NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:618
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 13 Dimitri

Dzaka menghentikan motornya tepat di depan gerbang. Keningnya mengerut heran melihat kehadiran tetangganya—Kevan dan Kevin—dengan seorang laki-laki yang wajahnya tertutupi scarf.

“Dari mana aja sih, Ka? Ini guru les lo sampe nyasar ke rumah gue,” ujar Kevin menyambut Dzaka. Sedangkan Kevan langsung merangkul Dzaka dengan akrab.

“Lama gak ketemu, Bang Kevan! Bang Kevin!” Dzaka langsung menarik Kevin ke sampingnya dan merangkul tetangganya itu.

“Udahan dulu temu kangennya, ya. Ini udah waktunya Den Dzaka les.” Ucapan Bi Edah membuat mereka menghela napas kecewa. Sebab, mereka sudah sangat jarang bertemu meski rumah mereka berdekatan.

Si kembar sibuk dengan kuliahnya dan Dzaka juga sibuk dengan sekolahnya. Tidak ada lagi waktu bermain bersama atau sekadar bertegur sapa di depan rumah. Masa-masa bermain mereka sudah berganti dengan kesibukan.

“Yaudah. Kalau gitu kita pamit dulu, Ka! Bi Edah! Bang!” Kevan mengangguk sekilas sebelum mengikuti langkah Kevin untuk kembali ke rumah mereka yang berada di samping rumah Dzaka.

“Silakan masuk, Mas!” Bi Edah mempersilakan guru les Dzaka yang baru untuk memasuki rumah. Sedangkan Dzaka langsung menuju kamarnya untuk bersih-bersih.

...----------------...

Saat turun, Dzaka melihat guru les barunya itu sedang membaca koran di ruang tamu. Bi Edah juga sudah menyuguhkan minuman dan camilan untuk gurunya itu. Saat sosok itu melipat koran, Dzaka terkesiap.

Wajah sosok itu kini terpampang jelas, bahkan mereka beradu tatap. Dzaka yang masih terpaku di tempatnya dibuat terkejut dengan bunyi gelas yang pecah saat beradu dengan keramik.

Dzaka menatap aneh pada Bi Edah yang menatap pada sosok guru les barunya itu dengan air mata yang membanjiri pipinya. Tubuhnya spontan bergerak ke arah Bi Edah dan memungut pecahan gelas itu.

Saat Bi Edah hendak berucap, sosok itu langsung mengisyaratkan untuk tetap diam diiringi senyum manis di wajah tampannya.

“Biar Bi Edah aja. Den Dzaka lanjut belajar aja, ya. Nanti mata-matanya Tuan Emir malah ngelaporin yang gak-gak lagi.” Dzaka akhirnya mengikuti ucapan Bi Edah dan beralih duduk di sofa berhadapan dengan guru lesnya.

“Kayaknya lo kaget banget, Ka.” Sosok itu malah tersenyum miring seraya menatap Dzaka yang pura-pura sibuk membuka buku pelajarannya.

“Cuma gak nyangka kalau Bang Dimi yang jadi guru les gue,” balas Dzaka seadanya.

Dimitri berdiri dan melangkah menuju lantai dua, membuat Dzaka menoleh heran. “Kita belajar di kamar lo aja!” ujar Dimitri yang sudah berada di depan pintu kamar Dzaka. Dengan terpaksa Dzaka kembali melangkah menuju kamarnya.

Saat memasuki kamarnya, Dzaka melihat pintu balkon dibiarkan terbuka dan AC-nya sudah dimatikan. Dimitri bahkan terlihat mematut setiap sudut kamar Dzaka. “Lo harus ganti suasana supaya lebih nyaman belajar! Sekali-sekali belajar lesehan juga bisa bantu otak lo biar gak mumet liat meja belajar yang penuh catatan itu!”

Dzaka menghela napas berat. Baru kali ini ada yang begitu lancang memasuki kamarnya selain Raffa dan Tanvir. “Siapa sangka seorang Dimitri yang sangat tertutup di Geng River adalah guru les pilihan Tuan Emir,” ujar Dzaka yang membuat atensi Dimitri teralihkan.

Dimitri berdehem dan tersenyum. “Ada terlalu banyak hal yang gak pernah diketahui orang lain tentang gue.” Cowok itu duduk di atas karpet beludru milik Dzaka dan menepuk sisi sampingnya mengisyaratkan Dzaka untuk ikut duduk.

Dzaka mengambil teh kotak dan beberapa camilan terlebih dahulu. Mengenal sosok Dimitri yang berbeda dari sosok yang dikenal kebanyakan orang membuat Dzaka sedikit mengerti, bahwa tak semua orang menunjukkan sifat aslinya pada orang lain.

“Gue yang dikenal orang lain adalah sosok Dimitri yang dingin, kasar, dan susah diajak ngobrol. Sedangkan sosok Dimitri yang lo liat sekarang cuma gue perlihatkan ke orang-orang tertentu.” Dimitri menyesap teh kotak itu untuk membasahi kerongkongannya sebelum melanjutkan pembicaraan.

“Bahkan kadang secara gak sengaja sikap kasar gue keluar dengan sendirinya. Kayak kemaren gue gak sengaja narik lo ke dinding dengan keras. Itu terjadi saat gue punya beban pikiran dan itu yang bikin semua orang lebih milih jauhin gue.” Senyum miris terlihat di wajah Dimitri.

“Mereka cuma gak ingin mengenali lo lebih baik, Bang.” Dzaka berani berucap seperti itu karena sudah membuktikannya sendiri. Dekat dengan sosok Dimitri membuatnya belajar banyak hal di Geng River. Meski pada kenyataannya keakraban mereka tak bisa diperlihatkan di depan orang lain.

Saat Dzaka berniat membiarkan orang lain tahu kedekatan mereka, Dimitri selalu melarangnya dengan tegas. Setiap kali Dzaka bertanya alasannya, Dimitri memberi jawaban yang sama, 'Lo gak harus kehilangan banyak kasih sayang hanya untuk menarik gue ke dunia luar, Ka!'.

Dimitri menepuk pundak Dzaka pelan. “Kita gak bisa memaksakan siapa pun untuk mengenali siapa kita, sebagaimana kita juga gak bisa maksain diri sendiri untuk mengenali seseorang yang gak kita sukai. Setiap orang punya pilihan masing-masing.”

“Kurangin kasarnya dan bersikap santai kayak gini mungkin bisa bikin lo sedikit disukai, Bang,” ujar Dzaka yang mendapat kekehan singkat dari Dimitri.

“Berubah untuk disukai orang itu sama aja munafik. Lagipula gue punya alasan kenapa gak bisa merubah sikap gue. Masa lalu yang gue lalui udah membentuk pribadi gue yang kayak gini.” Dimitri mulai mengeluarkan beberapa buku paket dari dalam tasnya.

Dzaka juga ikut membuka buku dan menyiapkan alat tulis yang dibutuhkannya. Mereka belajar lesehan dengan papan tulis kecil yang disandarkan ke tempat tidur Dzaka. Selama Dimitri memberi penjelasan, Dzaka mengamatinya dengan serius, serta sesekali ikut menulis di bukunya.

“Ada yang mau ditanyakan?” tanya Dimitri di akhir penjelasannya. Dzaka hanya menggeleng pelan sebagai balasan.

Penjelasan Dimitri bahkan lebih mudah untuk Dzaka pahami dibandingkan penjelasan dari guru di tempat lesnya dulu. Dzaka masih tidak menyangka bahwa sosok yang kini mengajarinya adalah Dimitri—seniornya di Geng River yang dijauhi orang-orang.

“Penjelasan lo simple banget, Bang.” Ucapan Dzaka membuat Dimitri terkekeh singkat. Juniornya itu memang masih belum terlalu jauh mengenal Dimitri.

Dengan gaya dibuat sedikit angkuh, Dimitri membalas ucapan Dzaka. “Hmm gimana, ya. Dibilang berpengalaman ... belum sih, ya. Gue cuma punya satu tempat bimbel dan les privat di beberapa rumah dalam sehari. Belum seberapa sih,” ujarnya dengan nada bicara yang angkuh, membuat Dzaka berdecak pelan.

“Pamer aja terus!” Dzaka memilih mengunyah camilannya dibanding meladeni keangkuhan Dimitri. Tak lama, Bi Edah datang dengan nampan berisi nasi goreng untuk Dimitri dan Omelette Kentang untuk Dzaka.

“Kenapa lo gak makan nasi goreng juga?” tanya Dimitri yang merasa sedikit aneh dengan perbedaan menu makanan mereka.

“Karena gue gak suka nasi,” balas Dzaka seadanya. Namun, Dimitri malah tertawa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Mana ada orang gak suka nasi. Makanan pokok orang Indonesia kan nasi.” Dimitri merasa itu hanya lelucon jika dikaitkan dengan logikanya.

“Gue gak bisa makan nasi, Bang. Makanya gue makan olahan kentang sebagai pengganti nasi.” Ucapan Dzaka sontak membuat Dimitri terdiam. Tidak sekadar menyesali ucapannya tadi, tapi Dimitri terlihat seperti sangat terkejut dengan hal itu. Seperti sesuatu yang lebih dalam di perasaan Dimitri yang tak bisa dibaca siapa pun, selain dirinya.

Setelah terdiam cukup lama dan suasana yang tiba-tiba saja dipenuhi kecanggungan, Dimitri berdehem sejenak. “Oh iya, Ka. Soal kalung yang waktu itu lo kasih ke gue. Sejauh informasi yang gue temukan, kalung itu bukan milik organisasi yang ada di kota ini. Ada yang memiliki kode organisasi yang sama, tapi kalung ini ada lambang tengkorak.”

Dzaka menoleh pada kalung yang dikeluarkan Dimitri. Seperti kata Dimitri, bandul kalung itu memiliki lambang tengkorak. Setelahnya keduanya tampak berpikir hingga mereka berucap secara bersamaan.”Organisasi rahasia!”

“Cuma itu satu-satunya kemungkinan saat ini,” lanjut Dimitri. Dzaka hanya mengangguk singkat seraya terus memerhatikan kalung itu.

1
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!