Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Axel mencoba untuk tenang. Beberapa kali ia melihat ke arah pintu, memastikan kedatangan Glenzy.
"Sial! Aku harus pergi dari sini. Jika tidak, Elsa akan tahu siapa aku," batin Axel dengan gusar, sesekali menyisir rambutnya yang tidak gatal.
Elsa yang sejak tadi duduk di depannya, nampak memiringkan kepala, memandangi gerak-gerik Axel yang tidak biasa. "Kau kenapa? Dari tadi aku perhatikan, kau terlihat gelisah," ucapnya, heran.
Axel terperangah, lalu memaksakan diri untuk tersenyum. "A-aku? Ti-tidak, aku hanya ... ingat kalau ada sesuatu yang harus aku lakukan. Penting, ya ini sangat penting."
Elsa menaikkan alis. "Oh, ya? Apa itu?"
Axel membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan, mencari alasan yang masuk akal. Hingga matanya jatuh pada tanaman hias di luar jendela.
"Tanaman!" serunya tiba-tiba.
Elsa mengerutkan kening. "Tanaman?"
"Ya, aku harus ... eh ... memeriksa kondisi tanaman di halaman. Me-mereka ... sedang dalam masa kritis. Kau tahu 'kan, musim kemarau, daun-daun bisa layu dalam hitungan jam," jelas Axel, dengan nada menggebu, tapi jelas mengada-ada.
Elsa menatap Axel tidak percaya. Tapi, belum sempat ia menjawab, suara langkah kaki terdengar dari luar.
DEG!
Wajah Axel langsung pucat. Ia menoleh ke arah pintu, dan mendengar langkah itu semakin mendekat.
"Gawat! Dia datang!" bisiknya panik.
Di luar, Glenzy tersenyum saat melihat Elsa yang berdiri menyambut nya. Dia melangkah masuk ke rumah dan langsung memeluk gadis itu.
"Bagaimana kabarmu, El? Maaf, kalau aku mengganggumu," ucap Glenzy.
"O-oh, ti-tidak. Lagipula, aku sedang bersantai saja," sahut Elsa, sedikit gugup. "Oh, iya, kak. Silahkan duduk!"
Glenzy tersenyum, duduk di sofa seberang Elsa. Ia mengedarkan pandangannya, seolah mencari sesuatu.
"A-ada apa, kak?" tanya Elsa, mengikuti arah pandang Glenzy.
"Tidak, tadi sepertinya aku mendengar kau sedang berbicara dengan seseorang," sahut Glenzy.
"O-oh, itu. Ta-tadi aku sedang menelepon kakakku."
"Begitu ya?" Glenzy menyunggingkan senyum tipis. Tapi, matanya tidak kehilangan kilatan curiga saat melihat dua cangkir kopi hitam tersaji di atas meja.
"Kopi ini ... "
"O-oh, ini tadi aku minum kopi dengan Tuan Martin." Elsa terlihat gugup dan langsung menyingkirkan dua cangkir tersebut. "Aku rasa, tadi kakak juga bertemu dengannya di depan, kan?"
Glenzy mengangguk pelan. Ia tahu, Elsa tidak pernah menyukai kopi. Walaupun, gadis itu bekerja di Cafe sekalipun. Apalagi, yang ia lihat adalah kopi hitam. Hal itu, membuat Glenzy curiga, jika selain Martin , ada orang lain yang datang berkunjung hari ini.
"Apa itu, Axel? Tapi, kenapa dia tidak bersama Martin? Atau, ada orang lain?" batin Glenzy.
"O-oh, iya, kak. Ada perlu apa datang kemari?" tanya Elsa, mengalihkan pembicaraan.
Glenzy menyilangkan kaki, lalu menatap Elsa dengan tajam. "Sebenarnya, aku ke sini bukan hanya untuk menyapa. Aku ingin bicara soal Irfan."
Elsa menegang. "Ada apa dengan Irfan?"
"Aku pernah bilang sebelumnya padamu, bukan? Untuk memperhatikan Irfan. Dia sangat mencintaimu, El. Tapi, akhir-akhir ini dia merasa kau berubah," ucap Glenzy dengan nada bicara yang terdengar manis, tapi ada tekanan yang tidak bisa diabaikan.
Elsa menunduk, tidak menjawab.
"Kau ... Tidak berselingkuh, kan?" tanya Glenzy penuh selidik.
"Ti-tidak, kak. Aku ... "
"Baguslah, kalau begitu," potong Glenzy cepat. "Dia, adik kesayanganku. Kau tahu itu, kan?” lanjut Glenzy. "Dan, aku akan melakukan apa pun untuknya, termasuk memastikan siapa pun yang menyakitinya, akan menyesal telah melakukannya."
Ancaman itu tidak terdengar keras, tapi cukup untuk membuat suasana mencekam.
Elsa masih diam. Matanya menatap lantai, namun kedua tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya.
Di sisi lain, tepatnya di luar jendela samping rumah yang sedikit terbuka, Axel berdiri diam, bersembunyi di sana. Ia mendengar semua yang Glenzy katakan.
Rahangnya mengeras. Tangan kanannya mengepal kuat. "Beraninya dia mengancam Elsa," batinnya murka. Axel mengatur napasnya, mencoba meredam amarah yang mendidih di dadanya. Tapi, jari-jarinya terus mengepal mendengar Glenzy yang terus mendesak Elsa, agar tetap bersikap baik pada Irfan. Dengan, menekankan bahwa Irfan sangat mencintainya dan butuh dukungan Elsa saat ini.
Kalimat demi kalimat yang dilontarkan Glenzy terdengar lembut, namun maknanya terasa seperti belati yang menusuk pelan.
"Elsa, Irfan memang bukan orang sempurna. Tapi dia mencintaimu dengan tulus. Jangan membuat dia kehilangan satu-satunya hal yang bisa membuatnya bertahan."
Elsa hanya mengangguk pelan, tidak mempunyai keberanian untuk membantah. Bibirnya gemetar, tapi tidak ada sepatah kata pun yang keluar.
Glenzy menatap Elsa sejenak, lalu berdiri sambil merapikan tasnya. "Kau anak baik, aku percaya itu. Ingat, Kau sangat beruntung memiliki kekasih seperti Irfan. Jadi, jangan membuatnya kecewa, ya."
Lagi-lagi , Elsa hanya bisa mengangguk, dengan kepala menunduk. Ia bahkan tidak mengantar saat Glenzy melangkah keluar rumah.
Begitu suara mobil Glenzy menghilang, Elsa menarik nafas dalam-dalam. Bahunya gemetar, dan matanya berkaca-kaca. Ia menunduk, menahan isak yang nyaris pecah dari dadanya.
Sementara itu, Axel masuk dari pintu belakang. Pandangannya langsung tertuju pada Elsa yang tampak rapuh dan kehilangan cahaya di matanya.
Ia mendekat dan duduk di sisinya. Dengan lembut, ia menyentuh bahu Elsa. "Kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
Elsa menggeleng pelan. "Aku harus bagaimana, Kak?" lirih Elsa, dengan suara yang nyaris tidak terdengar. "Aku merasa Irfan tidak baik untukku. Bahkan, aku sudah berencana mengakhiri hubungan ini. Tapi ... " ucapannya terhenti oleh air mata yang mulai jatuh perlahan.
Pikiran Elsa dipenuhi rasa takut. Ancaman Glenzy mengendap dalam pikirannya seperti bayangan hitam yang tidak bisa ia usir.
Ia tahu siapa keluarga Sanjaya. Mereka keluarga kaya yang cukup berpengaruh. Jika Glenzy ingin menghancurkan hidupnya, atau kakaknya, maka itu bisa terjadi dalam sekejap.
"Bagaimana jika dia benar-benar melakukannya? Bagaimana jika kakakku ikut terkena imbasnya dan kehilangan pekerjaannya karena aku?" ucapnya dengan perasaan yang kacau.
Axel meraih gadis itu dalam pelukannya. Ia menepuk pelan punggung Elsa, mencoba menenangkannya . "Kau tenang saja. Dia tidak akan berani melakukannya. Aku pastikan itu," gumam Axel.
Elsa mencoba untuk tersenyum. Dia menegakkan tubuhnya, menatap Axel. "Aku istirahat dulu, Kak." Dengan lesu, Elsa bangkit dari tempat duduknya dan melangkah lunglai menuju kamar. Langkahnya lambat, seolah membawa beban yang tidak kasat mata. Pundaknya turun, dengan kepala menunduk.
Axel hanya diam, menatap punggung gadis itu hingga menghilang di balik pintu. Rasa marah dan kecewa mulai mengendap di dadanya.
Ia meraih ponselnya, menekan kontak yang sudah sangat ia kenal, lalu menempelkannya ke telinga.
"Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku," ucap Axel.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Martin dari seberang.
Axel menggertakkan rahangnya. "Glenzy, dia berani mengancam dan menekan wanitaku. Jadi, kau tahu apa yang harus kau lakukan, bukan?"
Beberapa detik hening, lalu Martin menghela napas. "Baiklah. Beri aku waktu beberapa menit."
Axel tidak membalas. Ia hanya berdehem pelan sebelum memutuskan sambungan telepon. Matanya tajam, menggenggam erat ponselnya.
"Glenzy. Aku tidak peduli dengan hubungan kita dan perasaan ku yang dulu pernah menyukaimu. Tapi, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti wanitaku, termasuk kau," geram Axel.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....