Takdir yang mempertemukan mereka berdua, takdir pula yang membawa mereka kedalam hubungan yang rumit.
Faiha Azkiya, seorang muslimah yang mempunyai mimpi menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Pundaknya saat ini dituntut menjadi kokoh, untuk menghidupi dirinya dan sang nenek. Ingin rasanya ia menyerah pada takdir, namun semuanya itu berbanding terbalik. Dimana, takdir itu malah merubah kehidupannya.
Azzam Arsalaan. Pemberontakkan, kejam dan ditakuti oleh hampir semua orang dalam dunia bisnis. Bahkan dunia hitam pun sangat tidak ingin terlibat sesuatu dengannya. Ia akan sangat murka jika kehidupannya terusik, tiada kata 'ampun dan maaf' darinya. Jika tidak, maka nyawa mereka akan lenyap saat itu juga.
Akankah takdir itu dapat menyatukan mereka dan bahagia? Atau sebalinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tsabita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
" Apa? Tunangan bos!!! Nggak salah ni!!Malah bos sendiri yang sudah membuang anda kan, masih berani-beraninya datang kesini. Sungguh tidak tau malu, wanita matre'. Keluar!!! Apa harus saya memanggil keamanan!!." Nabila sudah sangat emosi dengan kehadiran Marsya.
Tangan Kiya mengelus lengan Nabila, berharap Nabila akan mereda dari amarahnya. Tapi nyatanya malah berbalik, amarah Nabila semakin memuncak.
" Awas saja!! Akan kubuat perhitungan denganmu!" Marsya sangat malu, disaat Nabila membongkar statusnya yang bukan sebagai tunangan dari bos mereka. Lalu ia keluar dari ruangan tersebut dengan hentakan kaki yang terdengar sangat jelas.
Kiya terus mencoba menenangkan Nabila dari amarahnya, memberikan segelas air kepadanya agar dapat meredam rasa amarah yang ada.
" Udah adem?!" Tanya Kiya, yang masih tersenyum.
" Ya Tuhan, Kiya! Terbuat dari apa sih hati lu? Seharusnya lu marah sama tu perempuan tidak tau malu itu, jangan diam saja Ki. Ini malah senyam senyum lagi." Nabila masih dalam mode emosi, apalagi berhadapan dengan Kiya yang selalu berbaik hati memaafkan orang-orang yang tidak baik padanya.
" Hehehe, sudah-sudah. Duduk gih, biar adem." Tangan Kiya mengarahkan Nabila untuk duduk.
" Lu ya! Bener-bener selalu bisa senyum disaat-saat seperti ini, lu jangan percaya sama tu mulut perempuan gila tadi." Menghempaskan punggungnya pada sandaran sofa diruangan tersebut.
Mata dan wajah Kiya memberikan kode kepada Nabila, yang artinya kenapa harus nggak percaya dengan wanita tadi. Nabila pun mengehela nafasnya dengan sangat kuat, dia tidak mengerti jalan pikiran temannya ini.
" Huh! Tu perempuan, sudah dibuang oleh bos beberapa tahun yang lalu. Beritanya, dia mau menguras harta milik bos dengan cara menggodanya. Syukurnya bos kita nggak terpenggaruh, malah saat ketahuan belangnya. Tu perempuan langsung ditendang oleh bos kita, memang dasarnya nggak tau malu tu orang. Mungkin sekarang udah kismin dia, jadinya mau menggoda bos lagi. Udah ah, lu pulang aja. Lagian ni juga udah mau habis jam kerjanya, bakalan gue laporin tu perempuan sama bos." Nabila sudah sangat geram dengan kejadian tadi.
Apa benar yang Nabila katakan? Sama seperti yang diceritakan Kenan waktu itu, kenapa mereka hanya menginginkan harta? Jika saling mencintai, bukannya malah bagus. Kiya.
" Sudah-sudah, katanya udah mau pulang. Beres-beres gih, aku mau beresin ini dulu." Kiya menunjukkan akibat dari kekacauan yang sebelumnya terjadi.
" Iya iya." Nabila dengan beratnya melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan tersebut.
Ya Tuhan, kenapa semakin rumit dan semakin membuatku ragu. Sungguh sangat tidak sebanding dengan kondisiku yang seperti ini, aku harus tau diri. Kuatkan hambaMu ini Ya Rabb. Kiya.
Setelah membereskan ruangan kerjanya yang juga termasuk ruangan bosnya, Kiya segera mempercepat langkahnya untuk segera pulang. Baru saja keluar dari pintu gerbang perusahaan, ada sebuah mobil berwarna hitam yang cukup mewah. Berhenti tepat dihadapan Kiya saat itu, membuat hatinya bertanya-tanya.
Astaghfirullah, mobil siapa ini? Kenapa harus menghalangi jalan, kan tidak baik. Kiya.
Pintu kemudi terbuka, terlihat seorang pria yang turun dari sana dan berjalan menghampiri Kiya. Pria tersebut, tak lain adalah Hanif.
" Pulang bareng, Ki!." Ucap Hanif kepada Kiya, yang masih merasa kaget dengan kehadirannya.
" Subhanallah, kak Hanif! Eee, Kiya pulang sendiri saja kak." Tolak Kiya.
" Ada sesuatu yang ingin kakak bicarakan sama kamu, boleh?!" Hanif mempertanyakan dahulu kepada Kiya, apakah dia bersedia atau tidak untuk berbicara padanya.
" Em, mau bicara apa kak? Apa tidak bisa disini saja bicaranya?" Tanya Kiya, ia merasa tidak baik jika harus berpergian berdua dengan yang bukan mahramnya.
" Untuk kali ini saja, kakak mohon sama kamu. Oke, ayuk masuk." Hanif membuka pintu mobil disamping kemudi.
Hem, apa yang sebenarnya ingin kak Hanif bicarakan? Kenapa harus berbicara ditempat tertentu? Ya Allah, hamba mohon ampun jika hal ini tidak Engkau ridhoi. Kiya.
Kiya akhirnya menuruti ajakan dari Hanif, kini mereka berdua sedang menuju suatu tempat. Tidak ada yang mereka bicarakan selama dalam perjalanan, sampai akhirnya mereka tiba disebuah restoran yang cukup mewah.
Dddrrttt
Dddrrttt
Kakak Dokter is calling...
" Assalamu'alaikum kak." Ucap kiya saat menerima panggilan telfon.
" Salam. Sudah pulang?" Gabriel begitu posesif dengan Kiya.
" Sudah kak, hanya saja sekarang lagi mampir di ruman makan sama kak Hanif." Jelas Kiya, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
" What??? Hanif? siapa itu? Rumah makan mana? share lokasi kamu sekarang, cepat!." Kalimat Gabriel penuh dengan penekanan, apalagi mendengar nama laki-laki yang bersama adik kesayangannya.
" Tapi kak, cu..." Ucapan Kiya terhenti, karena Gabriel menyelanya.
" Share lokasi sekarang!!!" Tut tut tut...
Hufh, apalagi ini! Kiya
Dengan sangat malasnya, Kiya mengirimkan lokasinya berada saat ini. Hanif melihat sikap Kiya, dia merasa sedikit cemburu.
" Siapa Ki?" tanya Hanif, namun ucapannya tersebut mengandung rasa ingin tau yang sangat besar.
" Kak Gabriel, Em, apa kita akan turun kak?" Kiya sudah melihat raut wajah Hanif yang berubah.
" Ayo."
Mereka berdua turun dari mobil dan memasuki restoran tersebut, memesan makanan yang Kiya ikuti saja apa yang Hanif pesan. Karena dia sedikit risih dengan keadaan seperti itu, baru kali ini Kiya berpergian berdua saja dengan lawan jenis. Sambil menikmati sajian yang ada, Hanif memberanikan diri untuk membicarakan sesuatu.
" Ki, kakak boleh bicara sesuatu yang serius sama kamu?" Hanif bersiap untuk bicara.
" Bicara tentang apa kak?" Kiya semakin penasaran, tentang apa yang akan Hanif bicarakan.
" Sebenarnya, kakak sudah lama menyukaimu Ki. Saat ini, kakak ingin menjalin hubungan yang serius sama kamu. Kakak mau melamar kamu, menjadi istri dan ibu dari anak-anak kakak. Apa kamu bersedia?" Hanif merasa yakin dengan perasaannya saat ini, ia juga sangat yakin jika Kiya mempunyai perasaan yang sama.
Ttrrraaanngg...
Sendok dan garpu yang berada ditangan Kiya, sontak terlepas dan terjatuh. Sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring terdengar ditelinga.
" Ada apa Ki? Kamu nggak kenapa?" Tanya Hanif, melihat wajah Kiya yang tiba-tiba berubah.
" Ee, nggak apa-apa kak. Kiya hanya kaget saja." Saat itu, perasaan Kiya sudah tidak menentu.
" Kamu tidak perlu menjawabnya sekarang Ki, kakak tau ini adalah hal yang sangat sensitif dan perlu waktu untuk menjawabnya. Kakak akan menunggu jawabanmu, sampai kapan pun." Hanif meyakinkan diri Kiya.
Kiya hanya bisa terdiam dengan situasi seperti ini, perasaan bahagia dan sedih bercampur menjadi satu. Tiba-tiba dari arah belakanh tubuhnya, terdengar suara yang sangat ia kenali.
......................
Suara siapakah itu?...
Jawabannya akan ada pada bab selanjutnya.
💐💐💐
Author ucapkan terima kasih atas dukungannya🙏, mohon maaf jika masih ada kekurangan dalam berbagai hal. Jika tidak berkenan dengan isi ceritanya, silahkan tidak meneruskan membacanya. Terima kasih...