pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melihat peradaban baru 2
Cahaya ribuan lentera di Ibu Kota Kekaisaran Eldoria berkilauan seperti bintang-bintang yang jatuh ke bumi, menciptakan permadani emas di atas cakrawala malam. Menara-menara megah menjulang tinggi, ukiran naga dan griffin menghiasi fasad bangunan-bangunan batu, dan jembatan-jembatan berhiaskan permata memanjang di atas sungai yang mengalir tenang. Thanzi, pemuda dari Bumi yang baru saja lolos dari maut di hutan, berdiri terpana di gerbang kota. Aroma rempah-rempah eksotis bercampur dengan bau roti panggang dan asap dari kedai-kedai, membuai indra penciumannya. Suara hiruk pikuk percakapan, tawa, dan alunan musik yang aneh memenuhi udara. Ini adalah pemandangan paling luar biasa yang pernah ia lihat, jauh melampaui imajinasinya dari novel yang hanya berupa tulisan.
"Woah..." gumam Thanzi, matanya berbinar takjub. Mulutnya sedikit terbuka, mengagumi keindahan yang terpampang di depannya. Di dunianya dulu, bangunan tertinggi hanyalah gedung pencakar langit yang menjulang lurus. Di sini, setiap arsitektur memiliki jiwa, dengan detail pahatan yang rumit dan menara runcing yang seolah menusuk awan.
Thanzi melangkah masuk, kakinya masih terasa berat setelah perjalanan panjang, namun hatinya dipenuhi campuran kegembiraan dan kebingungan. Ia berjalan tanpa arah, sekadar mengikuti keramaian, membiarkan dirinya tenggelam dalam lautan wajah asing. Para bangsawan berlalu lalang dengan jubah sutra mahal, pengawal berzirah mengawal jalan, dan pedagang menjajakan dagangan mereka dengan teriakan nyaring. Segalanya begitu nyata, begitu hidup, dan begitu... berbeda dari kehidupan membosankan yang ia tinggalkan.
Tiba-tiba, sentuhan pada saku jubah lusuhnya membuatnya teringat sesuatu. Thanzi meraba kantung yang diberikan oleh salah satu prajurit ramah tadi. Tangannya menarik keluar isinya: lima koin emas yang berkilauan – jumlah yang cukup besar untuk seseorang yang baru tiba di kota – dan selembar perkamen lusuh yang digulung.
Ia membuka gulungan perkamen itu. Tulisan tangan rapi di sana terbaca: "Formulir Pendaftaran Akademi Ksatria & Sihir Eldoria."
Thanzi membulatkan matanya. Ia ingat ini! Di novel, akademi ini adalah tempat di mana para tokoh utama, termasuk Michael, menimba ilmu dan pertama kali menunjukkan ke-overpower-an mereka. Para prajurit itu pasti mengira ia anak bangsawan yang tersesat dan ingin menyekolahkannya. Sebuah senyum tipis terukir di wajah Thanzi. Ini adalah kesempatan emas. Jika ia bisa masuk akademi itu, ia akan berada di jantung plot, tempat ia bisa mengamati dan mulai menjalankan misinya untuk menyeimbangkan semuanya.
"Akademi, ya?" bisik Thanzi pada dirinya sendiri, seringai kecil muncul di bibirnya. "Rencana Thanzi yang asli hanyalah menunggu mati. Rencana Thanzi yang sekarang? Mengacaukan plot dari dalam."
Namun, sebelum bergegas mencari akademi, Thanzi sadar betul akan penampilannya. Pakaiannya yang terbuat dari kain kasar, kotor, dan sobek-sobek setelah perjalanan di hutan akan sangat mencolok di tengah keramaian ibu kota ini. Belum lagi, perutnya sudah mulai berteriak minta diisi.
"Pertama, beli pakaian. Lalu makan. Setelah itu, baru mencari akademi," putusnya.
Dengan lima koin emas di tangan, Thanzi mulai menjelajahi jalanan utama, matanya memindai setiap sudut. Ia tidak hanya mencari toko pakaian atau kedai makanan, tetapi juga mencoba menyerap informasi sebanyak mungkin. Ia ingin memahami detak jantung kota ini, kebiasaan penduduknya, dan mungkin, melihat sekilas tokoh-tokoh penting yang ia kenal dari novel.
Ia melewati sebuah toko yang menjual ramuan dengan aroma aneh yang menusuk hidung, berdekatan dengan toko pandai besi yang mengeluarkan dentingan logam. Di sudut lain, sebuah kedai teh yang ramai menyajikan minuman aromatik, uapnya mengepul ke udara malam. Thanzi menyadari betapa detail dunia ini, jauh melebihi deskripsi dua dimensi di buku.
Saat ia berjalan melewati sebuah plaza yang dihiasi patung pahlawan kuno, pandangannya tanpa sengaja menangkap beberapa sosok yang sangat ia kenali dari cerita.
Pertama, ia melihat Pangeran Kekaisaran Eldoria, Pangeran Lyra. Seorang pemuda tampan dengan rambut perak dan aura anggun, dikelilingi oleh pengawal setia. Lyra adalah salah satu tokoh utama yang memiliki bakat sihir cahaya yang sangat kuat dan pesona yang tak tertahankan, yang membuatnya disukai semua orang. Thanzi melihatnya sedang berbicara dengan beberapa bangsawan senior, senyumnya begitu sempurna, tatapannya begitu mulia.
"Sudah kuduga, pangeran sempurna itu," Thanzi bergumam pelan, ekspresinya datar, tapi ada sedikit kegeraman tersembunyi di balik matanya. Dalam novel, Lyra hampir tidak pernah menghadapi rintangan berarti, semua masalah seolah menghilang di hadapannya. 'Hmph, penyebab bencana ya? Tunggu saja.'
Tidak jauh dari sana, Thanzi melihat sosok lain yang tak kalah mencolok. Itu adalah Elian, putra seorang Duke terkemuka, seorang ksatria muda dengan rambut cokelat gelap dan tatapan tajam. Elian terkenal karena kehebatannya dalam seni pedang, kecepatannya, dan kekuatannya yang di luar nalar. Ia sedang berlatih ringan dengan pedang kayu bersama rekannya, setiap gerakannya begitu mulus dan mematikan, menarik perhatian kerumunan kecil.
"Dasar si pedang tak terkalahkan," desis Thanzi, sedikit memutar bola matanya. Elian selalu menang. Selalu. Tanpa cacat. 'Bahkan kebodohanmu dalam strategi pun selalu ditutupi oleh kekuatanmu.'
Dan kemudian, yang paling Thanzi kenal dari novel, sosok yang Thanzi benci sekaligus ia takuti karena ke-overpower-an sihirnya: Michael, adik laki-laki Thanzi yang asli. Michael yang kini di mata Thanzi adalah salah satu penyebab bencana dunia. Ia adalah penyihir cilik agung, meskipun usianya masih sangat muda, ia sudah memiliki kekuatan sihir yang bisa mengguncang gunung. Thanzi melihat Michael sedang dikelilingi oleh pengawal dan pelayan, di dekat sebuah toko perhiasan mewah. Senyumnya begitu cerah, tawanya begitu renyah, seolah tak ada beban di dunia. Ia berbicara dengan seorang pelayan yang tampak menyayanginya.
"Kakak, aku ingin melihat kristal ini. Bukankah indah?" ujar Michael dengan suara jernih, menunjuk sebuah kalung permata di etalase.
Pelayan itu tersenyum lembut. "Tentu saja, Tuan Muda Michael. Apa pun untuk Anda."
Thanzi hanya menatap dari kejauhan, matanya menyipit. Ia merasakan gelombang kebencian dan rasa sakit yang samar dari memori pemilik tubuh asli. Hati Thanzi dari Bumi, yang dulu penuh empati, kini merasakan dilema. Ia tahu Michael yang di hadapannya hanyalah anak lugu, bukan penjahat. Namun, ia juga tahu kekuatan dan kemurnian jiwa Michael yang overpower itulah yang ironisnya akan membawa malapetaka besar di masa depan.
Thanzi hanya mengamati. Ia tidak mendekat, tidak mencoba berinteraksi. Ia tahu posisinya sebagai figuran antagonis yang dibuang. Terlebih lagi, ia belum siap menghadapi mereka. Ada terlalu banyak hal yang harus ia pelajari dan rencanakan.
Dengan langkah pelan, Thanzi melanjutkan perjalanan, menjauhi keramaian tempat para 'pahlawan' itu berada. Ia menemukan sebuah toko pakaian sederhana di gang sempit dan membeli beberapa setel pakaian yang lebih layak. Kemudian, ia menemukan sebuah kedai makan kecil yang baunya menggugah selera. Ia memesan semangkuk sup hangat dan roti, makan dengan lahap, merasakan energi perlahan kembali mengisi tubuhnya.
Sembari makan, Thanzi kembali memikirkan formulir akademi. "Akademi ya..." Ia tersenyum tipis. Ini adalah titik awal yang sempurna. Dari sana, ia bisa memulai rencananya. Rencana untuk menyeimbangkan plot, untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran yang tak terlihat, yang disebabkan oleh tangan-tangan yang seharusnya melindungi. Ini akan menjadi perjalanan yang panjang, penuh tantangan, dan mungkin, sedikit kekacauan yang disengaja.