Niat hati hanya ingin menolong seorang pria yang baru saja mengalami kecelakaan motor tunggal di jalanan, namun keadaan itu malah dimanfaatkan oleh seorang wanita yang tidak bertanggung jawab.
Alana dipaksa menikah hari itu juga oleh segerombolan orang-orang yang menangkap basah dirinya bersama seorang pria di sebuah kontrakan. Alana tidak dapat membela diri karena seorang wanita berhasil memprovokasi massa yang sudah berdatangan.
Bagaimanakah cara Alana menghadapi situasi ini?
Bisakah dia mengelak atau malah terpaksa menikah dengan pria itu? Pria yang tidak dia kenal sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30.
Alana bangkit dari duduknya, tangannya mengepal kuat dengan sorot mata tajam seperti singa betina yang tengah mengamuk.
"Alana, kamu mau kemana?" tanya Ira saat Alana hendak melangkah menuju pintu ruangan Azzam.
"Aku harus masuk, aku tidak bisa menunggu lagi." jawab Alana sedikit ketus, Ira yang mendengar itu tampak bingung.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan Alana? Makin kesini Ira semakin bingung melihat tingkah aneh gadis itu, sepertinya ada sesuatu diantara Alana dan Azzam yang tidak dia ketahui.
Alana mendorong pintu dengan kasar, seketika garis di keningnya mengkerut mendapati ruangan yang kosong.
Setelah menutup pintu, Alana melangkah pelan memasuki ruangan itu, manik matanya bergulir liar menyisir setiap sudut, tapi tak melihat siapapun di sana.
Kemana Azzam? Bukankah kata Ira suaminya itu sedang membahas pekerjaan bersama sekretaris barunya?
Alana lantas berbalik, dia hendak keluar menemui Ira, namun tiba-tiba langkah Alana tertahan saat mendengar suara benturan yang cukup jelas di telinga.
Alana memutar leher ke arah belakang, matanya menyipit kala menangkap pintu yang terbuka sedikit.
Cepat-cepat Alana berbalik dan melangkah mendekati pintu tersebut dengan sangat hati-hati.
"Aakhh... Uukhh... Yes..."
Deg...
Alana terkesiap dengan jantung bergemuruh kencang, langkahnya sontak terhenti, sekujur tubuhnya mendadak gemetaran.
Apa yang sedang berlaku di dalam sana? Suara apa itu? Apa Azzam?
Tidak tidak, Alana menggeleng-gelengkan kepala. Tidak mungkin Azzam melakukan hubungan itu dengan sekretaris barunya, dia pasti salah dengar.
"Yes... Uukhh..."
Alana yang sudah membuang pikiran buruknya tiba-tiba terperanjat kala mendengar suara itu lagi.
Tidak, dia tidak salah dengar. Suara itu sangat nyata, apa Azzam mengkhianatinya?
Dengan tangan bergetar hebat dan wajah memerah dibakar api kemarahan, Alana mendorong pintu itu sekuat tenaga.
Braak...
Mata Alana seketika melotot mendapati jas dan kemeja Azzam yang berserakan di lantai. Alana membungkam mulutnya sendiri kala menyaksikan sesuatu yang bergerak di atas ranjang dan tertutup dengan selimut.
"Brengsek, apa yang kau lakukan? Suami tidak tau diri, pengkhianat!" berang Alana seraya berlari menghampiri ranjang, dia memukuli benda terbungkus selimut itu membabi buta.
Tidak ada ampun, Alana mengerahkan segala kekuatannya yang tersisa, dia menghajar Azzam habis- habisan tanpa belas kasih sedikit pun.
"Hey, apa yang kamu lakukan? Kenapa memukuliku?" Azzam merasa sesak dan lekas mengeluarkan kepalanya dari selimut.
Amarah Alana semakin menjadi-jadi ketika menangkap separuh bagian dada Azzam yang polos tanpa baju. "Binatang, apa begini kelakuanmu yang sebenarnya, hah?"
Kembali Alana melayangkan tangannya hingga mendarat bebas di dada Azzam, bahkan dia tidak segan memukul wajah dan kepala suaminya itu dengan brutal.
"Aku akan membunuhmu, pergilah ke neraka bersama selingkuhan mu itu!" pekik Alana yang sudah tidak bisa mengendalikan emosi, hatinya hancur menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan suaminya itu.
"Sadar Alana, kamu kenapa sih? Sakit tau," keluh Azzam, dia berusaha duduk dan mencengkeram kedua tangan istrinya itu. Pukulan Alana cukup menyakitkan, apalagi sempat mengenai keningnya yang masih terluka.
"Lepaskan aku, jangan menyentuhku dengan tangan kotor mu itu!" sergah Alana mencoba menarik diri, tapi cengkeraman Azzam terlalu kuat sehingga Alana tidak mampu melawan.
"Tenang dulu, sayang! Kenapa jadi marah-marah begini sih? Apa kesalahan yang sudah aku lakukan?"
Azzam menarik Alana hingga keduanya terjatuh di atas kasur. Alana terdiam saat tubuhnya berada tepat di atas tubuh Azzam.
Seketika kening Alana mengernyit saat selimut yang membungkus tubuh Azzam terjatuh di lantai.
Tidak ada orang lain, yang ada hanya sebuah guling dan ponsel yang tengah menyala. Mata Alana membola saat menangkap video por*no yang masih berputar.
Suara yang keluar dari video tersebut membuat Alana bergidik ngeri, dia menutup mata, tubuhnya tiba-tiba gemetaran.
"Kenapa diam? Apa salahku?" tanya Azzam mengulum senyum.
Alana tidak berani menjawab, alangkah malunya dia memikirkan apa yang baru saja dia lakukan.
Alana mengerucutkan bibir, matanya kembali terbuka dan berbinar. "Lepaskan aku, aku mau pulang!" lirih gadis itu dengan susah payah menahan air mata agar tidak jatuh.
Azzam tidak tega melihat raut sedih di wajah istrinya, dia pun menarik Alana dan mendekapnya erat.
"Huuu... Aku mau pulang saja." ulang Alana yang akhirnya menangis di pelukan Azzam.
Azzam mengusap kepala Alana dan turun hingga punggung. "Kenapa pulang? Tetaplah di sini!" pinta Azzam merasa bersalah, dia tidak menyangka Alana bisa semarah ini karena prank yang baru saja dia buat.
Lalu Azzam merentangkan sebelah tangan dan memiringkan tubuhnya, kepala Alana jatuh tepat di atas lengannya.
Alana hendak bangun, tapi Azzam dengan cepat membelit paha istrinya itu dengan kakinya. Sebelah tangannya yang menganggur bergerak menyentuh dagu Alana dan mengangkatnya, keduanya saling menatap dengan tatapan tak biasa.
"Maafkan aku, aku tidak mungkin mengkhianatimu." desis Azzam sembari mencengkeram pelan rahang Alana dan mengelus bibirnya dengan ibu jari, air mata Azzam tiba-tiba menetes membasahi pipi.
"Kau jahat, kenapa mengerjai ku sampai seperti ini?" lirih Alana dengan bibir mencebik dan mata berkaca-kaca.
"Lalu aku harus bagaimana? Sampai detik ini aku merasa bahwa cintaku hanya bertepuk sebelah tangan, rasanya terlalu menyakitkan."
Azzam menjauhkan tangannya dari rahang Alana, dia meremas dadanya dengan kuat dan memukulnya.
"Aku hidup tapi seperti mati, dadaku sesak setiap kali berada di dekatmu. Kenapa aku tidak mati saja agar perasaan ini hilang dariku?" imbuh Azzam yang benar-benar tersiksa menahan perasaannya, dia melepaskan belitan kakinya dari paha Alana dan menarik tangannya yang ditindih istrinya itu.
Azzam duduk dan turun dari ranjang, dia memunguti kemeja dari lantai lalu mengenakannya. Setelah itu Azzam meraih ponselnya yang ada di kasur dan menonaktifkannya.
"Ayo, aku akan mengantarkan mu pulang!" ajak Azzam yang tengah berdiri di tepi ranjang, dia mengulurkan tangan, bermaksud membantu Alana bangun.
Alana yang tadi terdiam seribu bahasa, menatap Azzam dengan sendu. Dia meraih tangan Azzam dan duduk di sisi ranjang.
"Ayo!"
Azzam hendak berbalik namun tiba-tiba Alana memeluk pinggangnya sangat erat. Azzam mematung seperti boneka tak bernyawa, dia merasa dadanya sangat ngilu seperti ditusuk-tusuk jarum.
"Aku tidak mau pulang," geleng Alana di perut Azzam.
Azzam menghela nafas berat dan membuangnya dengan kasar. "Tadi katanya mau pulang?"
"Tidak jadi, aku ingin di sini saja bersamamu. Aku tidak mau sekretaris itu mengambil suamiku." oceh Alana, ucapannya itu sontak membuat Azzam mengernyit.
"Sekretaris mana?" tanya Azzam kebingungan.
"Yang mana lagi, tentu saja sekretaris muda, cantik, dan pintar itu." ketus Alana melampiaskan kekesalan yang sudah sejak semalam dia tahan.
Mendengar itu, Azzam sontak tertawa terbahak-bahak, perutnya bergetar yang membuat Alana semakin kesal hingga mencubitnya geram.
Azzam mengacak rambut Alana gemas dan melepaskan tangan Alana yang melingkar di pinggangnya. Azzam berjongkok di lantai dan mencubit pipi Alana saking gemasnya.
"Aku sudah menemukannya, sekarang dia sedang duduk di hadapanku. Hanya wanita ini lah yang aku inginkan menjadi sekretaris ku, wanita muda, cantik dan pintar." ungkap Azzam mengukir senyum.
Mendengar penuturan Azzam itu, Alana tiba-tiba menjadi salah tingkah, dia berusaha keras menyembunyikan senyumannya agar Azzam tidak kegeeran.
"Sekarang hidupku bergantung padamu. Jika kamu menolak, aku lebih baik mengembalikan perusahaan ini pada pemiliknya, aku juga tidak akan memaksamu untuk tetap bersamaku. Kamu boleh pergi dan mencari kebahagiaanmu sendiri, aku-"
Ucapan Azzam sontak terhenti saat Alana menyambar bibirnya yang tak henti mengoceh layaknya burung beo.
Alana melu*mat bibir Azzam dan membuka mulut, dia menjulurkan lidah sehingga Azzam jadi leluasa memagut bibirnya.