Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Irene sontak memejamkan mata, suara tembakan terdengar nyaring dan memekikkan telinga. Anehnya, tubuhnya masih berdiri tegak, kedua matanya pun kembali terbuka dengan tubuh gemetar ketakutan.
"Haaa!" teriak Irene saat melihat tubuh David terkapar di atas tikar, darah segar perlahan mulai menggenang di lantai.
Dengan mata membajir, kening berkeringat dingin dan tubuh gemetar begitupun dengan bibirnya yang bergetar, Irene perlahan menoleh ke belakang. Alex nampak berdiri di depan pintu dengan pistol yang masih mengeluarkan asap di telapak tangannya.
"Ma-Mas Alex," gumam Irene, tubuhnya seketika ambruk, tangisnya pecah, kembali memandang tubuh David yang terkapar bersimbah darah.
"Irene," seru Alex, berlari menghampiri dan segera memeluk tubuh Irene erat, membelakangi David. "Maafin saya, Sayang. Maaf karena meninggalkan kamu sendiri di sini. Saya minta maaf."
Irene mendekap erat tubuh kekar Alex William, tangisnya semakin pecah. Ia bukan hanya terbebas dari kematian, tapi dirinya pun menyaksikan sendiri seseorang meregang nyawa di depan mata. Irene benar-benar syok, tubuhnya pun masih gemetar.
"Kenapa kamu gak angkat telpon aku, Mas Alex? A-apa David beneran ma-ti?" tanya Irene, kembali menatap tubuh David.
Pria itu benar-benar terkapar di atas tikar. Namun, telapak tangannya tiba-tiba bergerak, mengangkat pistol yang masih berada di telapak tangannya. Beberapa detik kemudian,
"Tidaaaak!" teriak Irene, tiba-tiba memutar tubuh Alex saat David menembakan pistol ke arah mereka.
Alex bergeming, otaknya seakan berhenti berpikir. Tubuhnya membeku, menatap wajah Irene yang seketika tumbang dengan peluru menembus bahu sebelah kirinya.
"I-Irene?" gumam Alex dengan mata membulat.
Dengan dada naik turun, Alex kembali meraih pistol yang sempat ia letakan di lantai. Menghujani tubuh David dengan peluru hingga pria itu benar-benar tewas dalam sekejap mata.
"Haaaaaa!" teriak Alex dengan murka, hingga peluru di dalam pistol miliknya benar-benar habis tidak bersisa.
Alex kembali menatap wajah Irene, memangku tubuhnya dengan gemetar ketakutan, tangisnya pecah, darah segar memenuhi telapak tangan. "Bertahanlah, Irene. Saya mohon jangan pergi, kita ke Rumah Sakit sekarang juga."
Irene dengan napas tersengal-sengal, menahan sakit, menahan berbagai rasa yang tidak mampu ia ungkapkan, menatap wajah Alex dengan sayu dan berlinang air mata. "Ma-maafin aku, Mas Alex. To-tolong jaga di si kembar. I-i love you," lemahnya sebelum akhirnya menutup kedua mata.
"Haaa ... tidaaaak!" Alex berteriak histeris, memeluk tubuh Irene kemudian menggendongnya lalu berlari keluar dari dalam rumah.
Ia akan membawa Irene ke Rumah Sakit saat itu juga. Dirinya tidak ingin kehilangan wanita itu untuk yang kedua kalinya, terlebih untuk selamanya. Alex tidak henti-hentinya menangis sepanjang perjalan. Bahkan berkali-kali memeriksa napasnya hanya untuk memastikan wanita itu masih bernyawa. Rasanya sakit luar biasa, melihat wanita yang sangat ia cintai terkapar bersimbah darah. Satu harapannya saat ini, semoga nyawanya bisa diselamatkan. Alex meraih ponsel canggih miliknya lalu menghubungi seseorang seraya menyetir mobil.
"Halo, Reza. Tolong bersihkan TKP sekarang juga. Alamatnya akan saya kirim lewat wa," ucap Alex, di dalam sambungan telepon.
"Baik, Pak Bos," samar-samar terdengar suara seorang laki-laki yang merupakan anak buahnya.
"Buang mayat si bajingan itu, bersihkan TKP, jangan sampai ada sidik jari dan sisa darah setetes pun. Paham?"
"Siap laksanakan, Pak Bos."
Alex menutup sambungan telepon, menginjak pedal gas guna mempercepat laju mobil. Kepalanya sesekali menoleh dan menatap wajah Irene dengan perasaan hancur.
"Saya mohon bertahanlah, Irene. Bukan hanya demi saya, tapi demi si kembar," gumamnya seraya terisak.
Kendaraan beroda empat itu pun melaju dengan kecepatan tinggi, menembus jalanan, bahkan menerobos lampu merah. Hanya dalam hitungan menit saja, mobil yang Alex kendarai tiba di Rumah Sakit terdekat.
***
Satu jam kemudian, Alex duduk di luar ruang operasi dengan perasaan hancur. Air mata tidak henti-hentinya bergulir, hatinya begitu sakit bak disayat beribu-ribu pisau tajam. Ia sadar, sebanyak apapun harta yang ia miliki, tidak lebih berharga dari nyawa wanita yang ia cintai. Harta berjumlah miliaran yang ia miliki bahkan tidak mampu mengobati rasa sakit yang tengah ia rasakan saat ini.
"Ya Tuhan, tolong selamatkan nyawa Irene, Tuhan. Saya janji akan berubah, saya janji akan bertobat jika Engkau memberi kesempatan kedua untuk wanita yang Hamba cintai," gumam Alex seraya mengusap wajahnya kasar dengan mata terpejam.
"Ayaaah!" teriak si kembar masih mengenakan seragam merah putih, berlari menghampiri bersama tiga orang pengawal berpakaian serba hitam.
Ia memang mengutus anak buahnya untuk menjemput si kembar. Alex merentangkan kedua tangan, memeluk tubuh mereka berdua sesaat setelah keduanya tiba dihadapan.
"Ibu kenapa, Yah? Apa Ibu sakit?" tanya William, seraya mengurai pelukan.
"Tadi pagi Ibu baik-baik, kenapa tiba-tiba sakit?" tanya Willona dengan bingung.
Alex menatap wajah si kembar secara bergantian, mengusap satu sisi wajah mereka seraya menahan air mata. Ia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh keduanya. Tidak mungkin rasanya jika harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada ibu mereka.
"Kenapa Ayah diem aja? Ibu kenapa?" Willona kembali bertanya dengan emosi, menatap tulisan "Ruang Operasi" yang berada di pintu. "Ibu dioperasi?" tanyanya lagi semakin merasa bingung.
Alex hanya menganggukkan kepala, bibirnya masih diam seribu bahasa. Sementara air mata yang semula ia tahan, tidak mampu lagi dibendung.
"Lho, ko bisa? Emangnya Ibu kenapa? Jawab pertanyaan aku, Ayah? Ibuku kenapa?" teriak William, dadanya nampak naik turun menahan isakan.
"I-Ibu kalian kecelakaan," jawab Alex dengan kepala menunduk. "Tapi kalian gak usah takut, Ibu kalian pasti selamat. Dokter lagi mengoperasi Ibu kalian. Bentar lagi juga selesai ko."
"Huaaa ... Ibu!" teriak William dengan histeris.
Alex kembali memeluk William. "Ibu kalian pasti selamat, Sayang. Ibu kalian wanita kuat, Ayah yakin dia bakalan sembuh lagi seperti dulu."
"Tapi, kenapa Ibu bisa kecelakaan, Ayah? Kenapa?" teriak Wilona, tangisnya tidak sehisteris William, tapi air matanya nampak deras bergulir.
"Ayah ceritain nanti, ya. Ayah masih syok, Ayah masih--" Alex terpaksa menahan ucapannya saat melihat pintu ruang operasi dibuka dari dalam.
Pria itu sontak berdiri tegak lalu melangkah mendekati perawat seraya memapah si kembar. "Bagaimana keadaan Ibunya anak-anak, Sus? Dia selamat, 'kan?"
"Pasien membutuhkan donor darah dengan golongan darah O. Persediaan darah di Rumah Sakit ini sedang kosong, pasien butuh pendonor secepatnya. Kalau tidak, nyawanya tidak akan terselamatkan," ucap sang perawat membuat si kembar semakin histeris.
Bersambung ....
***
Sambil nunggu up date selanjutnya, yok mampir di karya keren di bawah ini
Judul : Kakak Jutek I Love You
Karya Author :Elprida Wati Tarigan
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅