NovelToon NovelToon
Lucid Dream

Lucid Dream

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Nikah Kontrak / Beda Usia / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:598
Nilai: 5
Nama Author: Sunny Rush

Sebuah kumpulan cerpen yang lahir dari batas antara mimpi dan kenyataan. Dari kisah romantis, misteri yang menggantung, hingga fantasi yang melayang, setiap cerita adalah langkah di dunia di mana imajinasi menjadi nyata dan kata-kata menari di antara tidur dan sadar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cerita Kita

Nina berada di pojokan café, wajahnya masih sedikit sembab, sementara Bastian baru datang dengan langkah santai membawa beberapa makanan di tangannya.

"Lagian ,lo koq bisa tahan sih jatuh cinta sama Gilang ?" tanya Bastian duduk, pandangannya menusuk Nina sambil mendorong piring ke arahnya.

"Gak tahu." jawab Nina singkat, matanya kosong. Ia langsung mengambil makanan dan minumannya, mencoba mengalihkan perasaan dengan mengunyah pelan.

"Lo traktirkan ?" tanya Nina lagi, alisnya terangkat.

"Ya. Eh, lo yakin gak mau sama gue ?" tanya Bastian, matanya sedikit menyipit, mencondongkan badan ke arah Nina.

"Emang harus ? Lo terlalu banyak betina yang ngejar jadi gue gak mau. Ganteng doang modal setia enggak ." ucap Nina, nadanya ketus sambil melipat tangannya di dada.

"Ya ,karena gue belum nemu saja." jawab Bastian santai, namun sudut bibirnya terangkat tipis.

Hari itu, mereka berdua bolos sekolah.

"Lagian ,masa karena cinta jadi gak sekolah." kesal Nina, menghela napas panjang.

"Ya ,belajar bolos !" jawab Bastian dengan nada bercanda sambil mengaduk minumannya.

Tiba-tiba terdengar rombongan anak sekolah dari sebelah.

"Tumben dia sama cewek ?" tanya salah satu cowok dari jauh, melirik tajam.

"Apa dia pacarnya ?" tanya salah satunya, nada meledek.

Mereka menghampiri meja Bastian yang masih terlihat santai bersandar.

Bastian langsung menegakkan tubuhnya, menatap mereka dengan sinis.

"Ngapain lo ?" tanya Bastian sambil berdiri, wajahnya dingin.

"Dia cewek lo, gantian lah , kita juga mau nyoba." ucap cowok itu sambil menyeringai.

"Nyoba bapak Lo !" bentak Nina dengan suara lantang, menatap garang.

"lo berani sama Gue ?" tanya cowok itu sengaja menantang.

"Tuh , Bastian . Lo berani gak sama dia ?" tanya Nina sambil menunjuk, padahal pertanyaan itu lebih ke sindiran untuk dirinya sendiri.

"Buat lo Peak ." ejek cowok itu.

"Wajah sangar tapi berani sama cewek, yakin ?" tanya Nina sambil menyipitkan mata.

"Lo nantang ? Gak cowoknya ,gak ceweknya sama saja . Pembuat onar !" ejek cowok itu lagi.

"Ishhh, berisik Lo ! " bentak Nina, wajahnya merah karena kesal.

"Bisa pergi gak, pacar gue lagi sensi, dia kalau sensi suka mukul orang ." titah Bastian, langkahnya maju satu ke arah mereka dengan tatapan tajam.

"Gue tandain lo !" ucap cowok itu sebelum akhirnya pergi bersama rombongannya.

Nina langsung menoleh ke arah Bastian, menatapnya heran. Tumben kali ini dia gak pakai emosi, padahal biasanya dia selalu berantem.

"Lo jaga image ?" tanya Nina, menahan senyum tipis.

"Takutnya Lo tambah ilfil." jawab Bastian, nada suaranya lebih lembut.

"Oh ya, padahal udah dongkol ya ?" tanya Nina sambil melirik pergelangan tangannya.

"Sedikit." jawab Bastian, tangannya berputar-putar pergelangan sambil mengepal, jelas menahan emosi.

"Gue ke toilet dulu." pamit Nina lalu beranjak pergi.

Begitu Nina masuk toilet, Bastian langsung mengambil handphonenya dan menelpon Doni dengan nada dingin.

"Doni, anak sebelah, nanti siang, kasih tahu Aldo !" titah Bastian, wajahnya tegas.

"Siap Bos !" jawab Doni dari seberang.

Tak lama kemudian Nina kembali, rambutnya sedikit basah karena terkena air.

"Aku mau pulang !" ajak Nina sambil meraih tasnya.

"Ya sudah ,ayo !" ajak Bastian, berdiri lebih dulu.

Mereka sudah sampai di kosan, Nina turun dari motor Bastian dengan langkah cepat.

"Gue pulang ya !" pamit Bastian menyalakan motornya.

"Hati-hati, jangan buat anak orang terlalu parah babak belurnya." ucap Nina, matanya melirik tajam sebelum masuk.

"Oke sayang !" jawab Bastian tersenyum puas, suaranya lirih tapi penuh kemenangan.

"Dia tahu?!" batin Bastian senang, senyum tidak bisa ia tahan saat memacu motornya untuk janjian dengan Aldo dan Doni.

**

Nina tertidur, tubuhnya lelah, dan saat bangun sudah sore. Matanya bengkak, pipinya sembab karena menangis terlalu lama.

"Ya, ternyata menangisi hal yang gak pasti itu menyakitkan. Mau marah salah sendiri, mau gak marah tapi sakit hati sama diri sendiri. Belum pacaran saja sakit hati apalagi nanti saat putus." gumam Nina, memeluk dirinya sendiri sebelum beranjak mandi.

Setelah mandi, dia keluar dengan rambut setengah basah. Di ruang tamu, Reyna dan Melisa sudah duduk santai. Nina langsung ikut duduk di antara mereka, wajahnya masih muram.

"Lo sakit ?" tanya Reyna khawatir.

"Ya." jawab Nina singkat, pandangannya langsung beralih ke Melisa.

"Melisa, gue gak bisa basa basi ataupun mendem sesuatu hal yang menurut gue memang harus di jelaskan." ucap Nina serius, menatap lurus. Melisa terlihat santai, sedangkan Reyna tampak kepo, tubuhnya condong ke depan.

"Ada apa ?" tanya Reyna penasaran.

"Salah perasaan gue apa sih? Lo tahu, gue emang jatuh cinta sama dia, tapi gue gak pernah ngerusak juga. Lagian siapa yang dekatin lo sama Gilang? Gue kan?! Tapi kenapa lo gak bicara langsung dan buat gue sama Gilang jauh. Lo koq tega sih?" ucap Nina, suaranya bergetar menahan emosi.

"Lo suka Gilang?" tanya Reyna terkejut, mulutnya terbuka lebar.

"Iya dari dulu. Melisa dengerin cerita gue sama Bastian semalam." jawab Nina, nada lirih.

"Lo telepon juga sama Bastian. Bener Bastian kan bukan Aldo?" tanya Reyna lagi, Nina menggelengkan kepala pelan.

"Lagian Lo jadi cewek munafik tahu suka tapi masih jodohin." ucap Melisa jutek, matanya melotot ke arah Nina.

"Lo pikir gue mau? Gue hanya ingin dia bahagia saja. Walau bukan sama gue setidaknya sama yang di suka juga. Kita berteman, Melisa. Aku yang suka sama dia, kenapa gak cerita langsung sih? Ini malah bilang ke Gilang. Lagian lo juga gak perlu jauhin dia juga. Dia suka sama lo, bukan gue." ucap Nina, suaranya meninggi lalu melemah.

"Lo gak papa?" tanya Reyna pelan, memegang bahu Nina.

"Ya, gue baik-baik saja." jawab Nina menghela napas panjang, meski matanya masih berkaca-kaca.

"Sorry." ucap Melisa, kali ini suaranya lebih lembut.

"Kita berteman, tinggal bersama juga. Jadi apapun yang terjadi tinggal bilang saja." ucap Nina, lagi-lagi menghela napas panjang seolah ingin menguatkan dirinya sendiri.

Handphone Nina tiba-tiba berbunyi, layar menampilkan panggilan masuk.

"Siapa?" tanya Reyna, mencondongkan tubuh ingin melihat.

Nina langsung mengangkatnya tanpa ragu.

"Ada apa?" tanya Nina cuek.

"Keluar bentar!" titah Bastian terdengar dari seberang.

"Lo bonyok?" tanya Nina, wajahnya khawatir.

"Sedikit." jawab Bastian datar.

"Kenapa gak ke rumah sakit?" tanya Nina lagi, suara meninggi.

"Gak perlu, aku udah bawa obat." jawab Bastian singkat, lalu langsung mematikan telepon.

Nina berdiri cepat dan keluar, Reyna dan Melisa refleks ikut karena penasaran.

Saat pintu terbuka, terlihat Bastian sudah nangkring di motor dengan wajah manja, tangannya membawa plastik berisi obat.

"Bastian deketin Nina? Apa Nina targetnya?" tanya Reyna berbisik.

"Bastian kan emang kaya gitu." jawab Melisa balik berbisik.

Bastian turun dari motor lalu menghampiri Nina dengan gaya sok santai.

"Gue numpang disini!" ucap Bastian ke Reyna dan Melisa.

"Masuk saja, Bas." titah Reyna ramah.

"Boleh?" tanya Bastian ke Nina, kali ini dengan ekspresi lebih lembut.

"Masuk saja tapi pintu jangan di tutup!" titah Nina, menatapnya datar.

"Thank you, sayang!" jawab Bastian dengan senyum penuh arti.

"Kalian sudah jadian?" tanya Melisa terkejut, alisnya terangkat tinggi.

"Gak usah dengerin setan, Mel. Dia gila!" ucap Nina kesal, langsung masuk dan duduk di sofa.

Reyna mengambil minum dan cemilan sambil memperhatikan.

"Lo berantem sama siapa?" tanya Reyna.

"Biasa anak sebelah." jawab Bastian cuek, membuka plastik obat.

"Lo kalah?" tanya Nina, menatapnya tajam.

"Gak, kita menang." jawab Bastian lembut, kali ini nada suaranya berbeda.

"Responnya berbeda." bisik Reyna ke Melisa, keduanya saling lirik.

"Tapi, bukannya cowok seperti itu?" tanya Melisa setengah bingung.

"Coba lihat lagi." titah Reyna, senyum tipis, seakan sedang menonton drama langsung.

Nina mendekat, mengambil kapas lalu mengobati pipi, sudut bibir, dan hidung Bastian.

"Untung otak Lo pinter, coba kalau bego udah di marahin sama ibu lo." ucap Nina, bibirnya manyun.

"Gak lah, gue gak pinter hanya cerdas saja. Kamu mau aku bantu belajar?" tanya Bastian, tatapan nakal.

"Modus kan?" tanya Nina menatap curiga.

"Sekalian." jawab Bastian santai.

"Udah beres, pulang sana!" titah Nina, mendorong bahunya.

Tiba-tiba Bastian membuka tasnya, mengeluarkan sesuatu, lalu memakaikannya ke Nina dengan gerakan cepat.

"Cukup aku yang lihat kamu cantik, yang lain gak usah." ucap Bastian, tatapannya serius kali ini.

"Lo muji apa ngeledek?" tanya Nina bingung.

"Aku gak suka kamu di goda kaya tadi." ucap Bastian, nada suaranya lebih rendah.

"Tahu dari siapa mines mata aku?" tanya Nina heran.

"Aldo. Dia nanya ke ceweknya!" jawab Bastian. Nina langsung melirik ke arah Reyna dengan tatapan protes.

"Nanti gue ganti." ucap Nina.

"Gak usah, ambil saja." jawab Bastian santai.

"Oke, dengan senang hati!" ucap Nina tersenyum kecil.

"Aku pulang, nanti aku telepon!" pamit Bastian sambil melambaikan tangan lalu pergi.

"Sejak kapan?" tanya Reyna cepat.

"Apanya?" tanya Nina balik.

"Dia dekat sama lo?" tanya Reyna curiga.

"Gak deket, dia saja yang gila. Jam 12 malam selalu nelpon, mengganggu." ucap Nina, wajahnya kesal.

"Ceritain." ucap Melisa antusias, matanya berbinar penuh kepo.

1
Idatul_munar
Tunggu kelanjutan thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!