Kalandra merupakan siswa pintar di sekolah dia selalu datang tepat waktu, Kalandra bertekad untuk selalu membahagiakan ibunya yang selama ini sendiri menghidupinya. Kalandara ingin memiliki istri yang sifatnya sama seperti ibunya dan setelah dia berkata seperti itu, ternyata semesta mendengar doanya Kalandra bertemu seorang gadis cantik ketika dia membaca buku di perpustakaan. Kalandra terpesona oleh gadis itu yang belakangan di ketahui bernama Aretha. Apakah Aretha juga punya perasaan yang sama seperti Yang Kalandra rasakan. Jangan lupa selalu tunggu cerita menarik dari Kalandra dan Aretha ya...!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani Syahada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4 CPPP
Di tengah gumamku itu, ternyata Aretha dari tadi tidak lepas pandangannya terhadapku dia terus menatapku dengan rasa penasaran, apa mungkin dia bingung karena aku bergumam sendiri. Aku pun berusaha untuk tetap tenang agar dia tidak curiga kepadaku, namun di saat aku berusaha tetap tenang dia malah memberikan ku sekotak bekal, aku tidak tahu apa maksudnya tapi yang jelas dia sepertinya ingin berteman denganku.
“Andra, ini bekal buat kamu! Aku lihat kamu sepertinya sedang banyak masalah ya... Tidak apa-apa kok, kalau kamu mau berbagi cerita sama aku! Aku siap mendengarkan karena kita kan teman!”
Aku pun kaget dengan ucapan Aretha yang begitu perhatian kepadaku, aku merasa dia tidak risih itu berarti dia mau berteman denganku tapi kenapa aku bilang risih kalau dia mau jadi temanku, dan kenapa aku harus perlu bukti lagi untuk hal ini, kalau dia sudah bilang teman maka aku tidak perlu khawatir karena aku akan dekat dengannya.
Aku mulai menatap menatap mata indahnya dengan penuh harapan, namun aku lupa menyahuti perkataanya dan hanya tersenyum tipis mendengar ucapnya.
“Makasih ya... Kamu mau berteman denganku, selama ini aku jarang berinteraksi dengan banyak orang, jadi terkadang aku tidak tahu memulai obrolan dengan orang lain seperti apa. “Maaf ya.. aku kebanyakan diam saat berbicara”
Ucapku sambil menghela napas panjang karena baru kali ini aku jujur dengan sikap aku kepada orang lain.
Aku masih tidak percaya kalau Aretha dua kali menekankan kalau aku dan dia berteman karena sebelumnya juga dia mengatakan hal itu, namun tetap saja perkataan itu masih membuatku syok, padahal dia sudah bercerita soal ibuku yang menceritakan tentang aku kepadanya.
Aku juga bingung sendiri dan seolah tidak percaya kalau dia mau berteman denganku padahal dia sudah jelas menekankan hal itu, tapi tidak tahu kenapa hatiku merasa ini seperti mimpi karena aku hanya beberapa kali bertemu dengannya, namun aku merasa kalau dia telah mengenalku lebih dari itu.
Aku juga baru sadar kalau aku sudah punya nomor WA-nya jujur saja setiap kali bertemu dengan Aretha aku merasa perasaan yang seolah-olah hanya tertuju kepadanya dan mendadak lupa jika bertemu dengan dengannya.
Aku beberapa kali mengulang topik yang sama ketika berjumpa, seolah-olah duniaku terhenti dan meriset ulang jika berkontak mata dengan dirinya.
“Aretha, kamu pernah bertemu denganku kah? Jujur saja aku merasa kamu tidak terlalu terkejut ketika melihatku!”
Ucapanku itu sontak membuat dirinya terkejut seolah-olah aku telah menangkap basah maling, padahal aku hanya bertanya santai dengan dirinya.
“Mengapa kamu bertanya seperti itu! Apa sekarang kita bukan teman, apa salah jika aku tahu tentangmu, aku juga tidak mengganggumu! Kalau kamu curiga kepadaku dan menganggap aku berbahaya untukmu aku akan pergi!”
Ucapan Aretha sungguh di luar dugaan karena biasanya aku melihat dia sebagai gadis yang memiliki senyuman manis, namun aku tidak menyangka kalau reaksinya akan sebesar itu, aku tidak mampu berkata-kata aku malah merasa bersalah kepadanya.
Padahal yang aku tanyakan adalah pertanyaan yang tidak menyingung tetapi tidak tahu kenapa reaksi Aretha jadi berubah, aku ingin menjelaskan kesalahpahaman ini tetapi aku takut jika berkata lagi masalah ini tidak akan selesai namun aku masih aku masih penasaran kenapa reaksinya seperti itu.
Apa mungkin dia menyembunyikan sesuatu dariku atau perkataanku memang salah dan tidak pantas untuk di ajukan namun aku merasa tidak ada yang salah dengan ucapanku.
Aku benar-benar bingung padahal baru berkenalan dengan dirinya tapi sekarang malah menjadi seperti ini, aku harus bagaimana aku tidak mau dia membenciku aku tidak mau dia pergi, apa sikap kurang percaya diriku muncul kembali karena selama ini aku tidak pernah percaya sama orang lain kecuali ibuku dan beberapa kali memang aku meminta penegasan dari Aretha tentang kedekatan kita, karena reaksi dia jauh lebih santai saat bertemu denganku.
Maka dari itu aku curiga kalau dia tidak benar-benar mau berteman denganku, makannya aku mengajukan pertanyaan itu apa mungkin aku terlalu khawatir atau aku terlalu takut jika ini hanya mimpi dan saat aku bangun aku masih di perpustakaan, tapi aku sudah pernah mencubit pipiku kan ketika dia bertamu ke rumah lantas kenapa masih ada keraguan dalam hatiku padahal jelas-jelas ini bukan mimpi tapi kenapa aku masih tidak percaya.
Aku harus segera meminta maaf sama Aretha karena bagaimana pun juga aku yang membuat dia marah, aku harap dia mau memaafkan aku.
“Aretha aku benar-benar minta maaf sama kamu, aku tidak bermaksud seperti itu! Aku hanya kurang percaya diri saja. Aku selama ini memang sangat membatasi pertemanan karena kamu pasti sudah tahu seperti yang aku katakan di awal aku kurang berinteraksi jadi maaf ya...!”
Ucapku dengan dengan nada sedih karena aku sudah tidak tahu harus bagaimana menghadapi perempuan, namun di saat aku ingin meminta maaf Aretha justru mendekatiku dan mengulurkan tangannya kepadaku dia mulai tersenyum manis seperti di awal aku melihatnya.
Dia berkata kepadaku untuk tidak boleh berpikir terlalu berlebihan dia ingin aku tetap berpikiran positif dan jangan mudah merasa kurang percaya diri, karena manusia pasti ada kekurangan dan kelebihannya, dia ingin aku menjadi pribadi yang lebih optimis tidak hanya di bidang akademik tetapi juga di lingkungan masyarakat.
Aretha ingin aku jangan menutup diri dengan dunia luar karena aku pasti membutuhkan orang lain, dia berkata kepadaku jangan terlalu bangga dengan nilai akademis mu karena jika aku keluar, dunia kerja membutuhkan orang-orang yang pandai berkomunikasi, pandai membuat relasi kerja sama dan bisa bekerja dalam tim. Jika aku terus kurang percaya diri seperti ini maka akan susah buatku untuk bekerja.
Perkataan Aretha itu membuat pikiranku terbuka dan mulai berpikir bahwa sebenarnya Aretha tidak marah hanya saja dia tidak ingin aku terus menerus menutup diri. Maka dari itu dia berkata seperti itu, aku benar-benar salah menilai dirinya justru dia lebih berpikir dewasa di banding aku, aku hanya sibuk memikirkan bagaimana mendekatinya tanpa tahu tindakanku itu sudah benar atau belum. Aku terlalu bermain-main dengan pikiranku sendiri.
“Kalandra aku jujur saja ya... Sama kamu, aku pernah ke sekolahmu waktu itu. Aku sedang jalan-jalan dan melihat perpustakaan mu yang besar aku tanya ibumu ternyata itu sekolahmu jadi aku kesana, aku melihatmu juga pada waktu itu! Hanya saja ibuku tiba-tiba menelpon, jadi aku tidak sempat menyapa kamu! Kamu harus tahu satu hal, kalau aku sudah kenal kamu dari ibuku jadi kamu tidak perlu sungkan dan mengulangi topik yang sama kepadaku! Karena kita ini teman oke!”
Ucapnya tegas. Aku benar-benar tidak menyangka kalau ternyata pertemuan waktu itu bukan suatu kebetulan tetapi dia memang ingin bertemu denganku.
Tapi apakah dia memiliki rasa yang sama seperti yang aku rasakan, maksudku apakah dia juga merasa ada yang berbeda begitu kalau ketemu aku.
Apa cuma aku saja yang merasakannya, aku jadi bingung kenapa tiba-tiba berpikir seperti itu seharusnya aku sudah tahu jawabannya kalau dia menganggap aku hanya sebagai temannya, tapi tidak tahu kenapa aku tidak senang jika dia hanya menganggap aku sebagai temannya, di tengah kemelut pikiranku itu tiba-tiba saja telepon ku berbunyi dan ternyata itu panggilan dari ibuku.
"Drrrt...Drrrt....
“Halo nak, ibu ingin bertanya apa kamu sekarang bersama Aretha?
Ucap ibuku. Aku yang masih ber-kemelut dengan isi pikiranku tidak menghiraukan apa yang ibu tanyakan, sehingga ibuku mengulangi pertanyaan yang sama.
“Nak, kamu sama Aretha kah?
Ucapnya lagi. Aku yang tiba-tiba saja tersadar sontak kaget dengan pertanyaan itu padahal ibu sudah bertanya tadi, aku bingung mau jawab apa karena Aretha sekarang berada di sampingku tapi tanpa aku duga Aretha mengambil teleponku.
“Halo tante, Kalandra sama saya kok, saya sama Kalandra tadi kebetulan ketemu di dekat sekolah!”
Ucap Aretha. Aku tidak tahu kenapa Aretha beralasan seperti itu padahal kita kan memang sudah bertemu di dekat rumah ku, tapi kenapa dia bilang aku dan dia ketemu di dekat sekolah, di tengah kebingunganku itu tiba-tiba saja Aretha mengatakan hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya.
“Kalandra sebenarnya aku mau ngomong serius sama kamu, tapi kalau kamu tidak mau mendengarkan juga tidak apa-apa kok!”
Ucap Aretha dengan tegas, jujur saja aku penasaran hal apa yang ingin disampaikan Aretha kepadaku.
Apakah ada sesuatu yang dia sembunyikan tentang aku atau hal lain di tengah rasa penasaran itu aku tidak menyadari kalau telepon dari ibuku masih tersambung sehingga ibuku mendengar apa yang mau Aretha katakan kepadaku.
“Nak, kalian sedang membicarakan apa? Ibu dari tadi tidak mendengar apa pun!”
Pungkas ibuku. Apa mungkin ibuku tidak mendengar yang Retha katakan.
“Andra, teleponmu tidak aku spiker teleponnya juga aku bisukan jadi ibumu tidak mendengarnya!”
Ucap Aretha pelan. Bola mataku seketika langsung menatap dirinya karena Aretha berbicara di dekat telingaku, hatiku menjadi tidak karuan aku tidak tahu kenapa rasanya seperti di goda olehnya.