MISI KEPENULISAN DARI NOVELTOON! BUKAN PLAGIAT! KETERANGAN LEBIH LENGKAP DI BAB 1. MAKASIH.
****
Dibuang, diabaikan dan diasingkan jauh ke desa karena dianggap pembawa sial, tepat setelah kematian ibunya dan bersamaan kakeknya yang koma.
Gadis berusia 9 tahun harus didewasakan oleh keadaan. Berjuang sendiri menjalani kerasnya hidup seorang diri.
10 tahun kemudian, dipaksa kembali ke kota oleh ibu tiri untuk menikah dengan pria yang digadang-gadang sekarat dan hampir mati.
Ibu tirinya tidak rela putri kandungnya menikah dengan lelaki seperti itu. Akibat sebuah perjanjian keluarga, terpaksa perjodohan tidak bisa dibatalkan.
Namun ada yang janggal ketika gadis itu bertemu pria yang menjadi suaminya. Terlihat jelas pria itu sangat tampan, kuat dan tidak ada seperti orang penyakitan. Tidak ada yang mengetahui kenyataan itu.
Pria itu ternyata adalah salah satu pengusaha yang sukses dan menjadi konglomerat di kotanya. Sangat misterius dan begitu berkuasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Flashback
Waktu itu, Khansa pergi ke sungai untuk mencuci pagi-pagi sekali. Bahkan matahari masih malu-malu menampakkan diri.
Khansa memang tinggal seorang diri di sebuah rumah kecil yang ada di desa. Ia terbiasa bangun pagi melakukan rutinitas sehari-hari.
Mencuci, memasak, bersih-bersih, barulah ia belajar banyak hal setelahnya. Setiap pukul 8 pagi, Khansa datang ke pendopo yang letaknya cukup jauh dari tempatnya tinggal, ia harus menempuh perjalanan yang terjal dan cukup sulit dilalui, apalagi saat musim penghujan. Jalan setapak yang dilalui sangat licin, tapi tekadnya sangat kuat untuk berlatih banyak hal.
Di antaranya adalah berbagai macam pengobatan herbal, akupunktur dan pijat tui na. Khansa juga berlatih berbagai macam ilmu bela diri yang ia pelajari dari seorang guru di desa itu.
Khansa harus memikirkan cara untuk bertahan hidup juga belajar banyak hal sebagai bekal jika suatu saat nanti ia bisa kembali ke kota. Salah satu tujuannya adalah menyembuhkan sang kakek. Oleh karena itu, Khansa mencari informasi di sekitar desa yang kebetulan ada seorang tetua yang menguasai berbagai ilmu pengobatan.
Sejak saat itu, Khansa mencari tempat itu untuk menekuni dan belajar dengan sangat baik.
Gemercik air sungai mulai terdengar. Langkahnya bersemangat menuju ke sumber air yang sangat menyegarkan itu. Tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat melihat sesosok manusia yang tertelungkup di perairan, tersangkut batu besar.
Khansa menutup mulutnya, matanya membelalak. Ia segera menghempaskan keranjang cucian dan berlari menghampiri orang itu.
“Hei, Kak!” panggil Khansa berusaha membalikkan tubuh itu.
Terlihat seorang laki-laki yang usianya terpaut beberapa tahun di atasnya, dengan wajah yang sangat bersih, tampan namun sangat pucat. Terdapat luka-luka di wajahnya, mungkin juga di sekujur tubuhnya. Khansa mengira, dia habis mengalami kecelakaan.
Khansa menyentuh pergelangan tangan untuk mengecek denyut nadinya. Juga menempelkan telinganya ke dada laki-laki itu.
“Masih hidup, walaupun sangat lemah,” gumamnya pelan.
“Tolong! Tolong!” teriak Khansa meminta pertolongan.
Di desa itu, mayoritas penduduknya adalah petani. Sudah banyak para petani yang pergi ke sawah pagi itu. Sehingga saat Khansa berteriak meminta pertolongan, banyak warga yang berhamburan ke arahnya.
“Khansa! Ada apa?” tanya seorang pria yang masih mencangklong sebuah cangkul di bahunya. Ternyata ia tinggal di dekat Khansa dan mengenalnya dengan sangat baik. Laki-laki itu bersama istrinya juga sering membantu Khansa saat awal-awal kedatangannya ke desa.
“Paman, tolong antar dia ke rumah. Aku akan berusaha menyembuhkannya. Dia masih hidup dan banyak luka-luka,” ujar Khansa menunjuk laki-laki di depannya.
“Ayo! Ayo! Kita bawa ke rumah Khansa!”
Beberapa warga memapah pria itu. Khansa segera berlari ke rumahnya menyiapkan semuanya. Ia membuka pintu lebar-lebar agar memudahkan orang-orang meletakkan korban itu ke dalam.
“Paman, boleh minta tolong pinjami baju untuk dia? Dan tolong untuk menggantikannya sekalian. Maaf kalau merepotkan,” ujar Khansa tidak enak.
“Iya Khansa, Paman akan meminjamkan baju-baju anak Paman. Sepertinya tubuhnya seukuran,” ucap tetangga Khansa.
“Terima kasih banyak, Paman. Terima kasih semuanya sudah membantu,” ucap Khansa membungkukkan tubuhnya.
“Sama-sama, Khansa. Kami permisi dulu, karena kami harus kembali bekerja. Semoga dia lekas sembuh ya, Sa,” ucap salah seorang warga mewakili semuanya.
Tak berapa lama, seseorang kembali masuk membawa pakaian ganti untuk laki-laki yang terbaring di kasur Khansa yang sempit. Hanya muat untuk satu orang saja. Ia bahkan belum memikirkan malam ini ia akan tidur di mana. Karena rumahnya sangat kecil, hanya ada satu kamar.
“Paman, sekali lagi terima kasih banyak,” ucap Khansa setelah orang itu keluar kamar usai mengganti pakaian dengan yang bersih dan kering.
“Sama-sama, Sa. Semoga dia cepat sembuh, Paman harus kembali ke sawah ya.” Pria itu menepuk bahu kecil Khansa.
Semua orang tahu Khansa punya kemampuan untuk mengobati suatu penyakit. Oleh karenanya, mereka percaya dengan Khansa. Apalagi perempuan itu selama ini sangat baik dan tidak pernah membuat kekacauan.
Khansa mulai memeriksa keadaannya terlebih dahulu, untuk mendiagnosis penyakitnya. Dimulai dengan palpasi atau merasakan denyut nadi arteri rasialis pada enam posisi, kemudian mengamati wajahnya, menyentuh tubuh pasien, terutama bagian abnomen, mengamati pembuluh darah halus pada jalur telunjuk dan terakhir membandingkan kehangatan relatif atau suhu pada beberapa bagian tubuh.
Dengan telaten, Khansa melakukan segala jenis pengobatan sesuai yang ia pelajari sebelumnya.
Satu minggu kemudian....
Khansa berlari masuk ke kamar setelah mendengar suara orang terbatuk. Ternyata, orang yang ia tolong sudah sadar.
“Kakak sudah sadar?” Khansa berbinar, ia berlari mengambilkan ramuan yang sudah ditumbuk dan dijadikan minuman.
“Minumlah ini, Kak. Agar pemulihannya lebih cepat,” ucap Khansa membantu menaikkan kepala laki-laki itu. Dia menurut, meneguk minuman yang sangat pahit di lidahnya.
“Apa kau memberiku racun? Kenapa pahit sekali!” gerutunya menjulurkan lidah.
Khansa memberikan segelas air putih yang langsung ditenggak sampai habis. Barulah laki-laki itu tersadar sepenuhnya, namun kepalanya masih pusing dan pandangannya buram. Ia berada di tempat yang terasa asing.
“Di mana aku? Kenapa bisa ada di sini?” tanya laki-laki itu kebingungan.
Khansa pun menjelaskan kronologinya. Mulai sejak menemukannya, merawat dan mengobatinya selama ini.
Laki-laki itu terharu, ia sangat berterima kasih pada Khansa karena sudah menolongnya. beberapa saat kemudian, ia pun memberi tahu keluarganya yang tengah kebingungan mencari keberadaannya.
Hingga akhirnya, ia pulang dijemput oleh keluarganya setelah meminjam ponsel salah satu warga desa di sana.
“Terima kasih banyak sudah menyelamatkanku. Ini, ambillah. Aku janji akan kembali untuk mencarimu.” Orang itu memberikan sebuah batu giok ke tangan Khansa.
“Sama-sama, Kak. Hati-hati ya.” Khansa menerimanya dengan senang hati. Ia melambaikan tangan sampai sebuah mobil SUV menghilang di ujung jalan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Khansa mengingat kejadian itu. Ia pun membalas pesan Emily. “Aku sudah melupakan pria itu. Dia pernah memberikan batu giok dan pria itu berkata akan kembali mencariku, tapi batu itu hilang tidak tahu ke mana.”
“Sasa, aku rasa pria itu adalah tuan muda dari sebuah keluarga kaya,” balas Emily dengan yakin.
“Emm ... entahlah, aku juga tidak tahu.” Khansa mengirim balasan lagi.
Pesan Emily kembali masuk ke ponsel Khansa --- Sasa, ini lokasi yang ditemukan dengan melacak sinyal ponsel Hendra, panggilan telepon keluar itu berlokasi di perumahan penduduk area luar kota Palembang. Bibi Fida ada di sana.
Khansa melihat alamat yang dikirimkan Emily, Khansa sudah punya rencana dari awal sebelum bertemu dengan Hendra, dia akan membuat Hendra menelepon agar Emily bisa melacak posisi bibi Fida.
“Terima kasih banyak bantuanmu, Emily.” –Khansa membalasnya dengan senyum puas. Sahabatnya itu memang satu-satunya orang yang tidak pernah mengecewakannya.
“Sama-sama, Sasa sayang.”
Percakapan pun berakhir.
Malam semakin larut dan mudah beraksi, Khansa berharap bisa segera menemukan bibi Fida. Yang terpenting saat ini adalah lebih dulu menyelamatkan bibi Fida.
Tiba-tiba ponsel Khansa berdering. Ia melihat layar itu memperlihatkan nama Leon. Khansa mengabaikannya. Ia masih sakit hati dengan suara perempuan tadi.
“Loh, kenapa aku harus sakit hati? Ah tahu ah. Aku harus menyelamatkan Bibi Fida terlebih dahulu,” gumam Khansa membiarkan ponselnya terus berdering tanpa berniat mengangkatnya.
Kemudian, ada notifikasi pesan yang ternyata dari Leon.
Bersambung~
Done yah 10 bab. semoga puas bacanya. jan lupa like komennya semua bab. ayo balik lagi yg kelupaan 🤭... vote dan giftnya juga boleh 🤭🤭 makasih semuanya yg sabar menanti.. 😘😘
tp lupa judulnya
ceritanya dikota palembang