NovelToon NovelToon
Harem Sang Putri

Harem Sang Putri

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Romansa / Cinta Istana/Kuno / Satu wanita banyak pria
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: miaomiao26

Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.

Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.

Mati lagi?

Tidak, terima kasih!

Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!

Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Kue Osmantus

Kereta istana putri bergerak perlahan, roda-rodanya berderit pelan di atas batu jalanan yang padat.

Kecepatan kereta itu memang bukan untuk terburu-buru, melainkan untuk memperlihatkan status: lamban, megah, dan tidak memberi ruang bagi siapa pun untuk menghalangi jalan.

Di balik tirai sutra ungu kabut yang terjulur dari atap kereta, Murong Chunhua bersandar malas. Tangannya menopang dagu, sementara matanya mengamati pemandangan di luar. Sekilas, kota ibu negara Daliang memang ramai.

Pedagang berseru menawarkan dagangan, anak-anak berlari sambil tertawa, dan para wanita sibuk memilih kain di kios pinggir jalan. Namun, begitu kereta istana putri memasuki jalan itu, semua keriuhan mendadak lenyap seperti api yang disiram air.

Orang-orang berhamburan menyingkir. Pedagang buru-buru menutup mulut, anak-anak diseret masuk ke dalam rumah, bahkan beberapa pria muda terlihat panik, lari menunduk dan bersembunyi di balik pilar toko.

Chunhua mengangkat alis. “Hm.”

Ia tidak terkejut, hanya rasa geli muncul di ujung bibirnya.

Reputasi tubuh ini rupanya benar-benar menakutkan. Putri Agung Fangsu, Murong Chunhua — pemangsa pria.

Sebutan itu bukan sekadar gosip; lihat saja, satu gerbong kereta muncul dan setengah jalan jadi kosong.

“Seolah-olah aku ini iblis,” gumamnya ringan, "sebenarnya memang iblis," lanjutnya, lirih. Bibirnya tidak bisa tidak melengkung tipis.

Ia tidak menyangkal. Sebagai mantan kaisar zombi, memang benar ia punya naluri lapar pada daging manusia, seperti iblis. Bedanya, kali ini bukan daging, melainkan... tubuh pria tampan yang dikejar-kejar oleh Murong Chunhua asli.

Su Yin, yang duduk tegak di bangku depan kereta, menoleh cepat. “Yang Mulia, apakah ada yang mengganggu perasaan Anda?”

Chunhua meliriknya sambil tertawa pendek, suara rendahnya sarat ejekan. “Ganggu? Tidak. Hanya berpikir, apakah Putri ini sangat menakutkan?”

Su Yin melihat jalanan yang tiba-tiba kosong dan menjawab, "Yang Mulia adalah wanita tercantik di Daliang."

Chunhua tertawa dua kali, kemudian kembali menyandarkan diri. Matanya setengah tertutup, menyapu orang-orang yang kabur seperti tikus melihat kucing.

Hm, bahkan kucing pun lebih beruntung, tidak ada yang menutup toko hanya karena seekor kucing lewat.

Pikirannya sempat melayang.

Jika tubuh ini benar-benar bercita-cita jadi penguasa, maka jawabannya sederhana: mustahil.

Dengan reputasi yang sangat busuk ini, ketimbang mematuhihya sebagai pemimpin, rakyat mungkin lebih rela mengangkat kambing jantan jadi kaisar.

Ia ingin tertawa lebih keras, tetapi tiba-tiba sesuatu menghantam inderanya. Aroma manis, samar, menggelitik hidungnya. Bukan bau darah, bukan juga bau daging manusia yang biasanya membangkitkan naluri zombinya, melainkan... sesuatu yang lebih lembut.

Chunhua mengerutkan kening. “Aroma apa ini?”

Su Yin menoleh keluar jendela, lalu menjawab dengan hormat, “Itu aroma kue osmantus, Yang Mulia. Toko kue terkenal di jalan ini memang baru selesai memanggang. Apakah Anda menginginkannya?”

Chunhua memejamkan mata sejenak. Aroma itu... manis, lembut, hangat, seperti sinar matahari yang tersaring lewat kaca. Sebagai mantan mayat hidup, ia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Daging manusia terasa lezat karena naluri, tetapi tidak ada aroma makanan manusia yang mampu memikatnya. Sekarang, berbeda.

“Ya,” katanya singkat.

Su Yin segera memberi perintah pada kusir untuk menghentikan kereta.

Begitu roda berhenti, kegaduhan terjadi. Orang-orang di sekitar serempak mundur, seolah takut jika kereta itu menyedot mereka masuk. Bahkan, para pria paruh baya sampai menutupi wajah dengan kain, khawatir ditandai oleh sang putri.

Chunhua menghela napas. Benar-benar reputasi yang luar biasa. Ia hanya ingin sepotong kue, tapi orang-orang sudah berperilaku seperti domba menunggu disembelih.

Su Yin turun dengan langkah mantap, rok biru tuanya berkibar. Ia menghampiri penjual kue di pinggir jalan.

Penjualnya adalah seorang pria berjanggut lebat, tubuhnya agak gemuk, sedang menata baki berisi kue osmantus emas yang masih mengepul. Harus diakui, dari pada menjadi penjual kue, pria ini lebih cocok menjadi penjual daging.

Pedagang kue yang tidak sehalus kue yang dijualnya melihat siapa yang menghampirinya, wajah pria itu seketika pucat.

“Kue osmantus... yang mulia ingin—” Su Yin belum sempat menyelesaikan kalimat, si penjual langsung gemetar.

“T-tolong, nona, sampaikan kepada Putri Agung... saya ini sudah berusia empat puluh tahun, punya empat anak, sungguh tak pantas...”

Su Yin terdiam, lalu sorot matanya tajam seperti pedang. “Lancang!”

Pedagang itu tersentak, dalam hati berpikir, "habislah aku."

Suasana membeku. Beberapa pembeli yang masih bertahan buru-buru menyingkir, pura-pura tidak mendengar.

Di dalam kereta, Chunhua yang kebetulan menyeruput teh, hampir tersedak.

Cairan hangat menyambar kerongkongannya, membuatnya batuk pelan. Dia tidak bermaksud mendengarkan, tapi pendengarannya terlalu tajam dan pria itu sama sekali tidak bermaksud menahan suaranya.

Jadi, bahkan penjual kue berasumsi dirinya bakal memangsa pria yang lewat?

Umurnya empat puluh tahun dan masih bisa merasa terancam... apakah Murong Chunhua yang asli benar-benar segila itu?

“Sudahlah,” katanya malas. Ia melambaikan tangan, memanggil pelayan kecil yang berdiri di samping kereta.

Dengan tatapan singkat, ia mengisyaratkan: percepat urusan ini.

Mengerti maksudnya, pelayan kecil segera berlari ke arah Su Yin dan membisikkan sesuatu. Su Yin menarik napas dalam, lalu berkata dengan dingin, “Apakah umurmu ada hubungannya dengan rasa kue yang kau jual? Cepat bungkus beberapa untuk Tuan Putri.”

Penjual itu tersentak sadar, wajahnya memerah karena malu, rupanya dia telah salah paham. Ia terburu-buru membungkus lima kue osmantus, menyerahkannya dengan tangan gemetar, lalu menerima uang pembayaran dengan senyum canggung di bawah tatapan tajam Su Yin.

Ketika Chunhua menerima bungkusan itu dari Su Yin. Aroma manis langsung memenuhi kereta, membuatnya mengangkat alis tipis. “Hm... ternyata begini rasanya makanan manusia,” gumamnya datar.

Lidah mayat hidup berbeda dengan manusia. Lidah spesies mereka hanya dapat membedakan rasa daging dan darah, bukan kue lembut.

Sementara itu, tidak jauh dari sana, di balkon lantai dua sebuah restoran, seorang tuan muda bersandar santai. Matanya tajam, memperhatikan tirai kereta yang sempat terbuka.

Ia melihat seorang wanita. Cantik, berwajah putih pucat, dengan sorot mata dingin yang sulit dipahami. Bukan tatapan penuh gairah seperti rumor, melainkan tatapan tenang yang membuat bulu kuduk meremang.

Chunhua merasakan pandangan itu. Perlahan ia menoleh, lalu menatap balik. Tatapannya dingin, acuh, tapi cukup tajam untuk menusuk. Keningnya berkerut tipis, kemudian raut ketertarikan muncul.

Sejenak, waktu seolah berhenti.

Di balkon, pria muda itu menegakkan tubuhnya. Senyumnya samar, matanya menyipit.

Chunhua menatap lebih lama, lalu menarik kembali pandangan. Ia mengenali wajah itu.

An Changyi.

Putra bungsu Jenderal Penjaga Negara, calon suaminya... dan mungkin algojo kematiannya.

Akan tetapi, Chunhua hanya mengangkat bahu. Tidak ada guncangan, tidak ada kemarahan. Dia sudah berencana membatalkan pernikahan ini. Jadi, apa gunanya peduli?

Ia menggigit kue osmantus perlahan, membiarkan rasa manisnya meleleh di lidah. “Hm. Tidak buruk,” katanya pelan.

Kereta kembali bergerak, meninggalkan kerumunan yang masih gemetar dan seorang tuan muda di balkon yang menatapnya dengan sorot mata penuh arti.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!