Kita tidak pernah tau bagaimana Tuhan akan menuntut langkah kita di dunia. Jodoh.. meskipun kita mati-matian menolaknya tapi jika Tuhan mengatakan bahwa dia yang akan mendampingimu, tidak akan mungkin kita terpisahkan.
Seperti halnya Batu dan Kertas, lembut dan keras. Tidaklah sesuatu menjadi keindahan tanpa kerjasama dan perjuangan meskipun berbeda arah dan tujuan.
KONFLIK, SKIP jika tidak sanggup membacanya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4. Entah benar atau salah.
Bang Hananto menjemput Ayah dan ibunya di bandara bersama Risha. Tatap mata Ayah Rakit seolah tidak percaya kalau mereka sudah menikah tapi karena ada bukti foto pernikahan mereka, Ayah Rakit pun diam.
Di sudut lain, Bang Shano menyimpan rasa kesalnya sendiri karena rencananya mendadak buyar karena sahabatnya itu ternyata sudah menikah.
...
"Ayah tidak mau tau, tidak ada yang namanya nikah siri. Kalau Risha tiba-tiba hamil, habislah kau nanti." Omel Ayah Rakit. "Kau juga, Shano..!! Jangan menunda pengajuan nikah. Besok siapkan berkas dan mulai ketentuan tahapan pernikahan dari awal sesuai prosedur..!!!"
"Tapi, Yah..."
"Tapi, Om.."
"Kalian dengar atau tidak????? Jangan sampai kalian bertingkah..!!!!" Bentak Ayah Rakit hingga seisi mobil terasa menggema.
Tidak ada yang bisa menjawab titah wakil Panglima. Ketegasan Ayah Rakut tak ubahnya Papa Rinto. Mungkin karena Bang Shano dan Bang Hananto tergolong bengal, kedua orang tuanya pun langsung menjebloskan mereka dalam pendidikan militer, padahal dulu keduanya sempat kabur dari rumah karena tidak ingin mengikuti jejak orang tua. Cukup. Bang Pandu dan Bang Rey saja yang menjadi militer namun takdir membuat mereka menjadi seorang tentara.
"Siap."
"Siap, Yah."
...
Jena saling melirik karena sedari tadi Bang Hananto terus menatap Jena dan Bang Shano juga mencuri pandang menatap Risha.
Lirikan Bang Hananto pun di sadari oleh Bang Shano. Sebersit rasa kesal memanaskan hatinya.
"Fokus lihat jalan..!!" Tegurnya.
Namun Bang Hananto pun juga tak kalah gemas. "Kau juga lihat jalan. Aku bukan sopir pribadimu..!!"
Mendengar putranya berdebat, Ayah Rakit pun bersuara. "Mama pindah depan. Kalian berdua duduk di belakang..!! Ayah yang kemudikan mobilnya..!!"
Mau tidak mau Bang Hananto dan Shano pindah pada bangku belakang dan duduk dengan pasangan masing-masing.
...
Jena takjub melihat Batalyon tempat kerja Bang Shano nampak begitu indah, begitu pula Risha yang baru pertama kali memasuki area militer.
Para penjaga memberi hormat saat melihat Bang Shano membuka kaca jendela tapi cukup kaget melihat wakil Panglima datang tanpa kawal.
"Ini tempat apa, Bang??" Risha sangat takut. Ia gemetar hingga wajahnya pucat.
Ayah Rakit hanya melirik dari kaca spion. Berbeda sedikit dengan Risha, Jena menatap wajah Bang Shano dengan kebingungan.
"Pangkat Abang apa??" Tanyanya.
"Penting??" Bang Shano balik bertanya dengan wajah datar saja.
"Praja??" Tanya Jena.
"Mana ada Praja, kau anak tentara atau bukan. Belajar lagi..!! Apa kata pejabat disini kalau kau tidak hafal pangkat??" Omel Bang Shano.
"Penting??????" Sambar Jena kemudian melipat kedua tangan dengan kesal.
Mama Ayu menutup bibirnya karena mendengar balas jawaban dari Jena. Ayah Rakit kembali melirik tanpa bisa berkata apapun melihat kepolosan kedua calon menantu.
Tak lama mereka sampai di mess transit. Jena juga akan tinggal disana, bersebelahan dengan kamar Ayah Rakit dan Mama Ayu.
...
Siang hari, Bang Shano menemui Bang Hananto. Kesal sekali rasanya karena rencana yang ia rancang mendadak buyar.
"Aku malas terus mendapat tekanan dari Ayahku. Ayah terus memintaku untuk segera menikah. Keburu tua katanya." Jawab Bang Hananto.
"Nemu dimana wadhonan model begitu???" Tanya Bang Shano.
"Penyanyi cafe. Kau mah enak, jelas."
"Jelas apanya. Dia memang anak Om Johan, tapi kau tau pekerjaan rahasianya???? Aku memegang kartu AS kalau dia macam-macam. Jena itu pegulat wanita." Kata Bang Shano gemas.
"Whaaaatt.. parah. Salah sedikit di banting lu, Kang." Bang Hananto terbahak mendengarnya. "Wajah polos begitu, pegulat??"
"Entahlah, aku juga heran kenapa dia bisa salah jalan." Bang Shano menghela nafas panjang. Ia kemudian menatap kedua mata sahabatnya dengan serius. "Terus piye iki??? Aku nggak ada hati sama Jena."
"Sama, aku juga hanya kawin kontrak sama Risha. Nggak akan ada kontak fisik. Semua hanya profesional kontrak kerja saja." Jawab Bang Hananto.
"Busyeeeett.. Pemain juga lu, ya. Sudah tobat lu main perempuan?? Sudah nggak mikir mantanmu yang kurang ajar itu??" Ledek Bang Shano.
"Halaah.. Kau pun sama gilanya. Kena racun apa lu sampai tobat mau nikahin anak orang?? Sudah lupa sakitnya di tinggal mantan??"
Keduanya pun melengos geram tapi akhirnya tersenyum sendiri. Memang mantan pernah membuat mereka nyaris hilang akal.
"Jadinya bagaimana nih. Anak orang di kadalin." Imbuh Bang Hananto lagi.
"Tak tau lah Han. Mau coba tukar pasangan kah?" Celetuk Bang Shano asal bicara.
"Ayo.. Si Jena boleh juga bodynya.. Aaaahhh" Jawab Bang Hananto.
"Risha juga seksi, Kang. Kurayu ya?"
Entah kenapa saat mendengar nya ada rasa terhantam kuat dalam hati keduanya. Sebersit rasa tidak terima, sakit hati yang sulit di pahami namun sulit untuk di uraikan.
Mereka berdua saling mengangguk namun mengisyaratkan tanda kutip.
.
.
.
.
penyesalan datang belakangan