Sekuel ke empat Terra The Best Mother, sekuel ke tiga Sang Pewaris, dan sekuel ke dua The Big Families.
Bagaimana kisah kelanjutan keluarga Dougher Young, Triatmodjo, Hovert Pratama, Sanz dan Dewangga.
Saksikan keseruan kisah pasukan berpopok dari new generasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
THE MOMENTS
Malam itu, Nanda menghentikan mobil Bentley hitam milik mertuanya di sebuah halaman parkir kafe.
Pria itu berjalan dengan penuh arogan dan angkuh. Seorang pelayan membukakan pintu untuknya.
"Selamat malam, selamat datang di Sibling's Kafe. Apa anda sudah reservasi?" sapa pelayan itu.
"Saya sudah ada janji dengan Bapak Adnan. Apa ada yang namanya itu?" ujar Nanda tanpa melihat pelayan.
Namun sebuah tangan melambai padanya. Ia langsung menuju orang itu dan mengabaikan pelayan.
"Selamat malam, Pak Nanda. Ada perlu apa menelpon saya?" tanya pria dengan aksen rambut uban segaris di sebelah kiri. Kumis dan jenggotnya tertata rapi.
"Selamat malam, Pak Adnan! Tentu ada hal yang sangat penting!" jawab Nanda lalu duduk di depan pria itu.
Tak lama pelayan datang membawa dua cangkir kopi, aroma kayu manis berpadu dengan kopi. Membuat cita rasa aroma yang unik.
"Di minum dulu, Pak!" suruh Adnan lalu menyeruput kopi yang dia pesan.
Sruuuuppp ... Ah! Dua pria mengangguk puas saat menikmati minuman itu.
"Baiklah, saya langsung saja ya," sahut Nanda lalu mengeluarkan cek dari saku dan meletakkan di meja kemudian menggesernya dengan telunjuk ke arah Adnan.
"Apa ini?" tanya Adnan berbisik, ia menoleh kanan-kiri.
"Pak?" ia mencondongkan tubuhnya ke Nanda.
"Seratus juta jika, Bapak bisa menghilangkan bukti tersangka di sidang!" ujar Nanda lalu melepas kertas itu dan duduk santai.
Adnan menatap kertas berukuran kecil dengan tekstur khas. Ada lambang perusahaan di sana. Tentu akan sangat bodoh sekali jika ia menerima hal itu.
"Tapi bukti yang sudah tampil.di sidang tidak bisa dihilangkan," ujarnya jujur.
"Upayakan jika bukti itu tidak mendasar dan kurang efektif!" sahut Nanda lalu mengambil cangkir kopi dan menyeruput isinya.
"Akan sulit. Jika berurusan dengan bukti. Bapak perlu tim yang terkoordinir. Bapak salah menyogok saya!" ujar Adnan, tapi matanya tak lepas dari kertas bertuliskan angka itu.
"Saya tidak mau tau. Ini jumlah besar. Saya tau anda sangat butuh uang ini untuk kekasih gelap anda, Pak Adnan!" sahut Nanda sinis.
Adnan menelan saliva pahit, satu kartu As dipegang Nanda. Pria itu mengetahui perselingkuhannya.
"Saya harus ke ruang bukti di kepolisian. Jujur jumlah itu kurang!" sahut Adnan.
"Cis!" decis Nanda jijik.
"Aku bayar segini dulu. Sisanya jika semua sudah selesai!" lanjutnya kesal.
"Tapi ...," Adnan masih ingin bernegosiasi.
"Pak Adnan. Ambil ini .... Atau saya pastikan aib anda terbongkar!" ancam Nanda sambil menyorong lebih dalam cek di atas meja ke arah Adnan.
Tap! Sebuah tangan menepuk bahu Nanda. Pria itu menoleh.
"Anda kami tangkap karena berusaha melakukan penyuapan!" seorang pria berambut cepak langsung memiting Nanda.
"Tidak!' Nanda tak bisa berontak.
Tak ada kegaduhan yang berarti, bahkan orang tidak tau apa yang terjadi. Semua yang datang menikmati suasana kafe.
Nanda digiring, Adnan juga turut serta. Mereka tertangkap tangan melakukan tindakan ilegal.
Mentari menembus tirai putih di ruang tengah. Aroma kayu manis dan susu hangat menguar dari dapur.
Terra duduk di ruang tamu, mengenakan gamis panjang warna krem, dengan wajah teduh menatap halaman belakang. Suara tawa anak-anak seperti musik lembut yang memantul dari dinding-dinding rumah besar itu.
Di sisi lain, Haidar sedang membantu Kanya menyusun kursi kecil. Danar melintas sambil menggendong Issa yang tertawa kecil sambil menunjuk ke arah lampu gantung, seolah ingin memainkannya.
Zhein datang bersama istri, anak dan cucunya. Setelah sekian lama kesibukan membuatnya jarang berkumpul dengan keluarga besar.
"Wuyuy!" pekik Rifna putri pertama Rafhan dan Risa berlari ke arah Kanya.
Kanya menangkap cicitnya. Haidar mencibir kakak iparnya.
"Huh, dari mana orang-orang ini?"
"Dek!" peringat Karina.
"Kakak!" Terra menyambut kakak iparnya.
"Maaf Dek. Kakak baru sempet kumpul-kumpul," ujar Karina menyesal.
"Sudah, nggak apa-apa. Yang penting sehat semua!' sahut Terra tak masalah.
Risa membawa anak keduanya yang baru lahir dua minggu lalu. Bayi merah itu kini ada digendong Bram.
"Ah, cicitku ini sudah punya nama belum?" tanyanya sambil menciumi bayi merah itu.
"Belum, Kakek. Makanya datang ke sini biar Wuyuy yang kasih nama sama akikahin!" jawab Raffhan.
"Huh ... sekalinya datang malah nyusahin!" gerutu Haidar lagi.
"Sayang!" tegur Kanya, ibunya.
Namun ketika bayi merah itu ada di tangan Haidar. Pria itu tak mau melepaskan, sampai diprotes oleh Rion.
"Papa!"
"Papa baru gendong, Baby!" sengit Haider.
"Papa buat lagi sana!" sengit Rion.
"Mamamu pabrik tepungnya udah ditutup!" sahut Haidar.
"Buat pabrik tepung lain!" sahut Kean tiba-tiba. Semua menoleh padanya.
"Baby!" seru Terra melotot.
"Loh, salah Kean apa?" tanyanya bingung.
"Haiss ... Kalian ini ya?" geleng Zhein.
Mereka semua bercengkrama, hingga tiba-tiba Seroja datang dengan wajah tegang.
"Pak Danar!" pekiknya memanggil semua menoleh.
"Baby, ada apa? Kenapa kamu teriak begitu?" tanya Herman.
"Ayah, mantu Pak Danar ditangkap polisi!" jawab Seroja heboh.
"Apa!"
"Pa'a?"
"Pitantap bolisi?" seru Hamzah dengan mata besar.
"Bagaimana kejadiannya, Nak?" tanya Danar tak percaya.
"Katanya tadi malam, Pan Nanda ketangkep KPK karena berusaha menyuap salah satu jaksa hakim!" jawab Seroja.
"Woh tot pisa?" tanya Jamila bingung.
"Wiya, teunapa wowan ladhi pisuwapin pitantap?" kali ini Umar yang bingung.
"Aduh, Babies .. Kalian tak akan mengerti!" ujar Seroja yang pusing sendiri menghadapi para bayi.
"Jelas tan Ata'!" suruh Zaa bossy.
"Kami juga ingin tau!" lanjutnya lalu melipat tangannya di dada.
"Jadi begini Baby, ada orang sedang berusaha menghasut orang lagi untuk berbuat jahat. Nah, karena itu melanggar hukum. Jadi orang itu ditangkap!" jawab Seroja menjelaskan.
"Ooo ... Beudithu!" angguk semua bayi sok tau.
"Tapi tot eh kok namanya apa tadi?" tanya Chira.
"Disuap!" jawab Aarav.
"Iya, itu maksudnya apa?" tanya Chira.
"Nah, maksud disuap di sini adalah istilah saja Baby. Orang itu menghasut dengan memberikan iming-iming atau hadiah uang," jawab Seroja lagi.
"Tot pisuwapin. Bestina pitasyih don!" sahut Yusuf sedikit protes.
"Nah suap di sini artinya menyodorkan sesuatu pada seseorang. Kalau dikasih itu beda lagi Baby," jawab Seroja lagi.
Semua mengangguk, Danar menatap Seroja dengan lembut, ia suka cara Seroja menjelaskan dengan sabar pada anak-anak yang kepo.
Makan siang datang, semua pria dan anak-anak makan terlebih dahulu. Danar kembali duduk di sana, menikmati acara keluarga. Yang sebentar lagi ia tinggalkan.
"Jadi kasus Pak Danar ini bagaimana, Baby?" tanya Herman setelah makan siang.
"Ya pastinya, Roja akan minta penangguhan kasus. Semua bukti yang ditujukan pada Pak Danar besok akan disidangkan lagi. Kami menunggu keputusan sidang," jawab Seroja.
Dimas tak jauh dari sana, ia hanya duduk diam. Matanya tak henti memandang gadis yang begitu bersinar.
"Seroja cantik ya," sebuah suara mengagetkan Dimas. Ia menoleh.
"Bunda?" Dimas malu setengah mati.
"Jika kamu mau, Bunda bisa membantumu melamar, Seroja," tawar Khasya.
Dimas menggeleng, ia masih ragu akan semuanya. Ia kembali menatap Seroja.
"Kasihan Baby kalau Dimas ambil dia, Bun. Ia tengah bersinar sekarang, jika langsung Dimas petik. Dimas takut, meredupkan sinarnya," ujar Dimas lirih.
Bersambung.
Aduh ...gemena ini. Patlet Mimas
Next?
ntar klo atta loja di gebet laki2 lain balu tau lassa...🙇🙇