Anthony Chavez, ibunya Barbara, istrinya Dorothy dan kedua anak lelakinya Ethan Chavez dan Fred Chavez, ditemukan polisi sudah tidak bernyawa dengan tubuh lebam kebiruan di dalam kamar. Keempat jenazah itu saling bertumpuk di atas tempat tidur. Di dalam tubuh mereka terdapat kandungan sianida yang cukup mematikan. Dari hasil otopsi menyatakan bahwa mereka telah meninggal dunia lebih dari 12 jam sebelumnya. Sedangkan putri bungsu Anthony, Patricia Chavez yang masih berusia 8 bulan hilang tidak diketahui keberadaannya. Apakah motif dari pembunuhan satu keluarga ini? Siapakah pelakunya? Dan Bagaimanakah nasib Patricia Chavez, anak bungsu Anthony? Temukan jawabnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Godaan Danau Kecil Di Belakang Rumah
Hari kedua Daniella di rumah keluarga Johnson, putra sulung Emma tidak terlihat tanda-tanda akan pulang. Wanita paruh baya itu juga belum menerima kabar apapun tentang putranya. Pagi itu Emma berdiri mematung di depan jendela rumah menghadap ke jalanan yang sepi, berharap ia mendengar deru mobil pick up milik Dwayne memasuki halaman rumah.
Walaupun tidak berkata apa-apa, tapi dari sorot matanya Emma sangat mengkhawatirkan putra tertuanya itu.
"Mom. Sebentar lagi Dwayne pasti akan pulang. Percayalah padaku." Ucap Don sambil menepuk lembut bahu wanita yang telah melahirkannya itu.
"Tidak ada kabar apapun dari dia sampai saat ini, Don. Kemana saja dia pergi? Di mana dia menginap semalaman ? Apakah dia sudah makan atau belum?" Bertubi-tubi pertanyaan keluar dari mulut wanita paruh baya itu.
"Mom. Tenanglah. Dwayne itu sudah dewasa. Dia bukan anak kecil lagi yang harus kau khawatirkan seperti itu. Aku yakin dia bisa menjaga dirinya dengan baik."
"Kau tidak akan mengerti perasaan seorang ibu, Don. Walaupun anak-anaknya telah dewasa, tetapi rasa khawatir itu tetap ada."
"Aku mengerti perasaanmu, Mom. Tetapi, dari pada kau mengkhawatirkan putra sulungmu yang saat ini entah berada di mana, lebih baik kau mengkhawatirkan putra bungsumu yang hampir mati kelaparan ini." Ujar Don dengan wajah cemberut.
"Astaga !!! Karena terlalu larut dengan perasaanku, bisa-bisanya aku sampai lupa menyiapkan sarapan untuk kalian. Sebentar lagi, Nona Daniella pasti akan bangun. Ayo Don, kita harus bergegas." Emma berjalan terlebih dahulu menuju dapur. Don mengikutinya dari belakang seraya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan sikap ibunya yang tiba-tiba berubah.
Begitu di dapur, dengan sigap Don membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi. Tangan Don begitu cekatan menyusun pisau dan sendok pencuci mulut di sisi kanan piring, garpu pencuci mulut sisi kiri piring, sendok teh atau kopi di sebelah tatakannya.
Pagi ini Emma menyajikan quiche untuk sarapan mereka. Berbahan dasar telur yang dikocok lepas bersama dengan keju, kemudian diberi tambahan jamur, ubi, dan bayam. Sekilas hidangan ini mirip telur dadar yang berisi beragam isian yang mengenyangkan. Sambil menunggu quiche matang di panggangan, masih dengan menggunakan apronnya, Emma menjemput Daniella yang masih berada di kamarnya.
"Don, Mom titip quiche ya..Aku mau membangun kan Nona Daniella terlebih dahulu. Nanti, kalau sudah matang, sajikan saja di piring."
"Baik, Mom. Oh ya, Apakah Daniella biasanya sarapan dengan susu ?"
"Ya. Susu hangat merupakan menu wajib Nona tiap pagi, Don."
"Baiklah, Mom. Biar aku yang akan menyiapkannya." Don memberi kode ok sign dengan membentuk tiga jari ke arah atas membentuk huruf 'W'. Lalu jari telunjuk dan ibu jari membentuk semacam lingkaran, sembari menarik lebar sudut bibirnya.
Membalas senyuman putranya, Emma bergegas naik ke lantai dua menuju kamar Daniella.
Tok.. Tok.. Tok..
"Nona. Apakah kau sudah bangun?" Emma memanggil sambil menunggu sejenak di depan pintu kamar.
Tok.. Tok.. Tok..
"Nona. Aku masuk ya.. " Emma kemudian membuka pintu kamar itu.
Ceklek...
Begitu pintu kamar dibuka, suasana kamar tampak temaram. Tirai penutup yang tergantung menutupi jendela, mencegah sinar mentari memasuki kamar. Emma langsung menuju ke tingkap kaca kembar yang ada di sisi lain kamar itu.
Sreeeet...
Sekali hentakan ia membuka gordeng warna coklat muda itu, untuk memberi akses seluas-luasnya bagi sinar matahari untuk menghangatkan ruangan tidur yang terasa agak dingin itu.
"Nona ayo bangun.. " Emma menepuk pelan pundak Daniella. Gadis kecil itu ternyata masih meringkuk di dalam selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Mendengar suara Emma yang mengganggu tidur nyenyaknya, Daniella menggeliat sebentar sembari menyembulkan kepalanya dari balik selimut. Emma mengambil kesempatan itu untuk memberikan sapaan selamat pagi kepada mantan majikan kecilnya. Ia kemudian duduk di tepi tempat tidur seraya mengusap lembut rambut kecoklatan milik Daniella.
"Bagaimana tidurmu tadi malam, Nona? Nyenyak, hmmm?"
Daniella tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Emma sembari tetap mengeratkan selimut hingga menutup lehernya.
"Syukurlah. Bagaimana kalau sekarang, Nona bangun. Trus mandi. Setelah itu kita bersama-sama menyantap sarapan pagi yang telah aku siapkan."
Mendengar penuturan Emma, Daniella semakin mengeratkan selimutnya.
"Ayo bangun, Nona. Kalau sarapanmu dingin, tidak enak lagi untuk dimakan."
Daniella tidak memperdulikan kata-kata Emma. Ia bahkan memejamkan matanya kembali.
" Hmm.. Bagaimana kalau setelah sarapan, aku akan meminta Don mengajakmu bermain di danau." Bisik Emma sambil mengedipkan sebelah matanya.
Daniella membuka matanya kembali, memandang Emma dengan tatapan tak mengerti.
"Aku belum pernah cerita ya ? Di belakang rumah ini, ada danau kecil yang indah. Ukurannya yang tidak terlalu besar, membuatnya tersembunyi di antara rimbunnya pepohonan. Ada Burung-burung, Bebek dan angsa liar juga yang hidup di sana. Dwayne dan Don dulu menghabiskan masa kecil mereka dengan bermain di danau itu. Kalau sudah datang ke tempat itu, Aku yakin, Nona akan sangat menyukainya." Seulas senyuman kemenangan terukir di wajah Emma. Ia yakin sekali, gadis 12 tahun itu akan menurut.
Tanpa berkedip, Daniella mendengarkan dengan seksama setiap kata yang Emma ucapkan. Kedua manusia beda usia itu untuk sesaat saling menatap dalam diam. Tidak beberapa lama kemudian, Emma melanjutkan ucapannya.
"Tentu saja benar. Kalau Nona tidak percaya, nanti buktikan saja sendiri. Tapi syaratnya, Nona harus mandi dan menghabiskan sarapan terlebih dahulu."
Daniella menjawab dengan menarik sedikit sudut bibirnya hingga membentuk senyuman tipis.
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayolah segera mandi." Ucap Emma bersemangat.
Dengan antusias, Daniella bangun dari tidurnya. Melangkahkan kaki kecilnya di lantai ruang tidur yang dingin menuju kamar mandi. Sementara itu Emma menyiapkan pakaian yang akan Dani kenakan setelah mandi.
Bilik mandi itu memang tidak sebesar miliknya di Minnesota, tetapi cukup untuk melakukan aktivitas bersih-bersih yang menyenangkan. Walaupun tanpa bath up, pancuran air hangat yang tersedia di dalamnya sudah lebih dari cukup untuk membuat tubuh kembali bugar. Tidak membutuhkan waktu lama, Daniella keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah yang segar.
Emma memilihkan dress selutut warna krem dan flat shoes warna coklat tua. Emma juga yang menata rambut Daniella dengan kuncir dua. Sehingga membuat penampilan Daniella semakin menggemaskan.
Setelah rapi, Daniella pun turun langsung menuju meja makan yang ada di dapur, diikuti Emma dari belakang
.
.
.
Mohon maaf atas keterlambatan update ku hari ini. Ada suatu hal yang tidak dapat ku hindari telah terjadi. Dengan segala keterbatasan, aku tetap mengusahakan untuk menunaikan kewajibanku. Terima kasih masih di sini bersamaku sampai sejauh ini. Terima kasih masih sudi membaca kisah recehku ini. Jika apa yang aku tulis tidak sesuai dengan ekspektasi, kalian boleh melambaikan tangan ke arah kamera. Tidak ada paksaan untuk tetap mengikuti kemana alur cerita ini akan kubawa.
Kalau berkenan tinggalkan jejak kalian, dengan menekankan jempol, ⭐ 5, dan tanggapan kalian di kolom komentar. Tinggalkanlah kesan kalian dengan bahasa yang baik dan sopan. Mamachi 🥰🥰🥰