Pendekar Sinting adalah seorang pemuda berwajah tampan, bertubuh tegap dan kekar. Sipat nya baik terhadap sesama dan suka menolong orang yang kesusahan. Tingkah nya yang konyol dan gemar bergaul dengan siapapun itulah yang membuat dia sering berteman dengan bekas musuh atau lawan nya. Perjalanan nya mencari pembunuh keluarga nya itulah yang membuat sang pendekar berpetualang di rimba persilatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LETUSAN GUNUNG WAKAS
DERAP Kaki kuda terdengar sayup-sayup dikejauhan bukit. Dataran tinggi pegunungan terlihat sangat damai dan tentram. Semilir angin pagi berhembus pelan ditambah kicauan suara burung-burung menyambut indahnya pagi hari kala itu. Disebuah bukit ada lapangan tak terlalu lapang, Ada seorang anak kecil sedang belajar berkuda dengan ditemani seorang lelaki bertubuh sedang dan tak terlalu tinggi. Anak kecil itu nampak ceria sekali ketika memacu kuda kesana kemari tanpa panduan dari orang yang menemani nya.
"Kau cepat sekali menjinakkan kuda itu, Den Rangga." Puji lelaki setengah tua yang tak lain ada seorang pelayan yang bekerja di rumah bocah tersebut.
"Sebelum Paman Gadung mengajariku berkuda, Aku sudah lebih dulu belajar berkuda sendiri." Jawab bocah itu penuh percaya diri.
"Sejak kapan Aden melakukan nya? Sekalipun paman belum pernah melihat mu menunggang Kuda seorang diri. Itupun baru sekarang paman melihatmu berkuda."
"Aku sering pergi ke rumah temanku yang mempunyai Kuda paman. Disitulah aku mencoba menunggangi Kuda seorang diri dan langsung bisa menaklukkan nya. Hebat kan aku paman???" Bocah itu berkata sambil membusungkan dada nya, Berkesan sombong namun nampak lucu Dimata Paman Gadung. Paman Gadung hanya manggut-manggut saja sambil menuntun Kuda yang kini sedang ia pegang tali kekang nya dengan dililit di siku nya.
"Menurut Paman kau belum sepenuhnya menjinakkan Kuda ini Den Rangga."
"Maksudnya Paman bagaimana???" Tanya Rangga tak mengerti.
"Coba Aden pacu Kuda ini sampai ke ujung sana sambil hentakan kaki Aden dipijakan pelana nya."
"Baiklah akan aku coba." Dengan lagak sombong nya Rangga mengikuti apa yang Paman Gadung ucapkan. Baru sekali hentakan Kuda berkulit coklat putih itu berlari cepat seraya kaki belakang nya jejingkrakan. Rangga kaget bukan kepalang, Tubuh nya terguncang-guncang di atas Kuda dan membuat pantat nya sakit.
"Aduuuh Pamaaan pantat ku sakit...!" Teriak Rangga dan Paman Gadung hanya tertawa saja melihat bocah itu oleng kesana kemari diatas punggung Kuda. Paman Gadung langsung mendekati Kuda itu dan alangkah kaget nya ia ketika memegang tali kekang Kuda tersebut. Tiba-tiba terdengar suara letusan dahsyat dari puncak Gunung dan membuat tanah dilapangan itu bergetar hebat. Kuda yang awal nya sudah bisa dikendalikan Paman Gadung, Kini berontak mengamuk meronta berlari menuruni lereng dengan cepat ke arah pesawahan yang kala itu persawahan sedang kering lumpur nya.
Paman Gadung terseret oleh kuda itu karena tali kekang itu membelit pergelangan tangan nya. Rangga berteriak histeris karena kuda bernama Patih itu meloncati parit Kecil dan Paman Gadung pun ikut terbawa terbang hingga tubuh nya membentur pematang sawah.
"Aduuuh rusuk ku sakit sekali!" Rintih Paman Gadung dan ia segera menahan Kuda yang berlari tunggang langgang tanpa arah itu. Namun sayang tenaga nya kalah kuat, Paman Gadung malah semakin terseret di sepanjang persawahan hingga pakaian nya kotor terkena lumpur basah. Getaran tanah akibat ledakan suara gunung tadi masih berlanjut dan membuat geger seisi perkampungan dikaki Gunung Wakas. Seorang lelaki tua sesepuh dikampung itu segera menatap ke arah puncak Gunung Wakas yang saat itu menyemburkan awan hitam pekat.
Selang beberapa waktu dentuman keras dari gunung itu telah mereda dan getaran gempa bumi nya pun telah mereda juga. Semua warga yang sudah berkumpul ditengah-tengah kampung kini hanya terdiam mendengar seorang sesepuh berbicara dihadapan mereka semua.
"Jangan panik wahai saudara-saudaraku sekalian..."
Para warga yang sejak tadi panik berlarian membawa barang-barang berharga mereka yang ada di dalam rumah nya masing-masing kini berhenti.
"Bagaimana tidak panik Ki Rajam, Gunung Wakas mau meletus!" Ucap seorang bapak-bapak sambil membopong istri nya.
"Betul Ki, Beberapa genteng rumah ku banyak yang berjatuhan dan menimpa kepala ku." Ucap seorang pemuda tanggung yang meringis kepala nya bocor. Beberapa warga juga banyak yang mengeluh rumah nya ada yang ambruk dan hewan ternak mereka tertimpa reruntuhan genteng.
"Tenang saudara-saudaraku, Aku paham betul bahwa kejadian ini bukan sekali dua kali kita alami. Letusan gunung wakas sudah sering terjadi ketika aku masih kecil dan sampai dewasa. Akan tetapi tak sekali pun gunung itu memuntahkan cairan lahar nya. Hanya menyemburkan awan hitam panas saja dan gempa bumi yang kita rasakan sekarang ini." Lanjutnya lagi.
"Sepertinya ada sesuatu yang akan terjadi didesa ini, Sebab jika Gunung Wakas mengalami hal seperti sekarang. Itu menandakan akan ada bencana besar dilingkungan kita, Entah apa yang akan terjadi aku tak bisa memastikan nya. Yang jelas sekarang kita harus saling gotong royong dan saling jaga jika ada sesuatu musibah yang menimpa kita semua." Para warga pun merasa bimbang dan cemas, Setelah mendengar perkataan Ki Rajam itu.
"Menurut Ki Rajam musibah apa yang akan menimpa kita nanti? Apakah itu seperti tanah longsor atau penyakit menular?" Tanya seorang perempuan separuh baya sambil menggendong anak nya yang masih berumur tiga tahun.
Ki Rajam merenung memikirkan pertanyaan itu, Hening sejurus. Semua warga serentak tak ada yang bersuara menunggu ucapan Ki Rajam. Namun keheningan itu terpecahkan oleh teriakan seorang anak kecil. Dari arah persawahan terdengar suara derap kaki kuda dan membuat warga menelengkan telinga mereka mencari sumber suara tersebut.
"Suara apa itu???"
"Apakah itu suara bencana yang akan terjadi...?"
"Suaranya semakin dekat!!"
"Cepat kita sembunyi ibu!"
"Uhuk-uhuk hoekkkk!!"
"Berisik Sukrani, Tunda batuk mu itu! kau menganggu pendengaran ku!"
"Aku sudah tak tahan Dobol! Masa orang batuk disuruh menunda? Hih!" Umpat nya jengkel dan lanjut batuk lagi.
Suara derap kaki kuda makin mendekat dan sebuah rumah jebol ditabrak seekor kuda dari arah dapur.
"Pamaaan kita akan menabrak!" Ucap Rangga makin gelisah.
"Tarik tali kekang nya Rangga! Paman sudah tak kuat!!" Paman Gadung sudah lemas tak berdaya diseret kuda itu sejak dari atas bukit lapang.
"Awasss pamaan, Aaaaaaaa......"
*Gusrakkk! Tak bratakkk! Gubragggg!!* Rumah reot dari gubuk bambu dan papan itu ambruk ketika kuda menabrak tiang penyangga atap genteng.
Semua warga kaget melihat gubuk reot itu ambruk dan melihat seekor kuda serta dua orang yang ikut tertimbun reruntuhan gubuk itu.
"Sedang apa mereka itu!?"
"Aduuuh buyuuung rumah ku hancur!" Ucap seorang kakek tua sedih rumah nya ambruk.
"Hoi kalian ada sesepuh lagi mengadakan rapat kenapa kalian bikin rusuh!?"
Suara gaung para warga memaki Rangga dan Paman Gadung yang mulai berusaha bangun dari reruntuhan gubuk itu.
"Bantu aku Rangga, Ucap Paman Gadung yang tertindih tiang kayu." Rangga tertawa cekikikan melihat paman Gadung seperti itu.
"Bodoh kau disuruh membantu ku malah cekikikan!"Umpat Paman Gadung kesal dan Rangga segera menolong paman nya. Kuda yang tadi beringas sudah tak mengamuk lagi dan Paman Gadung segera mengikat nya di tiang rumah itu.
"Tuh kan lihat Rangga, Gara-gara kau tidak becus memacu kuda para warga mengamuk melihat kita menghancurkan gubuk itu!" Rangga kaget melihat para warga yang mengumpul menatap mereka dengan rasa jengkel dan kesal.