NovelToon NovelToon
Kultivator Koplak

Kultivator Koplak

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Sistem / Tokyo Revengers / One Piece / BLEACH / Jujutsu Kaisen
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: yellow street elite

seorang pemuda yang di paksa masuk ke dalam dunia lain. Di paksa untuk bertahan hidup berkultivasi dengan cara yang aneh.
cerita ini akan di isi dengan kekonyolan dan hal-hal yang tidak masuk akal.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellow street elite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Lu Ban yang sejak tadi hanya mengamati dari balik bayang-bayang, akhirnya melangkah maju. Suara sepatunya pelan namun mantap, seperti guratan pena pada batu tua.

Semua mata beralih padanya saat ia berdiri di antara Rynz, Putri Yue, dan Long Zhen.

“Cukup,” ucapnya pelan namun tegas. “Kalau kalian teruskan, tempat ini akan berubah dari bengkel menjadi balai lelang.”

Yue dan Long Zhen sama-sama tersenyum sopan, meski sorot mata mereka tidak kehilangan ketajamannya.

Lu Ban melanjutkan, tangannya bertaut di belakang punggung. “Aku tahu niat kalian baik. Tapi Lembah Angin bukan tempat bagi adu gengsi. Jadi, aku ajukan jalan tengah.”

Ia menoleh bergantian ke kedua pihak. “Satu minggu dari sekarang. Siapa pun dari kalian berdua yang bisa membawa bahan terbaik—bukan hanya langka, tapi juga selaras dengan akar spiritual muridku—maka kerja sama akan dibuat dengannya.”

Rynz menatap gurunya sejenak, lalu mengangguk pelan. Dia tahu, Lu Ban sedang memberinya waktu. Juga sedang menguji... sejauh mana niat para bangsawan ini.

Long Zhen tidak menolak. Ia membungkuk sedikit, “Itu tawaran yang adil.”

Yue hanya tersenyum samar. “Baiklah, satu minggu.”

Zhou Lan membisik pada Chen Mo, “Apakah ini artinya kita akan punya gudang bahan yang dikirim gratis oleh dua klan besar?”

Chen Mo menjawab dengan tatapan kosong, “Aku bahkan belum bisa membayangkan seperti apa bahan yang disebut terbaik itu...”

Lu Ban kembali melangkah perlahan ke arah aula, ucapannya masih menggantung di udara.

“Satu minggu. Dan ingat, yang diperebutkan bukan hanya tangan seorang pandai besi… tapi masa depan kalian sendiri.”

Setelah tamu-tamu dari dua klan besar itu meninggalkan halaman sekte, suasana kembali tenang. Hanya suara angin yang bertiup di antara pepohonan lembah, membawa sisa-sisa aroma logam panas dan bara dari bengkel Rynz.

Rynz berdiri membelakangi matahari yang mulai condong, lalu menoleh ke arah dua sahabatnya yang masih berdiri di sampingnya.

“Chen Mo, Zhou Lan,” ucapnya tenang. “Berapa banyak uang yang kita miliki saat ini?”

Chen Mo langsung menjawab dengan antusias, “Kalau dihitung dari hasil penjualan senjata terakhir, sisa penjualan belati naga, dan tambahan dari pesanan beberapa pedagang keliling… kira-kira...”

Zhou Lan memotong cepat, “Tiga puluh dua ribu lima ratus koin emas. Itu termasuk yang sudah kita gunakan untuk membeli bahan, pil, dan alat-alat tambahan.”

Chen Mo ternganga. “Hah?! Kok aku nggak tahu sebanyak itu?!”

Zhou Lan meliriknya. “Karena aku yang mencatat semuanya. Dan kalau kau yang pegang, pasti sekarang uang kita tinggal dua ribu.”

Rynz hanya mengangguk, lalu berjalan perlahan ke dalam bengkel sambil berkata, “Kalau begitu… kita tidak kekurangan modal. Yang kita butuhkan sekarang cuma bahan yang belum bisa dibakar api hitam.”

Zhou Lan mengekor di belakangnya, sambil bertanya, “Kau serius ingin menerima tantangan dua klan itu?”

Rynz menatap tungku yang padam di hadapannya. Suara langkahnya terhenti.

“Aku tidak peduli siapa yang menang. Tapi aku ingin tahu... bahan seperti apa yang bisa membuat tanganku bekerja sepenuh kekuatannya.”

Chen Mo menelan ludah, lalu menepuk pundak Zhou Lan. “Kurasa… kita harus bersiap. Minggu ini akan jadi minggu paling gila.”

Di dalam bengkel yang sunyi, hanya terdengar suara palu logam ringan dan denting rantai gantung. Rynz duduk di bangku kayu panjang, Chen Mo bersandar di meja dengan tangan terlipat, dan Zhou Lan berdiri sambil membuka buku catatan keuangannya yang sudah lecek.

“Tiga puluh dua ribu lima ratus koin emas,” gumam Chen Mo pelan. “Kalau ini diubah jadi makanan... kita bisa makan daging sapi selama lima tahun tanpa berhenti.”

Rynz tidak tertawa. Pandangannya tetap tajam ke tungku yang tak menyala.

“Masalahnya... bukan soal makanan,” ucapnya. “Kita punya uang. Tapi tidak punya perlindungan. Dan sekte ini... belum cukup kuat.”

Zhou Lan menutup bukunya pelan. “Kau benar. Kalau nama Lembah Angin makin dikenal karena senjata yang kau buat... cepat atau lambat, akan ada yang iri. Entah bandit, sekte lain, atau bahkan klan pesaing.”

“Dan kita belum siap untuk itu,” tambah Rynz. “Li Jiu mungkin bisa menahan satu-dua orang kuat, tapi kalau yang datang satu pasukan elit, bahkan sekte besar pun bisa runtuh dalam semalam.”

Chen Mo menoleh cepat. “Apa maksudmu? Kita tidak bisa menerima pesanan mereka?”

“Bukan itu,” jawab Zhou Lan sambil menghela napas. “Justru karena kita akan bekerja sama... kita harus memanfaatkan posisi itu sebaik mungkin.”

Rynz mengangguk. “Benar. Yang kita butuhkan bukan hanya bahan—tapi jaminan. Perlindungan. Kesepakatan yang membuat klan itu... tidak hanya sebagai pembeli, tapi juga sebagai perisai di belakang sekte.”

Zhou Lan menambahkan, “Kita bisa ajukan kontrak. Misalnya, klan yang memenangkan kerja sama harus mengirim minimal satu pengawal elit untuk berjaga di sekitar sekte. Atau memberikan dukungan sumber daya jika terjadi serangan.”

Chen Mo masih tampak ragu. “Tapi bukankah itu membuat kita tergantung pada klan itu?”

“Bukan tergantung,” Rynz menjawab datar, “tapi meminjam naungan mereka... sampai kita cukup kuat untuk berdiri sendiri.”

Ketiganya terdiam.

Uang yang mereka miliki adalah awal. Tapi dunia ini tidak hanya bicara soal emas dan senjata. Dunia ini penuh dengan kekuatan... dan ancaman yang tak terlihat.

Zhou Lan lalu tersenyum tipis. “Kalau begitu, kita tidak hanya sedang membuat senjata... kita sedang menempa masa depan sekte ini.”

Chen Mo menepuk kedua tangannya. “Baiklah! Kalau begitu, ayo kita buat skema kontraknya. Tapi tolong... jangan suruh aku berhitung. Aku hanya jago memukul orang.”

Rynz tersenyum kecil, untuk pertama kalinya hari itu.

Sementara itu, suasana pasar utama di kota bawah kaki gunung mulai berubah drastis.

Beberapa pedagang mulai berbisik, menyebarkan kabar yang terdengar seperti dongeng.

“Aku bersumpah, senjata itu mengeluarkan aura! Meski si penjual terlihat seperti anak sekte kecil!”

“Dan harganya... hanya seribu koin! Pedang spiritual sekelas itu seharusnya sepuluh kali lipat!”

“Aku sempat mengejarnya... tapi mereka sudah hilang!”

Kegemparan itu tidak berhenti di pasar. Dalam waktu singkat, kabar menyebar ke para saudagar, pemilik toko senjata, hingga para kolektor spiritual.

Beberapa bahkan mengirim orang mereka menuju ke arah yang sama: Lembah Angin.

Tak butuh waktu lama hingga halaman depan sekte itu dipenuhi oleh belasan orang asing—berpakaian bagus, berlogat berbeda, dan membawa kantong uang yang berat.

Beberapa dari mereka membawa bahan langka. Yang lain hanya membawa koin, berharap bisa memesan atau membeli senjata apapun yang masih tersedia.

“Apakah ini tempatnya?” tanya salah satu pedagang tua yang mengenakan jubah merah tebal.

“Benar, inilah Lembah Angin,” jawab penjaga desa yang kebetulan lewat. “Tapi... setahuku mereka bukan sekte senjata.”

Fei Rong yang baru saja keluar dari ruang pelatihan, langsung menghentikan langkahnya saat melihat keramaian.

“Apa yang terjadi di luar ini?” tanyanya, kening berkerut.

Miya, yang tengah membawa ember air, berhenti di tengah jalan. Matanya membulat saat melihat betapa banyaknya orang asing di halaman.

“Eh?! Kenapa jadi ramai begini?” serunya.

Beberapa pengunjung bahkan langsung mendekati mereka berdua.

“Nona, apakah benar sekte ini menjual senjata spiritual?”

“Saya ingin memesan busur seperti yang digunakan oleh murid perempuan kalian!”

“Apakah pandai besi kalian menerima pesanan pribadi?”

Fei Rong dan Miya saling pandang, sama-sama bingung.

“Kau sudah bilang sesuatu kepada orang luar?” tanya Fei Rong.

“Aku? Tidak!” Miya menggeleng cepat. “Jangan-jangan... ini karena pedagang yang membeli senjata dari Chen Mo dan Zhou Lan waktu itu?”

Fei Rong menghela napas, lalu mengangkat tangannya.

“Mohon tenang! Kami akan menyampaikan ini pada guru kami terlebih dahulu. Sekte ini bukan toko senjata, dan kami tidak menerima sembarang tamu!”

Orang-orang sedikit tenang, meski masih penasaran dan terus berbisik.

Sementara itu, salah satu murid junior berlari masuk ke dalam dan memberitahukan kabar ini pada Lu Ban, juga Rynz yang masih ada di dalam bengkel.

Lu Ban berdiri di tengah halaman sekte, diapit oleh Fei Rong dan Miya, matanya menyapu puluhan wajah yang tampak antusias—dan sebagian lagi terlihat tamak.

Orang-orang dari berbagai wilayah datang dengan pakaian mewah, beberapa membawa penjaga pribadi bersenjata, dan sisanya menenteng bahan langka di dalam peti-peti berukir. Mereka berbicara hampir bersamaan, suara mereka membentuk kebisingan yang membuat kepala berdenyut.

“Guru Besar, saya membawa Kristal Angin Dingin dari Pegunungan Barat! Tolong izinkan pandai besi kalian membuat tombak darinya!”

“Ketua Sekte Lembah Angin! Saya ingin memesan dua pedang spiritual kelas tinggi, tak peduli harganya!”

“Lu Ban, dengarkan saya dulu, saya membawa bahan langka dari naga es! Kalau berhasil, saya akan berikan tambahan sepuluh ribu koin emas!”

Lu Ban mengusap dahinya yang mulai berkeringat, napasnya berat seperti menahan beban lima gunung.

“Ini sekte atau pasar...?” gumamnya.

Dia melirik ke belakang, ke arah pintu bengkel yang masih tertutup. “Sialan bocah itu... Baru sebentar bikin senjata, tiba-tiba jadi pemicu kekacauan dunia luar.”

Fei Rong mencoba menahan beberapa orang agar tidak melewati batas halaman, sementara Miya sibuk mengusir dua pedagang yang mulai memeriksa jendela bengkel.

Lu Ban mengangkat tangan, suaranya tenang namun tegas.

“Cukup.”

Seketika halaman menjadi senyap.

“Sekte Lembah Angin bukan tempat lelang, dan kami tidak menjual senjata untuk umum.”

Beberapa pedagang langsung mengangkat tangan, berusaha membujuk.

“Tapi Ketua Sekte, kami hanya ingin membeli satu—”

Lu Ban menyipitkan matanya. “Kalian pikir sekte ini tempat jual beli? Hanya karena satu murid kami menjual barang di pasar, kalian datang seperti semut mengerubungi gula?”

“Kalau kalian tidak punya urusan resmi atau tak membawa rekomendasi dari klan besar—silakan kembali.”

Suasana menjadi canggung. Beberapa mulai bergumam tidak senang, tapi tak ada yang berani membantah langsung. Aura yang keluar dari tubuh Lu Ban—meskipun tersembunyi—cukup untuk memberi tekanan pada semua orang.

Fei Rong menoleh cepat. “Guru, bagaimana dengan yang membawa bahan langka?”

Lu Ban melirik ke arah peti-peti di kaki para pedagang, lalu menghela napas dalam.

“Suruh Rynz keluar. Ini kekacauan yang dia sebabkan, biar dia juga yang pilih mana yang layak... dan mana yang harus ditolak.”

1
yayat
mulai pembantaian ni kayanya
yayat
ok ni latihn dari nol belajar mengenl kekuatan diri dulu lanjut thor
yayat
sejauh ini alurnya ok tp mc nya lambat pertumbuhnnya tp ok lah
‌🇳‌‌🇴‌‌🇻‌‌
sebelum kalian baca novel ini , biar gw kasih tau , ngk ada yang spesial dari cerita ini , tidak ada over power , intinya novel ini cuman gitu gitu aja plus MC bodoh dan naif bukan koplak atau lucu. kek QI MC minus 500 maka dari itu jangan berharap pada novel ini .
Aryanti endah
Luar biasa
Aisyah Suyuti
menarik
Chaidir Palmer1608
ngapa nga dibunuh musih2nya tanggung amat, dah punya api hitam sakti kok masih takut aja nga pantes jadi mc jagoan dah jadi tukang tempa aja nga usah ikut tempur bikin malu
Penyair Kegelapan: kwkwkw,bang kalo jadi MC Over Power dia gak koplak.
total 1 replies
Chaidir Palmer1608
jangan menyalahkan orang lain diri lo sendiri yg main main nga punya pikiran serius anjing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!