.

Di sebuah kerajaan Tiongkok kuno yang megah namun diliputi tirani, hidup seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Hua Mulan, putri dari Jenderal Besar Hua Ren, pangeran ketiga yang memilih pedang daripada mahkota. Mulan tumbuh dengan darah campuran bangsawan dan suku nomaden, membuatnya cerdas, kuat, sekaligus liar.

Saat sang kaisar pamannya sendiri menindas rakyat dan berusaha menghancurkan pengaruh ayahnya, Mulan tak lagi bisa diam. Ia memutuskan melawan kekuasaan kejam itu dengan membentuk pasukan rahasia peninggalan ayahnya. Bersama para sahabat barunya — Zhuge sang ahli strategi, Zhao sang pendekar pedang, Luan sang tabib, dan Ling sang pencuri licik — Mulan menyalakan api pemberontakan.

Namun takdir membawanya bertemu Kaisar Han Xin dari negeri tetangga, yang awalnya adalah musuhnya. Bersama, mereka melawan tirani dan menemukan cinta di tengah peperangan.
Dari seorang gadis terbuang menja

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 — Api di Balik Bayangan

Hujan turun deras malam itu, membasahi atap-atap genting ibu kota. Suara petir menggelegar di kejauhan, namun di balik kegelapan yang pekat, puluhan bayangan berlari di antara gang-gang sempit. Langkah mereka senyap, namun hati mereka berdegup keras seperti genderang perang yang belum dipukul.

Di depan mereka, Mulan berjalan tegak. Pakaian hitamnya sudah basah kuyup, tapi matanya bersinar dalam cahaya kilat. Di tangan kanannya, pedang perak peninggalan ibunya memantulkan kilatan langit. Di tangan kirinya, gulungan peta yang mereka rebut dari tahanan semalam.

“Gudang senjata istana berada di bawah menara timur,” ujar Mulan datar. “Jika kita bisa menghancurkan sebagian persediaan mereka, pasukan penjaga kota akan lumpuh sementara.”

Zhao Ren, yang kini berdiri di sampingnya, mengangguk. “Tapi kali ini penjagaan lebih ketat. Mereka tahu kau akan bergerak lagi.”

Zhuge Wei menimpali, “Kita tak bisa bertarung frontal. Aku sudah mengatur penyusup dari dalam. Begitu menara jam berdentang dua kali, mereka akan memadamkan lentera penjaga. Itu waktu kita.”

Mulan menatap mereka satu per satu — dua puluh orang yang kini sudah menjadi tiga puluh. Rakyat biasa, mantan prajurit, pedagang, bahkan anak yatim yang kehilangan keluarga karena pajak perang. Mereka semua memandangnya dengan kepercayaan penuh.

Ia menghela napas. “Malam ini bukan tentang kemenangan. Ini tentang pesan: bahwa naga telah bangun.”

Hujan makin deras. Suara lonceng pertama menggema.

Dan seperti bayangan, mereka menghilang.

Menara timur berdiri angkuh, dikelilingi pagar besi setinggi dua tombak. Di dalamnya, deretan peti senjata disimpan bersama busur dan bahan mesiu. Di puncaknya, lentera besar menyala sebagai tanda penjagaan.

Begitu lonceng berdentang dua kali, cahaya lentera itu tiba-tiba padam.

“Sekarang!” bisik Mulan.

Zhao melesat lebih dulu, menumbangkan dua penjaga dengan satu hantaman. Zhuge melempar kantung kecil ke arah pintu utama — ledakan asap mewarnai udara, menutupi pandangan musuh. Mulan berlari ke arah tangga bawah tanah, memimpin kelompok kedua.

Saat mereka sampai di ruang penyimpanan mesiu, suara langkah prajurit sudah terdengar dari atas.

“Mereka datang lebih cepat dari perkiraan,” gumam Luan panik.

“Tak apa,” balas Mulan tenang. “Kita tak perlu semua mesiu — cukup satu percikan untuk menggetarkan langit.”

Ia menancapkan pedangnya ke tanah, lalu membuka gulungan kain kecil berisi sumbu api. Tangan mungilnya bergerak cepat, menyalakan sumbu dengan batu api.

“Semua keluar sekarang!”

Mereka berlari ke arah terowongan belakang. Mulan menjadi yang terakhir keluar, menoleh sejenak ke dalam ruangan. Di antara bayangan peti mesiu, api mulai menjalar.

Dan sesaat kemudian — BOOM!

Ledakan itu mengguncang bumi. Langit malam berubah merah, seperti naga api yang menari di udara.

Penduduk kota terbangun, melihat ke arah menara timur yang kini runtuh sebagian. Api memantul di mata mereka bukan ketakutan, tapi harapan.

“Bayangan Naga... dia datang lagi!” teriak seseorang dari kejauhan.

Mulan berdiri di bukit jauh, menatap kobaran api itu dengan napas berat. “Satu sayap sudah terbakar,” katanya. “Masih ada banyak lagi yang harus dipatahkan.”

Zhuge tersenyum pahit. “Kau tahu Kaisar akan murka luar biasa.”

“Aku harap begitu,” balas Mulan pelan. “Semakin ia marah, semakin ia menunjukkan ketakutannya.”

Di istana, malam itu berubah menjadi neraka.

Kaisar Tiran berdiri di depan jendela besar ruang takhta. Api dari menara timur terlihat jelas dari tempatnya berdiri. Tangannya bergetar, lalu menghantam meja emas di depannya.

“Bayangan Naga lagi?!” raungnya. “Aku muak dengan nama itu!”

Seorang prajurit berlutut gemetar. “Kami sudah menangkap beberapa warga, Yang Mulia. Tapi tak satu pun mengaku tahu siapa mereka.”

“Cukup!”

Dari balik tirai, seorang pria berjubah hitam melangkah ke depan. Wajahnya tertutup separuh kain. Ia membungkuk hormat.

“Yang Mulia,” katanya dengan suara lembut tapi dingin, “biarkan aku yang menangani mereka.”

Kaisar memutar tubuh. “Siapa kau?”

“Orang yang pernah kau kirim ke perbatasan utara,” jawabnya. “Pernah memadamkan pemberontakan tanpa setetes darah pun. Sekarang aku akan memadamkan naga itu — dengan cara yang sama.”

Kaisar tersenyum tipis. “Nama?”

“Mo Jian,” jawabnya sambil menatap Kaisar dengan mata hitam kelam. “Bayangan pemburu.”

Kaisar mengangguk. “Temukan mereka. Hidup atau mati — aku ingin nama Bayangan Naga lenyap dari muka bumi.”

Mo Jian menunduk. “Akan kutemukan... bahkan jika dia bersembunyi di kegelapan sendiri.”

Keesokan harinya, suasana kota mencekam. Tentara berpatroli di setiap jalan, menggiring siapa pun yang mencurigakan. Papan pengumuman ditempeli wajah-wajah buronan, termasuk sketsa kasar seseorang dengan topeng naga.

Di pasar, orang-orang berbisik pelan.

“Mereka bilang Bayangan Naga itu wanita…”

“Wanita? Mustahil! Siapa wanita yang bisa menghancurkan menara?”

“Entah, tapi konon dia keturunan Jenderal Hua…”

Bisikan itu menyebar seperti api kecil, dan semakin dilarang, semakin tumbuh liar.

Di rumah bawah tanah, Mulan mendengarkan laporan itu dari Luan.

“Kabar tentangmu sudah ke seluruh kota,” kata Luan. “Tapi banyak rakyat mulai memberi perlindungan diam-diam. Beberapa bahkan menandai rumah mereka dengan simbol naga kecil.”

Zhuge tersenyum miring. “Simbol yang lahir dari ketakutan… kini jadi tanda harapan.”

Mulan memandang ke dinding batu tempat mereka menempelkan peta baru. “Kalau begitu, kita harus bergerak lebih hati-hati. Mo Jian sudah turun tangan.”

Zhao Ren mendengus. “Kau mengenalnya?”

“Namanya dulu dikenal sebagai Pemburu Utara,” jawab Mulan lirih. “Dia pernah memburu para pemberontak di perbatasan semua hilang tanpa jejak, bukan mati, tapi… seolah menguap dari dunia.”

Zhuge menatapnya tajam. “Jadi dia bukan sekadar tentara.”

“Dia bayangan,” balas Mulan. “Seperti kita.”

Keheningan jatuh. Lalu Mulan menatap peta. “Kalau begitu, aku akan memancingnya keluar.”

Semua mata terbelalak.

“Kau gila?” seru Zhao. “Dia pemburu kerajaan, bukan prajurit biasa.”

Mulan tersenyum dingin. “Seekor naga tak akan diam di sarangnya saat dunia terbakar.”

Malam itu, Mulan menyelinap seorang diri ke tengah kota. Hujan reda, tapi tanah masih basah. Ia berjalan pelan di antara gang, menempelkan tanda naga kecil di dinding. Di beberapa tempat, rakyat yang masih terjaga menatapnya dengan hormat dan diam-diam membungkuk.

Namun di salah satu gang sepi, langkah Mulan terhenti.

“Aku tahu kau di sana,” katanya pelan.

Dari bayangan tembok, seseorang muncul. Jubah hitam, wajah tertutup kain, tapi mata hitam pekat itu menatap tajam Mo Jian.

“Jadi kau Bayangan Naga,” katanya tenang. “Kecil dari yang kubayangkan.”

“Dan kau pemburu yang dikirim untuk menghentikanku.”

“Bukan menghentikan,” balas Mo Jian. “Melenyapkan.”

Dalam sekejap, dua bayangan itu saling menyerang. Pedang bertemu pedang, logam beradu menimbulkan kilatan cahaya di tengah malam. Gerakan mereka cepat, hampir tak terlihat.

Mulan melompat ke dinding, memutar tubuh, menebas ke arah dada Mo Jian. Tapi pria itu menangkis dengan satu tangan dan menendang balik. Tubuh Mulan terpental ke belakang, menghantam tong kayu.

Darah mengalir di bibirnya, tapi matanya tetap menyala. “Kau bukan tentara biasa.”

“Dan kau bukan gadis biasa,” jawab Mo Jian datar. “Darahmu… bukan darah rakyat biasa.”

Mulan mengepalkan pedang. “Aku anak dari Jenderal Hua. Tapi malam ini, aku hanya satu hal rakyat yang melawan.”

Pertarungan berlanjut. Petir menyambar di langit, menerangi dua sosok yang bergerak cepat. Hingga akhirnya, pedang Mo Jian berhenti satu inci dari leher Mulan.

Tapi sebelum ia sempat menusuk, dari atas atap terdengar suara siulan tanda dari Zhuge Wei.

Anak panah melesat, menghantam dinding tepat di samping Mo Jian. Ledakan kecil terjadi, membuat debu beterbangan. Saat asap menghalangi pandangan, Mulan sudah menghilang.

Mo Jian berdiri di tengah asap, menatap arah kepergian gadis itu. Tangannya menyentuh darah di pipinya yang tergores pedang Mulan.

Dan untuk pertama kalinya, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.

“Menarik,” gumamnya. “Kau bukan sekadar bayangan… kau adalah api yang menolak padam.”

Di markas rahasia, Mulan terengah-engah. Zhuge menghampiri cepat.

“Gila! Kau hampir mati di sana!”

Mulan hanya tersenyum lemah. “Aku harus tahu siapa musuh kita. Dan sekarang aku tahu dia bukan hanya pemburu, tapi cermin.”

“Cermin?” tanya Zhao heran.

“Ia bayangan yang lahir dari kegelapan Kaisar. Tapi kalau dia bisa diciptakan… berarti dia juga bisa dihancurkan.”

Zhuge terdiam, lalu tersenyum kecil. “Dan bagaimana caramu menghancurkan bayangan?”

Mulan menatap ke luar, pada langit fajar yang mulai memerah. “Dengan cahaya yang cukup kuat.”

Ia menggenggam pedangnya, berbisik pelan hampir seperti janji pada dirinya sendiri.

“Mulai hari ini, Pasukan Bayangan Naga tak hanya bersembunyi… kita akan menjadi cahaya yang membakar.”

Dan di kejauhan, matahari pertama muncul dari balik kabut hujan.

Pertempuran baru telah dimulai.

Namun kali ini bukan hanya antara bayangan dan tirani,

melainkan antara kegelapan dan harapan.

Bersambung...

1
Ilfa Yarni
huhuhuhu aku nangis lo bacanya cinta mereka abadi sampe seribu tahun
Ilfa Yarni
wah ternyata han Xin hidup lg mereka skrudah bersama lg trus han Xian jg ada ya
Wulan Sari
ceritanya sangat menarik trimakasih Thor semangat 💪👍 salam sukses selalu ya ❤️🙂🙏
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
yah han Xin ga hidup lg kyk mulan
Ilfa Yarni
apakah mereka akan ketemu lg kok aku deg degan ya
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
trus apakah han Xin msh ada jadian dong mulan sendiri hidup didunia
inda Permatasari: tentu saja masih karena Han Xin juga bukan manusia biasa tapi tidak seperti Hua Mulan yang spesial
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
aaaa sedih mulan pergi apakah mulan bisa kembali
Ilfa Yarni
ceritanya seru walupun aku kurang memgerti
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
aku ga ngerti tentang naga yg aku ngerti cinta mereka ditengah peperangan hehe
Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸
si mulan ini manusia apa naga sih thor? sy kurang paham dg istilah keturunan naga🤔🤔
Ilfa Yarni
berarti han naga jg ya
Ilfa Yarni
apakah mereka mati bersama asuh penasaran banget
Ilfa Yarni
ceritanya menegangkan
Ilfa Yarni
ternyata pamannya msh hidup kurang ajar skali tp aku salut sama mulan dia hebat dan berani
Ilfa Yarni
seru thor lamjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!