NovelToon NovelToon
Istri Lugu Sang Cassanova

Istri Lugu Sang Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nelramstrong

Siapa sangka, menabrak mobil mewah bisa berujung pada pernikahan?

Zuzu, gadis lugu dengan serangkaian kartu identitas lengkap, terpaksa masuk ke dalam sandiwara gila Sean, cassanova yang ingin lolos dari desakan orangtuanya. Awalnya, itu hanya drama. Tapi dengan tingkah lucu Zuzu yang polos dan penuh semangat, orangtua Sean justru jatuh hati dan memutuskan untuk menikahkan mereka malam itu juga.

Apakah pernikahan itu hanya permainan? Atau, sebuah takdir yang telah ditulis untuk mereka?
Mampukan Zuzu beradaptasi dengan kehidupan Sean yang dikelilingi banyak wanita?

Yuk, ikuti kisah mereka dengan hal-hal random yang dilakukan Zuzu!

Happy Reading ☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelramstrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bianca

Tubuh tak sadarkan diri Bianca dibaringkan di atas kursi. Pipi wanita itu tampak merah, dan keringat membanjiri tubuh yang sudah cukup lama terjebak di dalam mobil. Di sampingnya, Jamilah duduk, ekspresinya cemas sambil mengipasi wajah wanita itu.

"Ini kok bisa begini sih, Nak Sen? Memangnya kalian nggak tahu kalau si ibu ini ada dalam mobil kalian?" tanya Jamilah. Sebuah kipas dari anyaman bambu itu beralih dari tangan kanan ke kiri, dan terus seperti itu sambil mengusap kening Bianca.

"Aku nggak tahu, Umi. Tapi, mungkin Sean tahu," sahut Zuzu, sambil menyipitkan mata ke arah suaminya, curiga.

"Aku juga nggak tahu, Zu. Kalau aku tahu, sudah pasti aku akan melarang dia ikut," ucap Sean, ngotot membantah tuduhan istrinya.

"Air..." Bianca tersadar, dan bergumam. Namun mata wanita itu masih terpejam.

Jamilah segera meriah segelas air dari atas meja. "Kamu mau minum? Coba buka mulutnya," pintanya dengan lembut. Ia kemudian menyendok sedikit demi sedikit air dan memasukkannya ke dalam mulut Bianca.

Bianca benar-benar nampak kehausan. Setelah merasa lebih baik, dia bangkit dan mengambil gelas tersebut, langsung meminumnya hingga habis. Ia menghela napas panjang dan menyandarkan tubuh di kursi.

"Aku pikir, aku akan mati," gumam Bianca, napasnya tersengal-sengal.

"Untung saja kamu nggak mati. Kalau sampai mati, aku yang nggak tahu apa-apa bakal dapat masalah," ujar Sean, sinis. Dia menatap sekretarisnya dengan tatapan tajam.

"Kamu kenapa bisa berada di dalam mobil Sean? Pasti kamu belum puas, 'kan mengganggu bulan madu kami tadi malam?" desak Zuzu dengan penuh tuduhan.

Bianca menggeleng cepat. "Itu tidak mungkin Nona Zuzu. Anda salah paham," bantah Bianca, mulai berkelit.

Namun kali ini, Zuzu tidak termakan oleh omongan wanita itu. Ia mendekat lalu menjambak rambut sekretaris suaminya.

"Salah paham apanya?! Jelas-jelas kamu sendiri yang mengaku tadi malam!" teriak Zuzu. Matanya menyala, mengobarkan api semangat untuk menyingkirkan para ulat bulu yang hendak mendekati suaminya.

"Sean..." Bianca meminta bantuan pada Sean, ekspresi wajahnya kesakitan akibat jambakan Zuzu yang belum terlepas, justru semakin kencang.

Sean mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi. "Aku nggak ikut campur. Kamu sendiri yang cari masalah, Bi," ujar Sean, pria itu memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan mengistirahatkan tubuh.

Sementara itu, Jamilah yang kebingungan, berusaha menenangkan putrinya. "Zulaikha, jangan kasar seperti itu? Bu Bianca ini baru saja sadar. Bagaimana kalu dia pingsan lagi?"

"Sekalian saja aku lempar ke sungai, Umi. Biar dia nggak muncul terus di hadapanku dan Sean!" sahut Zuzu, tegas.

"Nggak boleh ngomong seperti itu. Nggak baik." Jamilah bangkit dan melepaskan jambakan putrinya dari rambut Bianca.

Namun, karena Zuzu bersikeras tidak ingin melepaskannya, ibu dan anak itu sama-sama ngotot. Hingga tarik-menarik rambut Bianca, membuat wanita itu menjerit kesakitan. Setelah cukup lama, akhirnya rambut Bianca berhasil terlepas dari tangan Zuzu.

Akan tetapi, Zuzu tidak menyerah dengan tangan kosong. Dia berhasil mendapatkan rambut Bianca yang ikut tertarik di tangannya.

"Zulaikha, lebih baik kamu masuk kamar dan temani suami kamu!" ujar Jamilah dengan nada sedikit meninggi sambil mendorong tubuh putrinya. Sorot mata wanita itu tampak marah, karena Zuzu menyakiti tamunya.

Zuzu berdecih, lalu berjalan dengan tegas menunju kamar. "Umi selalu saja lebih membela orang lain daripada anaknya sediri," gerutunya.

"Bu Bianca nggak papa, 'kan? Maafkan Zulaikha, ya. Umi juga nggak tahu kenapa dia bisa kasar seperti itu. Padahal dulu dia begitu sangat lemah lembut," tutur Jamilah sambil mengusap rambut Bianca yang berantakan.

Bianca, wajah wanita itu memerah padam. Namun, tak ada yang bisa dia lakukan saat ini. 'Lihat saja kamu, Zu, Sen. Aku nggak akan biarin kalian bersenang-senang di atas penderitaanku,' batinnya. Mata menyorot tajam ke arah pintu kamar yang tertutup.

---

Keesokan paginya.

"Zu, bantu Umi!" Jamilah berteriak dengan nyaring di depan pintu kamar putrinya.

Di dalam kamar, Zuzu tertidur pulas dalam pelukan Sean, setelah tadi mereka sempat bangun untuk olahraga pagi di ranjang.

"Zulaikha!" Jamilah mengetuk pintu kamar Zuzu tak sabaran. "Ayo, bangun. Bantu Umi di dapur!" serunya.

Dari arah dapur, Jabar muncul sambil menopang sepiring nasi kuning. "Biarkan saja, Umi. Zuzu pasti masih tidur. Mereka pasti kelelahan setelah perjalanan jauh."

"Ini udah siang, Bah. Udah jam 11. Memangnya mereka nggak lapar?" Jamilah menghentakkan kaki, kesal lalu pergi ke dapur.

Bersamaan dengan itu, Bianca keluar dari kamar yang lain. Wanita itu menggaruk-garuk tangan dari balik pakaian yang dia pakai.

"Aduh, kenapa gatal banget?" gumamnya.

"Kenapa, Bu?" tanya Jabar, memerhatikan gelagat aneh wanita itu.

"Badanku gatal-gatal, Bah," sahut Bianca. "Di rumah ini pasti banyak nyamuk atau hewan kecil lainnya, kotor," keluh Bianca sambil memperhatikan sekeliling rumah yang terdapat sarang laba-laba.

"Kenapa malah nyalahin rumah Abah? Mungkin Bu Bianca belum mandi, makanya gatal-gatal seperti itu!" balas Jabar, tak terima rumahnya disudutkan.

"Umi-umi!" Jabar kemudian berteriak dengan keras.

Dari ambang pintu dapur, Jamilah muncul. "Ada apa, Bah? Kenapa teriak-teriak begitu?"

"Umi kasih pinjam baju ganti sama Bu Bianca. Terus suruh dia mandi. Dia bilang tubuhnya gatal-gatal," titah Jabar, dengan santai sambil menyuapkan nasi ke dalam mulut.

Jamilah memperhatikan wajah Bianca yang nampak merah-merah, lalu meraih tangan wanita itu. "Ayo, kamu mau mandi? Umi antar," ajaknya.

Bianca, mau tak mau mengikuti wanita itu. Badan sudah sangat gatal dan panas. "Kamar mandinya mana, Umi?" tanya Bianca setelah sampai di dapur. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Jamilah memberikan selembar handuk yang nampak pudar. "Kamar mandinya ada di luar," tunjuk Jamilah ke arah pintu yang terbuka.

"A-apa, di luar?" pekik Bianca, terkejut. Mata membelalak lebar. "Umi, aku nggak bisa mandi di luar!" tolaknya sambil menggelengkan kepala.

"Terus Bu Bianca mau mandi di mana?" tanya Jamilah, keningnya berkerut bingung. "Sudah, di sini nggak ada kamar mandi di dalam. Mumpung kamar mandinya kosong, cepat masuk. Nanti keburu ada yang pakai." Jamilah mendorong tubuh Bianca dengan sedikit paksaan.

Bianca dengan berat hati akhirnya masuk ke dalam kamar mandi. Wanita itu berekspresi jijik saat melihat keadaan mandi itu yang kotor dan bau. Lumut sudah menempel di permukaan bambu yang menjadi alas pijak. Begitu pula dinding yang terbuat dari anyaman bambu itu sudah berlubang.

"Gimana kalau ada yang ngintip saat aku mandi nanti?" Tatapannya kemudian tertuju ke bawah lantai, pada ikan yang muncul ke permukaan air.

Bianca bergidik ngeri. Namun, tak memiliki pilihan selain mandi untuk menghilangkan rasa gatal di tubuhnya. "Semoga saja airnya bersih," gumamnya. Dengan sedikit rasa jijik, dia menyentuh gayung yang sudah sedikit berlumut dan memulai ritual mandi paginya yang terasa ekstrim.

Sementara itu, di dalam kamar. Zuzu baru saja terbangun setelah merasa puas tidur. Dia melihat ke samping, pada suaminya yang masih memejamkan mata, lalu beralih pada jam kecil yang berada di dinding rumahnya. Dinding yang terbuat dari anyaman bambu, sementara lantainya terbuat dari papan kayu.

"Sean, sudah siang. Ayo, bangun!" kata Zuzu sembari bangkit, lalu merenggangkan otot tubuhnya.

Mata Sean sontak terbuka lebar. "Hah, udah siang?" tanyanya, lalu melihat ke arah jendela kamar. Di luar cuaca sedikit mendung, membuat kedua pasangan pengantin baru itu santai tertidur.

Sean bangkit lalu menyambar celana yang tergantung di belakang pintu. "Aku harus segera pulang dari sini," katanya, sembari mengenakan celana dengan tergesa.

Zuzu masih duduk melipat kedua kaki di atas ranjang, memperhatikan suaminya dengan tatapan datar. "Sean, kamu mau pulang naik bis?" tanya Zuzu, spontan membuat gerakan suaminya terhenti.

Sean menjatuhkan tubuh di tepi ranjang sambil menghela napas berat. "Di mana aku bisa mendapatkan ban mobil? Orangtua kamu benar-benar keterlaluan, Zuzu! Mereka menyayat keempat ban mobilku," keluh Sean. Ingin marah, tapi tak berdaya. Dia bisa saja dikeroyok warga desa jika melakukan sesuatu yang buruk pada mertuanya.

"Mungkin kamu bisa beli ban baru di pasar. Di sana biasanya ada yang jual," usul Zuzu, sembari membetulkan letak kacamatanya.

Sean berdecak kesal. "Ban mobilku nggak bukan ban biasa, Zu. Mana bisa!"

"Terus gimana? Atau, kamu tinggal saja mobilnya di sini, terus kamu pulang naik bis." Lagi-lagi Zuzu memberikan ide yang membuat Sean semakin tak berdaya.

"Apa boleh buat. Aku akan meminta seseorang untuk datang kemari membawa ban baru," kata Sean, membuat keputusan. Dia menyambar ponsel yang terletak di sebuah kayu galar kamar, dan mengetik sebuah pesan pada seseorang di sebrang sana.

Zuzu tersenyum lebar dan mendekati Sean. "Berarti kamu akan tetap di sini sebelum ban mobil itu datang, 'kan?" Mata Zuzu mengerjap penuh harap di balik kacamata.

Sean tidak menjawab, dia hanya memberikan lirikan sinis pada istrinya.

"Kalau begitu, aku akan ngajak kamu jalan-jalan hari ini, Sean. Di sini menyenangkan tahu. Kapan lagi kamu akan datang," kata Zuzu, bersemangat.

Sean membuang napas kasar lalu membaringkan tubuh lagi. Kedua tangan berada di belakang kepalanya. "Lebih baik aku tidur," jawabnya sambil memejamkan mata.

"Ih, jangan tidur terus. Mandi sana! Nanti kita jalan-jalan ke sawah..." Zuzu menggoyangkan tubuh suaminya dengan kuat.

Sean merubah posisi tidurnya jadi menyamping membelakangi Zuzu. "Pergi sana. Aku mau tidur!" usirnya.

"Sean!" Zuzu berteriak, kesal.

Tiba-tiba pasangan suami itu terkejut dan sontak saling berpandangan saat mendengar suara teriakan Bianca dari kamar yang lain.

"Kenapa wajahku jadi seperti ini?!"

Bersambung...

1
EndHa
masih kurang kak bacany.. kek.ny bab ini pendek bgt yaa .. 🤭
Nelramstrong: bab 19 bisa dibaca ulang, ya. aku baru revisi dan tambahkan beberapa part 😁😁
total 1 replies
EndHa
menanti sean bucin dg zuzu..
Nelramstrong: sabar, ya 😁
total 1 replies
EndHa
siapa yg berani nolak perintah tuan david.. 🤣
Nelramstrong: 😅😅😅😅😅😅😅
total 1 replies
EndHa
semangat zuzu,, qm si polos yg cerdik.. tebas semua ciwi² penggoda suami.mu..
Nelramstrong: Semoga bukan dia yang tumbang 😅
total 1 replies
EndHa
oalah zu,, ikan bakar lebih menggoda yaa 🤭
Nelramstrong: Zuzu tahu aja author nya juga lagi pengen ikan bakar 😂
total 1 replies
EndHa
Haii kakak... aq ikuti kisah zuzu,, baru baca noveltoon nih,, masih bingung.. hehe
Nelramstrong: Makasih, kak 🥰
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!